Imron Fauzi; Menjadi Santri Di Kota Intelektual

oleh: Rijal*

Hiruk pikuk ramainya Jogja dan para Mahasiswa rantau yang berseliweran untuk pergi ke kampusnya adalah hal yang biasa di lihat di kota Budaya dan kota Pendidikan ini. Tak jarang jalanan macet karena bertumpuknya kendaraan di jalan, bahkan di tambah dengan cuaca yang kadang panas dan kadang hujan. Di sinilah tempat segala hal seolah-olah ada, mulai dari agamawan, budayawan, sastrawan bahkan aktifis yang getol selalu menyuarakan aspirasinya dalam berbagai bentuk karya maupun artikel yang semakin berseliweran di sosial media seperti iklan. Tak jarang pula terlihat gerombolan anak muda-mudi yang duduk sambil berdiskusi di taman kota, sudut kampus, bahkan di warung-warung kopi untuk saling beradu gagasan dan mendapatkan ilmu selain di kampus. Itulah mahasiswa yang seharusnya.

Salah satu mahasiswa di kampus Akademi Teknologi Kulit Yogyakarta , alumni SMA NURIS angkatan 2013 jurusan IPA dan alumni PP.Nurul Islam. Ya, sahabat Imron Fauzi namanya. Dia adalah salah satu mahasiswa yang masih mempertahankan budaya dialektika yang memang seharusnya ada dan terjadi di lingkungan kampus sebagai ruang civitas akademik dan mimbar akademik. Pria asal Jember ini ( tepatnya Desa Tamansari Kecamatan Wuluhan ) pernah menjabat sebagai ketua Lembaga Dakwah Kampus UKKI Al- Fatih pada periode 2014-2015 dan sekarang adalah sebagai Penasihatnya. Selain dia aktif di kampus, hebatnya lagi adalah bahwa dia ternyata juga santri aktif di PP. Al- Munawwir, Krapyak. Bahkan sedang dalam prose menghafal Al-Qur’an. “So what?. Pondok bukan alasan kita untuk jadi alasan dan penghalang berkarya selama kita bisa konsisten dan berusaha. Insya Allah selalu ada jalan. Man Jadda Wa Jadda” tutur bang Iim ( nama gaul sih katanya, hehe ).

Selain itu, tak jarang dia juga menjadi Imam Sholat berjama’ah di masjid kampus. Bahkan, ketika bulan suci Ramadhan seperti sekarang menjadi imam sholat Tarawih berjama’ah, tadarusan, tahlilan, semaan Al-Qur’an dan kegiatan yang lain. “ Jangan pernah malu menjadi santri  dan mengaku menjadi santri. Di era sekarang, di mana tekhnologi jauh berkembang pesat, jangan pernah kehilangan identitas dan jati diri. Santri bukanlah penjahat atau kriminal, kenapa harus malu???”. ( Tuturnya dengan senyum khasnya yang santun ). “ Jika kita merefleksikan pada sejarah berdirinya Bangsa Indonesia ini, kaum santri adalah Garda Depan pembela kaum yang tertindas, pengusir penjajah dan juga penjaga tradisi selama itu tidak bertentangan dengan agama Islam, Islam Ahlus Sunnah Wal Jama’ah yaitu Islam yang Rahmatan Lil Alamin. Sudah saatnya kalangan santri mengembalikan sejarah yang hilang dan mengisi ruang-ruang kosong di kampus-kampus. Apalagi masalah keagamaan yang seharusnya kaum santrilah yang harus menjadi solusi dan jawaban akan tantangan zaman yang semakin gila akan kemajuan tekhnologi. Bukan berarti saya menolak kemajuan tekhnologi, tentu saja tidak. Tapi, bagaimana caranya kita bisa mengolah sesuatu yang baru itu menjadi hal yang harus di isi dengan nilai-nilai luhur Islam. Bahasa kerennya mungkin, mengambil yang baru selama itu tidak bertentangan dengan ajaran Islam tanpa harus membuangnya”, ucapnya.

Memang di era yang serba maju, sudah seharusnya kita bukan menolaknya mentah-mentah. Tapi bagimana kita mengkajinya terlebih dahulu untuk menimbang baik buruknya dan bagaimana mengolahnya menjadi hal yang bisa di terima oleh semua kalangan tanpa harus menyakiti dan menuduhnya dengan kemarahan yang menggebu-menggebu tanpa tahu seperti apa sebenarnya hal itu. Islam adalah agama yang mengajarkan cinta dan kasih sayang, bukan mengajak untuk berperang. Sudah seharusnya kalangan muda mudi di Indinesia belajar lebih giat untuk mengisi kekosongan yang ada. Menjadi mahasiswa adalah menjadi diri kita sendiri tanpa harus mencederai.

Sebagai manusia yang ber-Agama, kita harus selalu berusaha untuk mencapai apa yang kita inginkan, bukan berpaling apalagi berpangku tangan. Itulah semangat yang selalu di usung dan menjadi pendobrak semangat Bang Iim. Dia selalu Istiqomah berusaha menanamkan nilai-nilai luhur Islam. Sebagai mahasiswa sekaligus santri, tidak mudah untuk bisa melakoni tanggung jawab dan kewajiban yang sama-sama penting baginya untuk di jalankan. Pesannya :

“ Jangan pernah berhenti berusaha, karena usaha adalah jalan untuk meraih cita-cita kita

Jangan pernah berhenti berdo’a, karena do’a adalah kewajiban kita kepada Allah SWT

Jangan mudah menyerah, karena keberhasilan bukan berasal dari jumlah

Dan jangan pernah berhenti berusaha, sebelum Allah memanggil kita”

Salam Mahasiswa !!!

Salam Santri !!!

NURIS, Bisa !!!

*Alumni pesantren Nuris Jember

 

Related Post