Pesantren Nuris, Benteng Aswaja di Jember

Pondok Pesantren Nurul Islam, terletak tidak jauh dari alun-alun kota Jember, hanya sekitar 6 kilometer ke arah utara. Tepatnya di Jl. Sarangan No. 30 Antirogo, Kec. Sumbersari.<>

Pesantren yang dikenal dengan sebutan Nuris ini didirikan oleh KH. Muhyiddin Abdusshomad tahun 1981. Sebagai pesantren yang berdiri  di pinggiran kota, Nuris sejatinya mempunyai tantangan yang cukup berat. Sebab, umumnya warga kota lebih memilih lembaga formal yang sarana dan fasilitasnya lebih oke. Sementara tak terlalu jauh dari Nuris sudah berjejal berbagai lembaga pendidikan favorit, misalnya SMA, SMP, SMK dan sebagainya yang semuanya negeri.

Tapi justru itulah yang melecut semangat Kiai Muhyid –panggilan akrabnya— untuk mendirikan pesantren. “Mereka-mereka yang sekolah SMA, SMP bahkan kuliah itu, ingin kami didik di sini agar mempunyai bekal pengetahuan agama yang cukup,” jelas Kiai Muhyid.

Nyatanya, santri Nuris banyak yang sekolah “di luar”, misalnya di Universitas Jember, SMF (Sekolah Menengah Farmasi), SMA dan SMP negeri. Bagi Kiai Muhyid, yang penting adalah mereka mau dibina di pesantren dengan segala peraturannya. Soal mau sekolah di luar atau di dalam (pesantren) tidak masalah.

Kendati demikian, Nuris tidak melulu melayani “orang luar”. Nuris juga memberi pelayanan pendidikan formal kepada santri dan warga sekitarnya. Itulah sebabnya, tahun 1983 Nuris mendirikan SMP. Ternyata sambutan masyarakat begitu antusias. Enam tahun  berikutnya (1989), Nuris mendirikan SMA. Sambutan warga juga tak mengecewakan. Tak berapa lama setelah berdiri, kedua lembaga ini sudah mengantongi status “diakui” (sekarang terakreditasi).  Selain itu juga didirikan TK Bina Anaprasa.

Evaluasi terus dilakukan. Semangat selalu digelorakan. Dan perubahan juga terus digulirkan. Hasilnya, sungguh membanggakan. Tahun 2007, tiga siswa SMP Nuris masuk 5 besar Danem tertinggi se-Kab, Jember. Ketika itu, SMP Nuris berhasil meraih juara umum sekolah swasta dengan nilai Danem terbaik di Kab. Jember. Seiring dengan itu, Nuris  mulai mengembangkan sayapnya, dengan mendirikan SMK dengan sarana dan prasarana pelatihan yang memadai.

Yang menarik, lima tahun lalu (2008) Nuris juga mendirikan MTs. Unggulan. Disusul  dengan pendirian Madrasah Aliyah (MA) dua tahun berikutnya. Dua lembaga ini mempunyai program unggulan, yaitu pelajaran Aswaja dan kitab kuning. Pemilihan program yang satu ini tak lepas dari keprihatinan Kiai Muhyid terhadap kian maraknya ancaman yang berpotensi menggerus  amalan dan tradisi NU.

Seperti diketahui, dalam beberapa tahun terakhir ini, kelompok-kelompok yang anti tahlil, yasinan dan sebagainya kian gencar menyebar di berbagai daerah, termasuk Jember. Mereka tidak lagi sembunyi-sembunyi menyatakan anti tahlil  namun sudah berani merangsek di kantong-kantong NU dan terang-terangan menyebut amalan tahlil dan sebagainya adalah bidah dan sesat.

Sementara di sisi lain, upaya-upaya yang dilakukan tokoh nahdliyyin untuk menangkis ”serangan” itu ataupun membentengi warga dari kemungkinan pengaruh kelompk anti NU, belum maksimal. ”Maka satu-satunya cara yang efektif adalah mencetak kader-kader NU yang tangguh dan faham betul soal tahlil dan sebagainya,” tukas Kiai Muhyid.

Selaku Rais Syuriyah PCNU Jember, Kiai Muhyid paham betul mengenai adanya kelompok-kelompok anti NU berikut modusnya dalam melemahkan, bahkan menghabiskan amalan NU. Mereka tidak hanya dibekali oleh kelihaian berdebat tapi juga dukungan finansial yang memadai. Selain mereka rajin mendatangi masjid-majid yang ”netral”, mereka juga menerbitkan majalah dan buletin yang dibagi secara gratis di setiap masjid. ”Ini benar-benar harus kita antisipasi,” tambah Kiai Muhyid.

Itulah sebabnya, lembaga ini lebih memprioritaskan keterampilan murid dalam menguasai kitab kuning, bahasa arab dan bahasa Inggris. Dalil-dalil seputar ajaran Ahlussunnah wal Jama’ah dan masalah NU  juga menjadi bagian pelajaran wajib bagi murid-muridnya.

”Namun stressingnya adalah pemahaman terhadap kitab kuning dan dalil-dalil Aswaja berikut cara debatnya,” tutur Robith Qoshidi, tukas putra Kiai Muhyid, yang juga supervisor di lembaga Nuris.

Lulusan Universitas Al-Azhar, Cairo, Mesir tersebut menambahkan, untuk mempertajam pemahaman mengenai kitab kuning dan dalil-alil Aswaja, pihaknya menambah durasi jam pelajaran, yakni malam hari pukul 19.30-20.30 WIB, dan pagi pukul 5.00-5.45 WIB. Dari pendalaman-pendalaman itu, mereka juga diajari cara menyampaikan hujjah dan cara mempertahakannya.

”Setiap bulan hasil pendalaman itu dievaluasi oleh tim, sampai tidak pada materi yang telah ditargetkan. Kalau hafalan hadits atau jurumiyah, hafal tidak. Kalau tidak hafal, apa kendalanya. Itu dievaluasi terus,” jelasnya.

Sebuah usaha yang sungguh-sungguh, tidak pernah sia-sia. Buktinya, wakil MA dan MTs. Unggulan Nuris  berhasil meraih dua trofi sekaligus, yaitu sebagai juara pertama lomba Debat dan Lomba Cerdas Cermat Olimpiade Aswaja yang diadakan NU Center Jawa Timur di Surabaya (2012).

Tidak hanya itu, wakil kedua sekolah itu juga beberapa kali menjuarai event-event di tingkat kabupaten maupun level tapal kuda, seperti lomba pidato Bahasa Arab, Indonesia dan sebagainya (Aryudi A. Razaq/Red:Anam)

 

Related Post