Seno Gumira Ajidarma: Tak Mau Disebut Sastrawan

Penulis: Muhammad Qorib hamdani*

 “Belajar menulis adalah belajar menangkap momen kehidupan dengan penghayatan paling total yang paling mungkin dilakukan oleh manusia.

Kata kata di atas menunjukkan seorang cerpenis, esais, wartawan, dan pekerja tetaer yang tengah menunjukkan apa yang sedang dilakukan oleh penulis pemula. Seno Gumira Ajidarma atau biasa dipanggil Mira Sato adalah seorang sastrawan yang tidak mau disebut sebagai sastrawan. Nama Mira Sato digunakan sebagai nama samaran yang digunakan untuk menulis puisi sampai pada tahun 1981.

Sastrawan Indonesia ini lahir di luar negeri pada tanggal 19 Juni 1958 tepatnya di Boston Amerika Serikat. Meskipun Seno lahir di luar negeri, akan tetapi ia dibesarkan di Indonesia, Yogyakarta. Ayah dan ibunya bukan dari orang biasa, akan tetapi juga orang besar.

(Baca juga: oki setiana dewi, muda, bertalenta, sosok inspiratif muslimah indonesia)

Ayahnya adalah Prof. Dr. MSA Sastrosmidjojo, sebagai dosen di Universitas Gadjah Mada, salah satu guru besar Fakultas MIPA. Sedangkan ibunya seorang dokter spesialis penyakit dalam bernama Poestika Kusuma Sujana.

Pada tahun 1981 Seno mendapat kebahagiaan menyanding pasangan dengan Ikke Susilowati. Tidak lama kemudian Seno diberi beban dengan dikaruniai seorang anak yang diberi nama Timur Angin.

Latar belakang pendidikannya semua jenjang pendidikan dari SD sampai SMA semuanya telah dihabiskan di Yogyakarta. Selanjutnya ia kuliah di Jurusan Sinematografi, tepatya di Lembaga Kesenian Jakarta (LPKJ) pada tahun 1977. Pada tahun 2000 ia menyelesaikan stdudi Magister Ilmu Filsafat di Universitas Indonesia dan selanjutnya lima tahun ia menyelesaikan Doktor Ilmu Sastra di Universitas Indonesia.

(Baca juga: kisah inspiratif dari wirda mansyur)

Pikiran Seno mulai menginjak dunia seni sejak berusia 17 tahun. Saat itu Seno terlibat dalam dunia seni karena ia menjadi anggota rombongan sandiwara Teater Alam Pimpinan Azwar A.N. Dari dunia teaterlah Seno perlahan masuk ke dunia sastra. Karya pertama ia buat berbentuk puisi yang dimuat dalam rubrik “Puisi Lugu” dalam majalah Aktuil, asuhan Remy Silado.

Kemudia Seno mulai percaya diri dan memulai mengarang cerpen dan esai. Karya cerpen pertamanya berjudul “Sketas dalam Satu Hari” yang dimuat dalam surat kabar Berita Nasional Tahun 1976. Dan esai pertamanya dimuat dalam harian Kedaulatan Rakyat, Yogyakarta.

Dunia watawan pun ia jelajahi pada tahun 1977, meskpiun pada saat itu hanya menjadi pembantu lepas harian Merdeka. Kariernya tidak berhenti di situ saja, Seno melamar pekerjaan di majalah kampus Cikini, alhasil Seno diterima dan dijadikan sebagai pimpinan redaksi Sinema Indonesia pada tahun (1980), dan sebagai redaktur mingguan Zaman pada tahun (1983-1984). Seno juga bekerja di Majalah-Jakarta pada tahun (1985-1992).

Awal pada tahun 1992, majalah Jakarta berhenti terbit, dan Seno harus menerima kenyataan saat itu Seno menjadi redaktur pelaksana dan melepaskan pekerjaannya. Akhirnya Seno menganggur dan ia sempat berhenti kuliah dan melanjutkan studinya di Jurusan Sionematografi di LPKJ yang telah berkembag menjadi Fakultas Televisi dan Film, Institut Kesenian Jakarta (IKJ).

Karya-karyanya sudah banyak diterbitkan di media-media bergengsi seperti Kompas. Saat itu Seno pernah menjadi cerpen terbaik versi Kompas yang berjudul “Cinta di Atas Perahu Cadik”. dan masih banyak  lagi penghargaan yang telah diterima oleh Seno.

Sumber gambar: m.mediaindonesia.com

Penulis merupakan siswa kelas XII PK A MA Unggulan Nuris yang aktif di ekstrakurikuler jurnalistik

Related Post