Mengupas Tuntas Keseruan Novel Negeri 5 Menara

Judul                            : Negeri 5 Menara
Penulis                          : Ahmad Fuadi
Tahun Terbit                : Juli 2009
Penerbit                        : Gramedia Pustaka Utama
Jumlah Halaman           : 416 Lembar
ISBN                           : 978-979-22-4861-6
Presensi                       : Aulia Nurdin Assidiqi*

Negara 5 Menara adalah sebuah karya Ahmad Fuadi yang dirilis dan di terbitkan pada tahun 2009. Novel ini menceritakan kehidupan 6 santri dari 6 daerah yang berbeda untuk menuntut ilmu di Pondok Madani (PM) Ponorogo Jawa Timur yang amat jauh dari rumah, keluarga, dan family hingga mereka pun mampu mewujudkan impian mereka untuk menggapai jendela dunia. Mereka adalah :

Alif Fikri Chaniago dari Minangkabau, Raja Lubis dari Medan, Said Jufri dari Surabaya, Dulmajid dari Sumenep, Atang dari Bandung dan Baso Salahuddin dari Gowa.

Mereka sekolah, belajar dan berasrama dari kelas 1 sampai kelas 6. Setiap hari mereka salalu bersama hingga timbullah rasa kekeluargaan sehingga mereka semakin akrab dan memiliki satu kegemaran yang sama yaitu duduk di bawah menara Pondok Madani. Dari kegemaran itulah mereka semua menyebut diri mereka sebagai Sahibul Menara.

Sinopsis

Alif, sang tokoh utama dalam novel ini, dikisahkan bahwa ia tidak pernah menginjak tanah di luar daerah asalnya yakni Minangkabau. Pada masa kecilnya, Alif selalu melalui dengan berburudurian runtuh di rimba Bukit Barisan, main bola di sawah, dan mandi di air biru Danau Maninjau. Dan tiba-tiba saja dia harus merantau melewati punggung Sumatra menuju perkampungan kecil di pelosok Jawa Timur untuk menimba ilmu di Pondok Madani. Hari pertama di Pondok Madani itu, Alif terkemuka dengan “Mantra” man jadda wajada, barang siapa yang bersungguh-sungguh pasti akan sukses yang di berikan oleh seorang ustad pada saat mengajar Alif. Di pondok inilah Alif bertemu dengan teman-temannya yang berasal dari daerah yeng berbeda seperti Raja, Dulmajid, Atang, Baso, dan juga Said.

Novel “Negeri 5 Menara” karya A. Fuadi, memang hebat! Novel pertama dari trilogi ini menunjukkan banyak sekali keunggulan. Sebab itulah, novel ini kemudian menjadi national best seller dan sebagai Indonesia’s Monst Inspiring Novel. Mari kita lihat beberapa bukti-bukti dngan sedikit menguak isi dalamnya.

Yang pertama, novel ini memiliki sarat dengan matan motivasidan inspirasi. Simaklah, misalnya, kata-kata yang diucapkan oleh Ustad Salman kepada santrinya, termasuk sang tokoh Alif, di Pondok Madani tentang hidup itu perlu dengan adanya misi. “Misi yang dimaksud adalah ketika kalian melakukan sesuatu hal positif dengan kualitas sangat tinggi dan di saat yang sama menikmati prosesnya. Bila kalian merasakan sangat baik dalam melakuakan suatu hal dengan usaha yang minimum, mungkin itu adalah misi hidup yang diberikan Tuhan. Carilah misi kalian masing-masing. Mungkin misi kalian adalah penghafal Al-Qur’an, mungkin menjadi seorang ulama’, mungkin membaca puisi, mungkin menulis, mungkin apa saja.”(hal.106).

(Baca juga: kata siapa hijabers tak bisa jadi traveler buku ini jawabannya)

Tentang niat untsuk sukses pun terselipkan dengan amat manisdan tanpa adanya paksaan yang muncul dari perkataan Ustad Salman. Pada halaman 107, Misalnya, ada jurus yang dimana jurus ini untuk mempersiapkan diri kita untuk menuju kesuksesan yang kita inginkan. Seperti apa? “….ada dua hal yang paling penting dalam mempersiapkan diri untuk sukses, yaitu going the extra milles. Tidak menyerah dengan rata-rata. Kalau orang belajar 1 jam, dia kan belajar 5 jam, kalau orang berlari 2 kilo, dia akan berlari 3 kilo, kalau orang tersebut menyerah pada menit ke 10, maka diakan menyerah pada menit ke 20. Dia selalu berusaha meningkatkan diri lebih dari orang biasa,” ujar Ustad Salman di hadapan seluruh santrinya di Pondok Madani.

“Resep lainnya adalah tidak pernah menginzinkan kalian dipengaruhi unsur dari luar diri. Oleh siapa pun, apa pun, dan suasana apa pun. Artinya, jangan mau sedih, marah, kecewa, dan takut karena faktor luar. Kalianlah yang berkuasa terhadap diri kalian sendiri, jangan berikan kekuasaan kepada orang lain. Orang boleh menodong senjata, tapi kalian punya pilihan, untuk takut atau tetap tegar. Kalian memiliki pilihan di lapisan diri kalian paling dalam, dan itu tidak ada hubungannya dengan pengaruh luar.  ” tulisan dari sang pengarang, Ahmad Fuadi dengan memimjam nama sang Ustad.

Teknik pengungkapan yang sangat bagus dan dipadukan dengan motivasi yang tersisipkan dengan sangat rapi melalui dialog yang membuat buku ini sangat unggul di kalangan pembaca. Apalagi kalau dilihat pengandaian atau personifikasinya yang luar biasa bagus. Tiga contoh ini mungkin cukup memberika gambaran. “Semua orang mengobrol seperti dengungan ribuan tawon transmigrasi.” Atau, yang seperti ini : “Dia dengan royal membagi energi positif yang sangat besar dan meletup-letup. Kami tersengat menikmatinya. Seperti sumbu kecil terpercik api, mulai terbakar, membesar, dan terang!” Dan, ini lagi : “Percaya kalian bisa kalau berusaha. Sesungguhnya bahasa asing adalah anak kunci jendela-jendela dunia.” (hal. 51)

(Baca juga: Tahta mahameru sebuah novel perjalanan)

Terhadap novel ini, BJ Habibie, berkomentar,”……amat berharga bukan saja sebagai karya seni, tetapi juga tentang proses pendidikan dan kebudayaan untuk terciptanya sumber daya insani yang andal.” Penasaran? Belum membaca novelnya? Silahkan temukan buku ini dan nikmatilat di waktu luang. Pastinya para sahabat santri akan terbawa kedalam cerita ini, seperti orang yang sedang klangen menonton drama classic.

Penulis merupakan siswa kelas X  IPA MA Unggulan Nuris yang aktif di ekstrakurikuler jurnalistik

Related Post