Dosen Muda dan Menginspirasi Inilah Sosok A. Ginanjar Sya’ban

Ahmad Ginanjar Sya’ban adalah seorang tokoh hebat. Bagaimana tidak? Pria kelahiran Majalengka, 22 Juni 1984 ini besar dalam tradisi lingkungan pesantren. Dia adalah putra dari bapak Saefullah Ayahnya adalah seorang aktivis dan ketua PCNU di Majalengka.

Saat ini, pria yan kerap disapa Gus Aceng ini menjadi salah satu tenaga pengajar atau dosen di salah satu universitas bergengsi di Jakarta. Gus Aceng merupakan salah satu dosen yang digemari banyak mahasiswanya. Beliau populer sebagai dosen muda, ganteng, suka ilmu dan belajar, dasar ilmunya kuat, bacaannya luas, semangat, tawadhu’ dan open minded. Beliau berhasil membuat mahasiswa tercengang setelah menjelaskan detail sambung-sinambung keilmuan, peradaban, dan mata rantai (sanad) ulama.

Perjalanan panjang dalam pendidikan sudah dilalui oleh Gus Aceng. Beliau menempuh pendidikan kepesantrenan nulai dari rumahnya kemudian ia teruskan ke pesantren An-Nawawi Majalenka (1995-1998) dan di Pesantren Lirboyo Kediri (1998-2002). Setelah itu, beliau meneruskan pendidikan ke Jakarta lalu ke Universitas Al-Azhar Kairo Mesir sejak 2002.

A Ginanjar Sya’ban adalah kolektor naskah-naskah Islam Nusantara lahir di Luwimunding Majalengka pada 22 Juni 1984. Beliau besar dalam tradisi pesantren.  Ayahnya Saefullah adalah aktivis dan ketua PCNU di Majalenka. Beliau menempuh pendidikan kepesantrenan mulai dari rumahnya kemudian ia teruskan ke pesantren An-Nawawi Majalengka (1995-1998) dan di Pesantren Lirboyo Kediri (1998-2002).

Sejak tahun 2013 sampai 2016 aktif pulang pergi Arab Indonesia karena menyelesaikan program FPAI Universitas Ahmad Dahlan Yogyakarta, Program Pasca Sarjana Magister FIB Universitas Padjajaran Bandung 2013 dan juga program Pasca Sarjana Doctoral FIB Universitas Padjajjaran Bandung 2016.

Selama di Mesir beliau juga menjadi staff pengajar bahasa Indonesia untuk penutur asing pada saat studi Indonesia. Beliau juga belajar di fakultas sastra dan humaniora dan menjadi tenaga penerjemah di kantor pendidikan dan kebudayaan KBRI Kairo (2010-2016).

Beliau menerjemahkan beberapa novel bahasa Indonesia ke dalam bahasa Arab, di antaranya novel Tenggelamnya kapal Vandewidjk, Ayat-ayat Cinta dan Ketika Cinta Bertasbih.

(Baca juga: Mengenang Jenderal Soedirman, Tunas Kekuatan TNI Sejak 72 Tahun Lalu)

Tidak hanya itu, beliau juga menerbitkan sebuah buku yang berjudul Mahakrya Nusantara yang berisi kitab, manuskrip, dan korespodensi ulama Nusantara. Hebatnya, sekarang beliau juga menjadi direktur Islam Nusantara Center Jakarta. (Red/INT)

 

 

Related Post