Hujjah Aswaja: Hikmah Sunnahnya Adzan Untuk Bayi Yang Baru Lahir

Hujjah Aswaja: Hikmah Sunnahnya Adzan Untuk Bayi Yang Baru Lahir

Bukan hanya orang awam yang menjadi bidikan kelompok Wahaby. Selebriti sudah mulai dibidik oleh Wahaby. Beberapa selebriti sudah mulai terpengaruh oleh pemikiran-pemikiran Wahaby yang berusaha menghalang-halangi umat untuk memperbanyak amal sholeh. Mereka berusaha menyembunyikan kebenaran Hujjah Aswaja dari khalayak luas.

Salah satunya Teuku Wisnu, suami artis cantik Shireen Sungkar. Dia tidak mau mengumandangkan adzan di telinga sang bayinya yang lucu, Teuku Adam Al-Fatih. Wisnu menganggap mengucapkan “Allahu Akbar” dan “kalimat syahadat” sebagai upaya agar menjadi kalimat pertama yang didengarkan bayi adalah perbuatan sia-sia dan tidak ada dalilnya.

Tidak ada dalil atau tidak tahu dalil? Sekali lagi, tidak ada dalil atau tidak tahu dalil. Orang Wahaby dalilnya hanya satu, yaitu “perbuatan itu tidak ada dalilnya”. Itu saja diulang-ulang tidak ada yang lainnya. Begitulah cara-cara Wahaby untuk mengelabui orang awam. Tapi argumen seperti itu sangat lemah dan mudah sekali dipatahkan.

Marilah kita simak Hujjah Aswaja dari Pakar Aswaja Indonesia, KH Muhyiddin Abdusshomad, Mengenai Adzan Untuk Bayi yang baru lahir.

(Baca Juga: Hujjah Aswaja: Pengobatan Alternatif Menggunakan Doa)

Soal :

Anak merupakan karunia yang diberikan Allah SWT kepada sebuah keluarga. Namun, anak juga merupakan amanah Allah SWT yang mesti dijaga, dirawat sertas dididik oleh kedua orang tuanya. Mendidik anak harus dimulai sebelum anak itu lahir ke dunia, tidak hanya dilakukan setelah ia besar. Salah satu bentuk pendidikan terhadap anak adalah membacakan adzan dan iqamah ketika anak tersebut dilahirkan. Bagaimanakah hukum melakukan hal tersebut? Apakah pernah diajarkan Rasulullah SAW?

Jawab:

Ulama sepakat bahwa sunnah hukumnya mengumandangkan adzan dan iqamah pada saat seorang bayi terlahir ke dunia.

وَيُنْدَبُ اْلأَذَانُ لِأُمُوْرٍ أُخْرَى غَيْرِ الصَّلَاةِ مِنْهَا اْلأَذَانُ فِى أُذُنِ المَوْلُوْدِ اليُمْنَى عِنْدَ وِلَادَتِهِ كَمَا تُنْدَبُ الْإِقَامَةُ فِى الْيُسْرَى. (الفقه الاسلامى وأدلته ، ج ١ ص ٥٦١)

“Adzan juga disunnahkan untuk perkara selain shalat. Di antaranya adalah adzan di telinga kanan anak yang baru dilahirkan. Seperti halnya sunnah untuk melakukan iqamah ditelinga kiri.” (Al-Fiqh al-Islami wa Adillatuh, juz 1, hal 561)

Kesunnahan ini dapat diketahui dari sabda Nabi SAW yang diriwayatkan oleh Ubaidillah bin Abi Rafi’ :

عَنْ عُبَيْدِ اللهِ بْنِ أَبِي رَافِعٍ عَنْ أَبِيْهِ قَالَ رَأَيْتُ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه وسلم أَذَّنَ فِى أُذُنِ الْحَسَنِ بْنِ عَلِيٍّ حِينَ وَلَدَتْهُ فَاطِمَةُ بِاالصَّلَاةِ(سنن ابي داود ، رقم ٤٤٤١)

“Dari Ubaidillah bin Abi Rafi’ RA, dari ayahnya, ia berkata, “Aku melihat Rasulullah SAW mengumandangkan adzan ditelinga Husain bin Ali RA ketika Siti Fatimah melahirkannya. (Yakni) dengan adzan shalat.” (Sunan Abi Dawud [4441])

Lalu, tentang fadhilah dan keutamaannya, Sayyid ‘Alawi al-Maliki menyatakan :

اَلأَوَّلُ فِعْلُهُ فِى أُذُنِ المَوْلُوْدِ عِنْدَ وِلَادَتِهِ فِي أُذُنِهِ اليُمْنَى وَالْإِقَامَةُ فِي أُذُنِهِ الْيُسْرَى. وَهَذَا قَدْ نَصَّ فُقَهَاءُ الْمَذْهَبِ عَلَى نَدْبِهِ. وَجَرَى بِهِ عَمَلُ عُلَمَاءِ الْأَمْصَارِ بِلَا نَكِيْرٍ. وَ فِيْهِ مُنَاسَبَةٌ تَامَّةٌ لِطَرْدِ الشَّيْطَانِ بِهِ عَنِ الْمَوْلُوْدِ وَلِنُفُوْرِهِمْ وَفِرَارِهِمْ مِنَ الْآذَانِ كَمَا جَاءَ فِى السُّنَّةِ. (مجموع فتاوى ورسائل ، ١١٢)

“Yang pertama, mengumandangkan adzan di telinga kanan anak yang baru lahir, lalu membacakan iqamah di telinga kirinya. Ulama telah menetapkan bahwa perbuatan itu tergolong sunnah. Dan mereka telah mengamalkan hal tersebut tanpa seorang pun yang mengingkarinya. Perbuatan ini adalah relevansi yang sempurna untuk mengusir syetan dari ank yang baru lahir tersebut. Karena syetan akan terbirit-birit ketika mereka mendengar adzan, sebagaimana keterangan yang ada dalam Hadits. ” (Majmu’ Fatawi wa Rasail,112)

Menjadi jelas bahwa adzan untuk bayi yang baru dilahirkan itu memang sunnah hukumnya. Salah satu fungsinya adalah untuk mengusir syetan dari anak yang baru dilahirkan tersebut.

Demikianlah Kajian Hujjah Aswaja kali ini. Sampai Jumpa lagi dalam kajian hujjah aswaja lainnya.

(Baca Juga: Doa Anti Maksiat Dan Untuk Menggairahkan Ibadah)

KH Muhyiddin Abdusshomad, Pengasuh Pesantren Nuris Jember, Rois Syuriah PCNU Jember

Related Post