Khatib Jumat Memegang Tongkat

Soal :

Ketika khatib hendak naik ke mimbar, maka bilal Jumat biasanya menyerahkan tongkat kepadanya. Dan khatib memegang tongkat tersebut selama khutbah dibacakan. Adakah dalil yang membenarkan memegang tongkat tersebut?

Jawab:

Jumhur (mayoritas) ulama mengatakan bahwa sunnah hukumnya bagi seorang khatib memegang tongkat dengan tangan kirinya pada saat membaca khutbah. Dijelaskan oleh Imam Syafi,i RA di dalam kitab al-Umam yang artinya “(Umam Syafi’i RA berkata) mudah-mudahan Allah Swt memberikan rahmat kepada beliau, dan telah sampai kepada kami (berita) bahwa ketika Rasulullah Saw berkhutbah, beliau berpegang pada tongkat. Ada yang mengatakan, beliau berkhutbah dengan memegang tongkat pendek dan anak panah. Semua benda-benda itu dijadikan tempat bertumpu (pegangan), Al-Rabi mengabarkan dari Imam Syafi’i dari Ibrahim, dari Laits dan Atha’ jika Rasulullah Saw berkhutbah beliau memegang tongkat pendeknya untuk dijadikan tumpuan”. (Al-Umm, juz 1, hal 272).

Hal didasarkan pada pda hadits Nabi Saw yang artinya “Diriwayatkan dari Sa’id bin A’idz, “Sesungguhnya Rasulullah Saw ketika berkhutbah dalam kondisi perang, beliau memegang busur panah. Dan manakala berkhutbah untuk shalat Jumat, beliau memegang tongkat,” (Sunan Ibn Majah, [1096]).

(baca juga: Hujjah Aswaja : Al-Barzanji Pengarang Sholawat Al-Barzanji)

Hadits ini secara tegas menjelaskan bahwa Nabi Saw memegang tongkat ketika membaca khutbah. Dalam Hadits yang lain Nabi Muhammad Saw bersabda yang artinya “Dari Syu’aib bin Zuruya al-Tha Ifi ia berkata “Kami menghadiri shalat Jumat pada suatu tempat Rasulullah Saw. Maka beliau berdiri berpegangan pada sebuah tongkat atau busur panah.” (Sunan Abi Dawud [824]).

Mengomentari hadits ini, al-Shan’ani, mengatakan yang artinya “Hadits itu menjelaskan tentang kesunnahan khatib memegang pedang atau semacamnya pada waktu menyampaikan khutbahnya.” (Subul al-Salam, juz II, hal 59).

Lalu, apakah fungsi memegang tongkat tersebut? Dalam kitab Ihya’ Ulum al-Din, al-Ghazali menjelaskan bahwa “Apabila muadzdzin telah selesai (adzan), maka khatib berdiri menghadap jama’ah dengan wajahnya. Tidak boleh menoleh ke kanan dan ke kiri. Dan kedua tangannya memegang pedang yang ditegakkan atau tongkat pendek serta (tangan yang satunya memegang) mimbar. Supaya dia tidak mempermainkan kedua tangannya. (Kalau tidak begitu) atau dia menyatakan tangan yang satu dengan yang lain.” (Ihya’ Ulama al-Din, juz I , hal 180).

Hal yang sama juga dikemukakan oleh al-Shan’ani dalam kitab Subul al-Salam yang artinya “Hikmah dianjurkannya memegang tongkat itu untuk mengikat hati (agar lebih konsentrasi) dan agar tidak mempermainkan tangannya”. (Subul al-Salam, juz II, hal 59)

(baca juga: Hujjah Aswaja : Shalat ‘Id di Lapangan atau di Masjid?)

Jadi, berdasarkan dalil-dalil tersebut, seorang khatib disunnahkan memegang tongkat saat berkhutbah. Tujuannya selain mengikuti Rasulullah Saw, juga dimaksudkan agar seorang khatib lebih khusyu’ dan berkonsentrasi pada khutbah yang disampaikannya.

Sumber: KH Muhyiddin Abdusshomad. 2010. Fiqih Tradisionalis. Surabaya: Khalista.

Related Post