Wali Songo Penyebar Ajaran Aswaja di Indonesia

Wali songo adalah ulama yang sangat berjasa dalam penyebaran agama Islam di Indonesia, khususnya di pulau jawa. Siapapun tahu bahwa mereka adalah ulama-ulama penganut faham Ahlussunnah wal Jama’ah yang telah berhasil menanamkan ajaran Islam mengikuti faham Ahlussunnah wal Jama’ah ke dalam dada masyarakat muslim Indonesia. Adakah bukti yang menunjukkan hal tersebut?

Menjawab pertanyaan ini ada baiknya terlebih dahulu kita melihat pada fakta bahwa mayoritas umat Islam Indonesia sejak dulu hingga sekarang menganut faham Ahlussunnah wa al-Jama’ah, dengan mengikuti madzhab Syafi’i dalam bidang fiqh. Sudah tentu mereka mendapatkan faham tersebut dari ulama dan para da’i yang mengajak dan mengajarkan tentang agama Islam kepada mereka. Sesuatu yang sangat mustahil jika orang yang menyebarkannya tidak menganut faham Aswaja sementara yang diajak adalah penganut setia faham Ahlussunnah wa al-Jama’ah.

Di sisi lain semua sepakat bahwa da’i yang menyebarkan agama Islam ke Nusantara khususnya di pulau jawa adalah wali songo. Karena itu dapat dikatakan bahwa wali songo adalah penganut ASWAJA, kecuali jika ada fakta sejarah yang menunjukkan bahwa ajaran Aswaja masuk ke Indonesia dan mengubah faham keagamaan yang telah berkembang terlebih dahulu. Tetapi kenyataannya, tidak ada data sejarah yang menjelaskan hal tersebut. karena itulah dengan tegas Prof. KH. ‘Abdullah bin Nuh mengatakan:

وَلَفْظُ سُنَنٍ لَقَبُ شَرَفٍ يُطْلَقُوْنَهُ عَلَى بَعْضِ الْمُلُوْكِ وَكُبَارُ دُعَاةِ الْإِسْلَامِ فِي جَاوَاوَسَيَأْتِي ذِكْرُ أَنْسَابِهِمْ وَمَا يَتَّصِلُ مِنْهَا بِاْلإِمَامِ الْمُهَاجِرِ. وَقَدْ فَهِمْنَا مِنْ تَعَالِيْمِهِمْ اَنُّهُمْ عُلَمَاءُ شَافِعِيُّوْنَ سُنِّيُّوْنَ أَصْلًا وَ عَقِيْدَةً وَ قَدْ اشْتُهرَ بِلَقَبِ الْأَوْلِيَاءِ التِّسْعَةِ وَ فِيْمَا يَلِي مَشْجَرُهُمْ (الإمام المهاجر،١٧٤)

“Kata sunan adalah sebutan mulia yang diperuntukkan bagi para raja dan para tokoh da’i Islam di Jawa. Dan akan dijelaskan nasab mereka hingga bersambung sampai ke Imam al-Muhajir. Dan sungguh telah kami fahami dari apa yang mereka ajarkan, bahwa mereka semua adalah ulama pengikut madzhab Syafi’i dan sunni dasar dan aqidah keagamaannya. Mereka kemudian lebih terkenal dengan sebutan ‘wali songo’.” (Al-Imam al-Muhajir, 174)

Nasab Maulana Malik Ibrahim, sebagai sesepuh wali songo adalah sebagai berikut: Malik Ibrahim bin Barakat Zain al-‘Alam, bin Jamaluddin al-Husain, bin Ahmad Syah Jalal bin ‘Abdillah bin ‘Abdul Malik bin ‘Alawi bin Muhammad bin ‘Alawi (di sinilah asal nasab para alawiyyun) bin ‘Abdillah bin ‘Alawi bin ‘Abdillah (‘Ubaidillah) bin Muhajir Ahmad bin ‘Isa (al-Naqid) bin Muhammad bin ‘Ali al-‘Uraydhi, bin Imam Ja’far al-Shadiq bin Muhammad al-Baqir bin ‘Ali Zain al-‘Abidin bin Husain al-Sibth bin ‘Ali bin Abi Thalib dan Fatimah al-Zahra’ putri Rasulullah SAW.

Ada beberapa bukti bahwa wali songo termasuk golongan Ahlussunnah wal Jama’ah. Selanjutnya Prof. KH. ‘Abdullah bin Nuh menjelaskan:

“Jika kita mempelajari primbon, yakni kumpulan ilmu dan rahasia kehidupan yang di dalamnya terdapat materi ajaran Ibrahim (sunan Bonang), maka di sana kita akan mendapatkan banyak nama dan kitab yang menjadi referensi utama para da’i sembilan. Berupa pendapat dan keyakinan, sebagaimana juga memuat masalah akidah dan fiqh dengan susunan yang bagus sesuai dengan akidah ahlussunnah wal jama’ah dan madzhab imam Syafi’i RA……….dari sinilah maka menjadi jelas bahwa para da’i yang sangat terkenal dalam sejarah masyarakat jawa dengan gelar wali songo itu termasuk tokoh utama dalam penyebaran ajaran ahlussunnah wal jama’ah.”(al-Imam al-Muhajir, 182)

Hal yang sama juga dikemukakan oleh Prof. KH. Syaifuddin Zuhri. Ia menjelaskan beberapa tokoh yang menyebarkan madzhab Safi’i di Indonesia, khususnya di pulau jawa. Yakni Maulana Malik Ibrahim, Maulana Ishaq, Sunan Ampel, Sunan Bonang dan Sunan Giri dan lainnya. Bahkan Sunan Giri merupakan lambang pemersatu bangsa Indonesia yang dirintis sejak abad 15 Masehi. Jika Gajah Mada dipandang sebagai pemersatu Nusantara melalui kekuatan politik dan militernya, maka sunan Giri menjadi pemersatu melalui ilmu dan pengembangan pendidikannya. (Sejarah Kebangkitan Islam, 286-287)

Bukti lain yang menegaskan bahwa wali songo penganut faham Aswaja adalah ritual keagamaan yang dilaksanakan secara turun temurun, tanpa ada perubahan, di masjid-masjid besar yang didirikan oleh wali songo, semisal masjid Sunan Ampel Surabaya, masjid Demak dan sebagainya.

Semua merupakan cerminan dari ritual ibadah yang dilaksanakan oleh golongan aswaja. Misalnya adzan jum’at dikumandangkan dua kali. Pada bulan Ramadhan dilaksanakan shalat tarawih secara berjama’ah dua puluh rakaat sebulan penuh, kemudian antara setiap dua rakaat diselingi pembacaan taradhdhi kepada khalifah yang empat.

Selanjutnya sebelum shubuh dibacakan tarhim sebagai persiapan melaksanakan shalat shubuh. Tarhim adalah bacaan yang di dalamnya berisi doa-doa kepada semua umat Islam termasuk juga taradhdhi  kepada khalifah yang empat.

(Baca juga: Hujjah Aswaja : Shalat ‘Id di Lapangan atau di Masjid?)

Sudah tentu hanya orang-orang yang memiliki faham aswaja yang melaksanakan hal tersebut, sehingga semakin menegaskan bahwa wali songo adalah penganut faham Aswaja.

                                                                                                                                                                                                           

Related Post