Sejarah dan Makna Idul Adha

Pesantren Nuris– Selain hari raya Idul Fitri, umat Islam juga memiliki hari raya Idul Adha. Hari raya Idul Adha dilaksanakan pada tanggal 10 Dzulhijjah, tepat 70 hari setelah perayaan Idul Fitri. Selain itu, hari raya Idul Adha juga dikenal dengan “Hari Raya Haji”, karena umat muslim yang  menunaikan ibadah haji sedang melakukan ibadah yang utama yaitu wukuf di Arafah. Hari raya Idul Adha juga disebut “Idul Qurban”, karena  umat muslim yang belum mampu menunaikan ibadah haji diberi kesempatan untuk berkurban dengan menyembelih hewan qurban sebagai simbol ketaqwaan dan kecintaan kepada Allah Swt.

(baca juga: Tunaikan Puasa Tarwiyah dan Arafah di Bulan Dzulhijjah)

Idul Adha dekat sekali dengan peristiwa qurban, yaitu ketika nabi Ibrahim mengorbankan putranya Ismail untuk Allah Swt, kemudian digantikan oleh-Nya dengan domba. Sama halnya dengan Idul Fitri, di hari raya Idul Adha, umat Islam berkumpul dan melakukan shalat Ied berjamaah. Biasanya setelah shalat dilakukan penyembelihan hewan qurban, guna memperingati perintah Allah kepada Nabi Ibrahim yang menyembelih domba sebagai  pengganti putranya.

(baca juga: Idul Adha, Nuris Nyate Bareng)

Hari raya Idul Adha menyadarkan kita makna pengorbanan. Kepasrahan, ketaatan, dan kecintaan Nabi Ibrahim kepada Allah Swt seharusnya menjadi tauladan bagi umat Islam. Apabila dianalogikan dengan keadaan saat ini, simbolisasi Ismail sebagai suatu benda yang sangat dicintai adalah rumah mewah, uang yang melimpah, perhiasan yang indah, jabatan yang tinggi, dan lain-lain. Momen Idul Adha memberikan pelajaran kepada kita untuk selalu berbagi dengan orang yang membutuhkan. Tujuannya adalah untuk mendekatkan diri dan mencapai ketaqwaan kepada Allah Swt, serta mengikis sifat-sifat pelit, kikir, serakah, tamak, dan lain-lain. Semua yang kita miliki saat ini adalah titipan Allah Swt yang sewaktu-waktu bisa diambil. (red/yuv)

 

 

Related Post