KH Hasyim Muzadi Di PP Nuris Jember: Tantangan NU Semakin Banyak, Semangatnya Semakin Menurun

KH Hasyim Muzadi Di PP Nuris Jember: Tantangan NU Semakin Banyak, Semangatnya Semakin Menurun.

“PP. Nuris Jember mendapat kunjungan dari seorang tokoh NU. Beliau adalah KH. Hasyim Muzadi yang pernah menjabat sebagai ketua PBNU, saat ini menjadi Anggota Dewan Pertimbangan Presiden. Kunjungan beliau tersebut dalam rangka silaturrahmi serta memberikan taushiah kepada para santri PP Nuris Jember dan para undangan yang hadir. Berikut petikan taushiah beliau”:

Tantangan yang dihadapi NU semakin banyak, sementara semangatnya semakin menurun. Penyebab semakin banyaknya tantangan itu ada 2 hal :

Pertama, semenjak tahun 1999 zaman dari orde baru berubah menjadi reformasi, waktu zaman reformasi semua hal boleh, hal yang baik maupun yang buruk. Sehingga tumbuhlah hal-hal yang baik secara bebas, tapi hal-hal yang buruk itu tumbuh semua, yang dulu ditahan, tidak bisa tumbuh, sekarang sudah bisa tumbuh.

Kedua,bersamaan denga reformasi dunia ini berubah, yang dulu Barat sama Timur ini musuhan antara Amerika sama Rusia saling menaklukkan akhirnya bertemu, komunis dengan liberal yang dulu musuhan sialnya kedua-duanya ini bersatu untuk melawan Islam dan melawan dunia Islam. Jadi kalau dulu kita dibantu Amerika untuk melawan PKI. Sekarang PKI nya ini ikut bareng Amerika untuk menghadapi Islam, maka Negara Islam jadi kacau balau diserang dengan pemberontakan dari dalam dan dengan biaya yang mahal, sampai sekarang yang paling tragis di Syiria Syekh Ramadhan Al-Buthi wafat karena bom bunuh diri yang dilakukan oleh pemberontak kepada pemerintah yang pasti ada tangan-tangan asing yang bermain di situ.

Kalau dulu kita tidak sibuk dengan Syi’ah, semenjak Syi’ah masuk Indonesia dengan dana, sistem dan militannya, kita bertambah berat menghadapinya. Dulu kita tidak debat dengan Wahabi, sekarang kita terpaksa debat dengan Wahabi. Wahabi dan Syi’ah ini dibiayai oleh luar negeri. Kalau kita perbedaannya dengan Muhammaddiyah hanya dalam segi ilmiah saja, ketika sudah buka kitab, kita sama-sama dalam pengaplikasiannya. Masalah Qunut sekarang sudah tidak pernah dibahas, karena orang yang shalat shubuh sudah jarang. Menghadapi Syi’ah dan Wahabi ini sangatlah seram karena mereka mendapat bantuan dari luar negeri dan mereka militant. Dulu tidak ada HTI (Hizbut Tahrir Islam), sekarang HTI sudah ada dan dibiayai juga oleh luar negeri. Indonesia dulu tidak dengar Ikhwanul Muslimin, sekarang kita sudah dengar bahkan perkumpulannya akan diadakan di Bandung. Ada yang keras lagi yakin terror atau irhabiyah hal ini paling susah diatasi, karena harus ada bukti untuk memberantasnya, yakni harus ada bukti bom dulu baru diatasi.

Masuknya pemikiran dari Amerika yang biasa kita kenal dengan sebutan liberal, yakni pemikiran yang menyeleweng dari ajaran Islam. Gerakan pemikiran liberal ini sudah masuk ke Nahdhatul Ulama dan Muhammaddiyah. Maka dari itu, tokoh NU harus mengetahui bagaimana ajaran murni NU, bukan hanya untuk pilkada saja. Banyak yang ingin menjadi pemimpin NU semata-mata hanya untuk uang dan jabatan saja, akhirnya pertahanan NU menjadi lemah. Selanjutnya, ada pemikiran atheisme, yakni pemikiran yang memperbolehkan seseorang beragama atau tidak, jika kita menemukan ada seseorang yang mengatakan bahwa semua agama ini sama maka ini adalah muqaddimah dari pemikiran atheisme.

Setelah pemilu pada tahun 2009, mulai kelihatan bahwa gerakan dari komunisme yang dulu akan bangkit, hanya saja bangkitnya tidak sama dengan tahun 65-an karena juragannya PKI tahun 48 waktu pemberontakan di Madiun yakni Uni Soviet di Indonesia, tahun 65 juragannya pergi ke Cina dan kemudian ke Amerika. Yang dulu aturan mereka tidak boleh beragama  sekarang sudah boleh beragama, yang dulu tidak boleh punya harta sekarang boleh punya harta. Maka dari itu nama komunisme sekarang di Indonesia dirubah dengan cara apa saja agar ide komunisnya bisa dijalankan, sekarang mereka bebas jadi apa saja.

Kita ini kekurangan bimbingan sehingga kita tidak tahu seperti apa penyusupan ini. Beberapa waktu yang lalu ada kejadian yang mengejutkan, para kader-kader mereka ini  mulai menuntut mempersoalkan G 30 SPKI mereka minta agar tentara-tentara yang bertanggung jawab ini diadili, mereka minta agar NU, para kyai diseret ke pengadilan, mereka minta agar pemerintah memberi ganti rugi. Sekitar 118 orang-orang PKI menjadi anggota DPR RI dan mereka menduduki banyak jabatan.  Sebagai NU kita jangan diam saja, yang berani bicara hanya saya saja, mereka berada dalam aturan pemerintah, kalau dulu tentara pada tanggap namun sayangnya, sekarang mereka malah bentrok dengan  polisi. Kita harus melawan melalui demokrasi, jangan pilih orang PKI sebagai  pemimpin Negara kita.

Perjuangan kita harus terus, jangan biarkan orang NU yang menjabat apapun di Negara hanya untuk uang semata, apalagi hanya ingin menduduki jabatan saja, tapi harus karena niat ingin memperjuangkan umat NU. Jangan menerima suap karena suap dihukumi neraka oleh Islam karena daya rusaknya ini luar biasa, dapat menghilangkan niat jihad. Dengan suap, perjuangan dapat ditukar hanya dengan beras atau rupiah saja.

Ketika NU kehilangan bashirah membuat saya sedih. Mungkin bashirah hilang karena bisyarah. Semua perjuangan butuh uang, tapi uang untuk perjuangan, bukan menjual perjuangan untuk uang. Ini bedanya tipis tapi kembali pada nurani masing-masing. Orang-orang luar negeri itu ada kekuasaan yang akan menghancurkan setiap negara-negara kecil, menjadikan pemerintahnya hina dan rakyatnya menjadi kecil.

Selain kita ini miskin kita ini juga dimiskinkan. Saya hanya ingin menjadi yang husnul khatimah, karena saya sudah hatam NU, tinggal do’a hatamannya saja. Mulai tahun 64 saya menjabat macam-macam di NU, artinya saya dengan segala macam yang ada di NU ini sudah mengerti. Di tangan NU, agama ini menjadi rahmatan lil alamin, di tangan orang lain menjadi fitnatan lil muslim. Di tangan NU  Negara ini menjadi aman, di tangan orang lain, Negara ini menjadi bahaya. Seharusnya kita ini punya pemimpin yang mencerahkan semua, semoga Allah SWT melindugi kita semua. Amin.

*Dimuat di Majalah Nuris (MN) Edisi 3/Ramadlan/1434 H

Related Post