Cerpen Ini Ada Karena Dihukum *

  • * Karya : Sinta Louna Faaqi (Kelas XII PK MA)

Tangisku tumpah sudah, tak kuasa ku mendengar suara takbir yang saling bersahut-sahutan dari beberapa masjid yang ada di sekitar pesantrenku, yaitu Pesantren Nuris Jember. Saat itu, tepat malam idul adha, pengurus pesantren mengadakan kegiatan lomba gema takbir dan setiap wilayah harus mengeluarkan perwakilannya masing-masing 1 kelompok.

Sejak sore, saat awal ku mendengar takbir dari salah satu masjid yang ada di sekitar pesantren, air mataku sudah mulai berkumpul di pelupuk mata. Akan tetapi, masih ku tahan karena ku malu dengan teman-temanku. 3 tahun lamanya aku di pesantren, masih saja menangis saat idul adha seperti ini. Tapi, sejak ba’da maghrib, air mataku mulai mengalir satu per satu dan lama kelamaan semakin deras semakin tak terbendung.

Aku melirik jam yang menempel di dinding kamar. Jam menunjukkan tepat pukul 24.00. Tapi, mata ini masih juga belum mau terpejam. Padahal, aku ingin sekali memejamkan mataku saat itu, lelah setelah seharian melakukan berbagai kegiatan. Ku paksa berkali-kali agar bisa terlelap, tetapi entahlah ini sudah ke berapa kalinya aku mencobanya dan tetap gagal.

#          #          #

“Shinta, ayo bangun. Sana mandi, mumpung masih sepi.”suara seseorang yang terdengar samar-samar terasa tak asing bagiku. Ya, itu suara kakak kelasku yang bernama Rizka.

“Iya dek, sana cepetan. Nanti keburu ramai. Anak-anak punya tempat lho.”suara yang tak lain adalah suara mbak Diana.

“Iya mbak.”jawabku dengan malas seraya menjulurkan tangan ke arah mbak Diana sebagai tanda aku memintanya untuk menarik tanganku. Dan dia pun menarikku hingga aku berada dalam posisi berdiri.

Berat sekali mata ini untuk dibuka. Memang saat itu mataku bengkak gara-gara sehari kemarin aku menangis. Rasa rindu pun muncul kembali. Tapi, aku tak ingin larut dalam kesedihan terus-menerus. Aku pun bergegas ke kamar mandi untuk mandi besar hari raya idul adha.

Setelah mandi, aku bergegas ke masjid untuk melaksanakan sholat shubuh jamaah.

#          #          #

“Dek, ayo berangkat ke masjid.”ajak mbak Rizka dan beberapa kakak kelasku yang lain.

“Iya, mbak.”jawabku dan langsung bergegas keluar kamar menyusul mereka yang lebih dulu keluar kamar.

Sesampainya di depan gerbang pesantren, jamaah sudah membuat shaf dan sudah banyak santri yang berkumpul. Aku dan kakak-kakakku mendapat shaf tengah tetapi, di tengah jalan. Memang, saat-saat seperti ini, jalan raya depan pesantren di tutup, karena masjid yang tersedia tak mampu menampung seluruh santri dan jamaah lain dari masyarakat sekitar.

“Disini aja dah.”kataku.

“Iya dah. Biar pulangnya juga enak.”jawab mbak Bila.

#          #          #

Sholat hari raya berjalan dengan khidmat saat itu. Tak terasa pelaksanaan sholat pun selesai, dan para santri berbondong-bondong untuk bersalaman dengan Bu Nyai Hj. Hodaifah, akan tetapi ada juga yang langsung menuju asrama.

Setelah salin jilbab, para santri pun bergegas berkumpul di halaman pesantren untuk melakukan halal bi halal bersama neng Dian, yaitu pengasuh asrama daltim dan istri dari Gus Robith Qoshidi, Lc. Lantunan sholawat Nabi mengiringi kami melakukan halal bi halal. Begitu sejuk di hati. Pikiran dan banyanganku kembali mengingat kedua orang tuaku yang berada di perantauan sana. Betapa rindunya diri ini pada beliau-beliau.

“Dek Shinta nganggur?”tanya ustadzah Anisa dan membuyarkan lamunanku tentang orang tuaku.

“Eh, iya ustadzah”jawabku singkat.

“Bantuin mbak-mbaknya bakar sate ya.”perintahnya.

“Iya ustadzah.”patuhku.

Aku pun meng-iya-kan. Agar aku tak selalu mengingat-ingat dan tak larut dalam kesedihan terus-menerus. Aku langsung menggantikan posisi salah satu kakak kelasku yang lelah dan ingin istirahat. Berkumpul bersama beberapa teman se-angkatan-ku yang juga di perintah oleh sang ustadzah. Dan memang, aku sangat suka bakar sate. Hampir setiap tahun selama aku di pesantren ini, aku selalu ikut dan tak mau ketinggalan dalam kegiatan bakar sate yang diadakan oleh Gus dan Ning setiap idul adha.

“Aku mau gantiin samean dah mbak”pintaku.

“Ini kipasnya. Makasih ya dek.”katanya

“Iya mbak. Sama-sama”

“Shinta, sini sama aku.”panggil salah satu temanku yang bernama Dinda. Aku pun berlari menuju dirinya.

“Bakar sama aku ya.”kata Dinda.

“Iya dah.”jawabku.

“Kamu nggak pulang?”tanyanya.

“Nggak. 4 tahun aku disini, idul adha nggak pernah aku dikirim. Apalagi pulang.”timpalku

“Masa sih,?”tanyanya dengan raut wajah tak percaya. Tapi, itulah kenyataan yang memang benar-benar terjadi dalam diriku.

Hari pun semakin siang. Santri yang ikut bakar sate bersamaku satu per satu hilang. Wali santri semakin ramai, mereka semua bertujuan untuk menjemput anak-anaknya. Memang, di saat-saat seperti ini, perizinan memberi dispensasi buat semua santri yang ingin pulang dengan batas waktu pukul 17.00 sore harus sudah kembali ke pesantren. Sate-sate yang ku bakar juga sudah sisa beberapa yang sengaja di sisihkanoleh ustadzah untuk sarapan aku, Dinda dan ustadzah Maktub. Di sela-sela membakar, kami bermain arang dengan mengusapkan ke wajah teman-teman yang lain. Dan mukaku beberapa kali menjadi sasaran beberapa temanku yang sengaja mengusapkan arang itu ke wajahku. Wajahku pun penuh dengan coretan arang hitam. Beberapa wali santri juga terlihat heran da nada juga yang tertawa melihat tingkah laku kami. Mungkin pikirnya, “mereka begitu bahagia walaupun tanpa orang tua mereka”.

“Ayo dah. Di beresin. Udah banyak juga satenya, apalagi kalian belum sarapan kan?”ajak ustadzah Maktub

“Iya ustadzah.”jawab kami singkat. Aku dan Dinda serta teman-teman yang lain bergegas membersihkan sisa-sisa dan alat-alat yang kami gunakan untuk membakar sate.

Usai bersih-bersih, teman-teman yang lain pun melangkahkan kaki menuju kamar masing-masing untuk istirahat, ada juga yang menuju kamar mandi untuk mandi membersihkan diri mereka. Lain halnya aku, Dinda dan ustadzah Maktub, kami menuju dapur untuk mengambil nasi dan bumbu sate. Rezeki kami ternyata masih tertunda. Nasi di dapur ternyata habis.

“Mama, nasinya habis mah?”tanyaku kepada ibu-ibu yang bertugas di dapur menyiapkan makan santri, biasanya kami memanggil mereka dengan panggilan mama.

“Iya, ini masih masak lagi, tunggu aja 1 jam lagi.”kata mama.

Kamipun pasrah, kami lebih memilih menunggu. Sambil menunggu kami bercerita, bermain, sekalian mencari-cari nasi dari teman-teman kita. Tapi, kami tak memperoleh apapun. Muka kami tetap penuh dengan coretan arang yang di usapkan tadi.

Setelah nasi matang, kami pun makan bersama beberapa ustadzah lainnya. Usai makan, aku kembali ke kamar mempersiapkan alat mandi dan mencuci serta istirahat sejenak. Tak lama kemudian…..

“Ada Shinta Louna Faaqi’?”tanya mbak Irda.

“Iya mbak. Ada aku.”jawabku

“dikirim dek!”katanya. aku merasa tak percaya dengan kabar itu. tak biasanya aku dikirim saat lebaran idul adha. “Cepet dek. Di tungguin.”katanya lanjut.

Aku pun langsung bergegas ke tempat pengiriman, dan tak di sangka ternyata kakak kandungku yang meyambangiku. Aku pun bahagia. Tapi, aku juga malu karena mukaku masih banyak dengan coretan arang tadi. Setelah aku temui, aku pun izin untuk mandi sebentar. Dengan segera aku mandi dan salin baju. Usai mandi, aku menuju kakakku lagi. Kami bercerita kesana kemari sambil makan es krim.

“Nggak mau jalan-jalan?” tanyanya

“Iya. Ayo.”jawabku

Tiba-tiba suara hp kakak berbunyi. Ternyata, Ibu yang menelepon kami. setelah kami minta izin untuk jalan-jalan, ibu berkata nggak usah, pulang aja. Nanti sore baru balik. Sekalian ke kota kalau balik. Perintahnya.

Kami pun nurut pada Ibu. Kami pulang terlebih dahulu untuk menyambang nenek dan kakek yang sedang sakit.

#          #          #

Tepat pukul 3 sore kami keluar dari rumah. Kami menuju pusat perbelanjaan roxy hingga pukul 4 sore. Setelah itu, kami menuju indomaret membeli keperluanku di pesantren. Waktu kami tak banyak, jam menunjukkan pukul setengah 5 sore. Kakak melaju dengan kecepatan tinggi takut aku telat sampai di pesantren. Tepat pukul 16.45 aku berada di pesantren. Selamatlah, masih kurang 15 menit lagi perizinan di tutup. Kakak pun bergegas pamit untuk langsung pulang, karena masih harus mencari obat buat kakek dan nenek.

#          #          #

2 bulan kemudian….

Saat itu, aku menjadi anggota tim website pesantrennuris.net yang memang di pilih langsung oleh Gus Robith Qoshidi, Ustadz Faizal dan Ustadzah Alivia. Sehari-hari tugas kami adalah mencari, membuat dan mengupload berita dan tulisan-tulisan lainnya ke web pesantrennuris.net. Saat itu pula peringkat web kami naik dengan drastis. Kami sangat bersyukur dan senang, kami juga semakin semangat dalam bekerja. Di tengah semangat kami yang membara ada hal yang membuat kami terlena dengan fasilitas yang telah diberikan oleh pengasuh. Kami sering membuka situs-situs akun pribadi kami, seperti facebook, menonton youtube, menonton film hingga larut malam, mendownload film, dan lain sebagainya.

Pada saat hari Minggu yang cerah, aku di panggil oleh ustadzah Widad yang tak lain adalah ketua pondok kami.

“Saya mau kumpul dengan anak website semua sekarang bisa?”tanyanya

“Iya ustadzah.”jawabku singkat.

Aku pun langsung memanggil seluruh rekan-rekan website untuk segera berkumpul di depan kamar ustdzah Widad. Rekan-rekanku juga langsung berdatangan. Awalnya, ustadzah bertanya tentang kinerja kami, dan merembet pada fasilitas yang ada. Dan tak di sangka kami secara tiba-tiba di tanya tentang apa saja pelanggaran yang pernah kami perbuat, dan kami di minta untuk menjawab dengan penuh kejujuran agar ustadzah tidak marah kepada kami. Kami pun menjawab dengan penuh kejujuran, tak ada yang kami tutupi. Setelah itu, kami di suruh menulis surat pernyataan pelanggaran keamanan dan menuliskan semua jenis pelanggaran kami dengan detail. Kami pun menurutinya, dan menandatanganinya. Kita juga masih mendapat teguran, tetapi kami juga mendapat sanksi fisik berupa mengurus seluruh bak mandi yang ada di asrama daltim. Dengan nada tegas kami menjawab “Baik Ustadzah”. Kami siap menjalani hukuman itu, karena memang kami melakukan kesalahan yang cukup besar.

Beberapa hari kemudian, kami pun menguras dan membersihkan bak dan kamar mandi serta tandon, kami melakukannya selama 2 hari berturut-turut. Kami lakukan dengan semangat dan penuh ke-ikhlasan sebagai tebusan atas kesalahan yang telah kami lakukan.

Beberapa hari kemudian, aku dan kawan-kawan sekamarku di panggil lagi oleh pengurus kebersihan, dan di suruh menguras 2 bak air di kamar mandi karena kamar kami termasuk “KAMAR TERKOTOR yaitu kamar YAMAN 3”. Aku kembali menguras bak kamar mandi, tetapi kawan-kawan ku berbeda. Kali ini aku menguras dengan teman sekamarku.

#          #          #

Beberapa minggu kemudian…..

Anggi, salah satu anggota tim web kami, di panggil oleh ustadzah. Dan ternyata ada isu-isu bahwa kmai melanggar untuk kedua kalinya, tetapi untunglah tak terlalu di perpanjang oleh ustadzah untuk masalah ini. Masalah ini di karenakan ada beberapa teman-teman kami yang membuka situs youtube hingga larut malam, dan di temu oleh salah satu ustadzah kami saat itu. Kami pun mulai kapok dan berjanji untuk tidak mengulanginya lagi. Dan sejak saat itu, kami di anggap buruk oleh para ustadzah dan teman-teman sekitar kami yang memang tak suka pada kami. Kami terpojokkan. Tak ada semangat yang membara lagi. Sejak itu kami jarang bekerja. Kinerja kami turun, tapi, untunglah, pringkat web kami tidak turun.

Semangatku dalam melakukan apapun hilang dan rasanya aku telah tak kerasan berada di pesantren ini.

#          #          #

Liburan pun tiba. sehari sebelum kami pulang, kami berkumpul dengan ustadz Achmad Faizal selaku pembina kami membahas apa aja yang akan kita upload saat liburan dan bagaimana prosesnya.

Saat liburan tiba, tak ada satu pun diantara kami yang membuat tulisan yang telah kami rancang. Kami juga bingung, kami takut pringkat web kami turun.

#          #          #

Kembali ke Pesantren….

Kami kembali ke pesantren sebelum tahun baru. Dikarenakan tanggal 2 Januari kami sudah sekolah lagi. Awal kembali, kami masih belum aktif karena masih proses adaptasi setelah liburan. Peraturan pesantren juga belum aktif.

Sejak setelah liburan, kinerja kami menurun. Ranking kami pun menurun dengan drastis. Kami berusaha untuk menaikkan kembali, tapi apalah daya, semakin hari semakin menurun ranking web kami. Semangat yang membara seperti dulu telah hilang dan lenyap di telan keseharian kita yang juga tak terlalu bersemangat.

2 minggu di pesantren, kami kembali di suruh menguras dan membersihkan kamar mandi dengan predikat “KAMAR TERKOTOR yaitu kamar YAMAN 1 yang memang kamar website”. Untuk ke-tiga kalinya kami menguras dan membersihkan kamar mandi. Hahaha…

Beberapa minggu kemudian, kami mendapat predikat  KAMAR TERKOTOR lagi, tapi kali ini sanksi fisik yang kami terima berbeda dengan yang sebelumnya, yaitu mencuci tempat sampah se-pondok. Serunya….

#          #          #

Malam minggu yang free, kami habiskan untuk istirahat dari berbagai kegiatan yang ada. Saat itu, komputer di kamar kami, menerima sinyal wifi dari dhalem. Kami meng-upload, dan mencari berita dari komputer kamar saja. Saat itu, beberapa anak sedang tidur dengan pulasnya. Hanya 4 anak yang saat itu terjaga, yaitu Alifia, Bela, Nabila dan Anggi. Mereka semua terfokus pada komputer yang saat itu sedang membuka situs body painting. Dan tiba-tiba…

“Hayo,,, buka apa kalian?”tanya ustadzah Alivia selaku pembina kami di website dan di kamar. Para rekan-rekanku terperanjat kaget ketika mendengar suara itu.

“Nggak ustadzah, kami lihat itu ustadzah tubuhnya orang yang di gambar dan di warnai seperti memakai pakaian, tapi sesungguhnya itu tidak memakai pakaian.”jawab Alifia

“Body painting kan? Aku tahu dek.”katanya dengan nada yang agak meninggi. “Sekarang, kalian ber-empat saya hukum buat berita. Ini ada 2 berita, satu berita 2 orang dan ini bahannya,.”lanjutnya.

“Baik ustadzah.”jawab mereka secara bersamaan.

Dan tak sengaja Alifia membuka situs download, ustadzah pun memperhatikannya dan tiba-tiba langsung bertindak spontan.

“Apa itu? Kalian download apa itu?”tanya beliau dengan nada suara yang agak tinggi.

“Kalian kenapa buka-buka seperti ini, sampai download-download lagi. Sama aja kalian menyalahgunakan fasilitas ini. Ini milik pengasuh dek. Sungguh dek, aku kecewa. Kecewa banget sama kalian.”katanya sambil mematikan komputer dan mencabut USB wifi dan langsung keluar kamar.

Mereka pun membangunkan teman-teman yang sedang tidur, termasuk aku. Akupun langsung kaget dan langsung terbangun. Tak bisa tertidur kembali hingga larut malam.

Sejak saat itu, kami merasa sangat bersalah dan menyesal. Dan kondisi ustadzah saat itu sedang sakit. Sangat memprihatinkan. Dan sejak saat itu, ustadzah tak kembali ke kamar. Ustadzah tidur di kamar ustadzah lainnya. Kami di kamar kebingungan dan rasanya ingin sekali segera meminta maaf kepada beliau.

Keesokannya, saat hari minggu pagi ustadzah Widad mendatangi kamar kami dengan tujuan menegur dan meminta kami untuk kembali menulis surat pernyataan yang ke-dua kalinya. Beberapa teman kami ada yang menangis hingga sesak dadanya. Saat itu, aku sedang mengikuti tadarus murajaah hafalan Al-Qur’an di aula daltim. Maka dari itu, aku tak terlalu memahami apa yang di bicarakan oleh ustadzah Widad.

#          #          #

Ba’da Maghrib…

“Anak website kelas 2 di suruh kumpul di kamar sama ustadzah Alivia sekarang. Kalau sudah kumpul semua suruh panggil di kamar ustadzah Aisyah Barsuni.”kata salah satu santri yang di pakon oleh ustadzah Alivia.

Kami pun bergegas menuju kamar. Rasanya, kami tak siap bertemu dengan ustadzah. Sangat malu dan sungguh memalukan. Setelah semua berkumpul, perwakilan di antara kami menjemput ustadzah di kamar ustadzah Aisyah Barsuni.

Tak lama kenudian, ustadzah datang. Sunyi beberapa menit.

“Assalamualaikum warahmatullahi wabakatuh”buka beliau.

“Waalaikumsalam warahmatullahi wabarakatuh”jawab kami serentak.

Ustadzah mengungkapkan perasaan ustadzah saat itu, semua uneg-uneg tentang kami ustadzah keluarkan. Dan tak terasa bulir-bulir air mata kami jatuh satu-per-satu. Semakin lama semakin deras. Ustadzah menanyakan alasan kami membuka situs itu, tetapi kami hanya bisa diam dan tak bisa mengeluarkan sepatah kata pun..

Kami kembali mendapat hukuman dari pengurus berupa menguras dan membersihkan kamar mandi lagi yang entah belum kita ketahui kepastian waktunya. Ustadzah Alivia sendiri memberi kami hukuman berupa membuat sebuah cerpen tentang kisah nyata kami selama di pesantren Nuris ini, dengan sudut pandang orang pertama, dan deadline tanggal 23 Februari yaitu ESOK….

Sebelum ustadzah keluar, kami mengucapkan kalimat maaf berkali-kali kepada ustadzah sebagai tanda penyesalan kami yang sangat mendalam. Suara tangis kawan-kawan terdengar sangat jelas semuanya. Dan satu pesan dari ustadzah…

“Jangan di ulangi kembali. Jangan sampai kalian jatuh di lobang yang sama. Jadikan ini pelajaran buat kalian, dan dengarkan jika ada teman, atau siapapun yang menasehati kalian. Jangan di sepelekan.”pesannya.

Sejak saat itu, kami telah berjanji pada diri kami agar tidak jatuh pada lobang yang sama. Maksudnya, tidak akan mengulanginya kembali. Cukuplah ini yang terakhir kali kami melakukan khilaf. Dan sekarang prinsip kami adalah “Saling mengingatkan dan jangan sepelekan itu”.

Sekarang, 22 Februari 2017 dan esok 23 Februari 2017 adalah deadline cerpen hukuman ini. Tepat pukul 22:55 WIB cerpen ini di tutup.

Hanya ini yang bisa saya ceritakan. Terima kasih.

 

Related Post