Jalinan Persaudaraan antara Keluarga dan Sahabat Nabi Muhammad SAW

Pada pembahasan terdahulu telah dijelaskan tentang pandangan Ahl-Sunnah wa al-Jama’ah yang berkeyakinan akan kemuliaan sahabat Nabi SAW, walaupun telah terjadi musibah perselisihan pada sebagian mereka. Lalu, bagaimanakah sesungguhnya hubungan persaudaraan dan jalinan kekeluargaan yang terbangun diantara mereka?

Musibah perselisihan yang terjadi pada sebagian sahabat tidak dapat dijadikan tanda kalau diantara para sahabat tidak terjalin persaudaraan yang sangat erat. Justru sebaliknya, jalinan kemesraan yang bertaut di hati mereka ibarat cinta bersambut, kasih berjawab. Indahnya pergaulan antara keluarga dan sahabat Nabi SAW harus diteladani oleh umat islam. Hal ini terungkap dari tutur kata Sayyidina ‘Ali RA yang selalu menjunjung tinggi para sahabat sebagai manifestasi rasa cinta yang mendalam. Terutama kepada para sahabat besar. Dalam kitab Al-Syafi karya al-Syariif al-Murtadha yang dijuluki ‘Alam al-Huda juz 2, hal 428, diceritakan tentang ucapan Sayyidina ‘Ali RA mengenai sahabat Abu Bakr RA dan ‘Umar RA. Sebagaimana yang dikutip dalam kitab al-Syi’ah Minhum ‘Aliahim

وَقاَلَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ فِيْ حَقِّ اَبِي بَكْرٍ وَ عُمَرَ “انَّ خَيْرَ هَذِهِ اْلأُمَّةِ بَعْدَ نَبِيِّهاَ اَبُوْ بَكْرٍ وَ عُمَرُ رَ ضِيَ اللهُ عَنْهُماَ“(الشيعةمنهم عليهم،٦٠)

Sayyidina Ali AS berkata tentang sahabat Abu Bakr RA dan ‘Umar RA, “Sesungguhnya umat yang paling baik setelah Nabinya adalah Abu Bakr RA dan ‘Umar RA.”(AL-Syi’ah Minhum Alaihim,60)

Kecintaan Sayyidina ‘Ali RA berlangsung terus hingga sahabatnya itu meningggal dunia. Misalnya ketika Sayyidina ‘Umar RA meninggal dunia. Dalam kitab yang sama disebutkan:

لَمَّا غُسِلَ عُمَرُوَ كُفِنَ دَخَلَ عَلِيُّ وَقاَلَ عَلَيْهِ السَلاَمُ. “ماَ عَلَى الأَرْضِ اَحَدٌ اَحَبَّ اِلَيَّ اَنْ اَلْقَى اللهُ بِصَحِيْفَتِهِ مِنَ الْمُسَجَّى بَيْنَ اَضْهُرِكُمْ“(الشيعة منهم عليهم،٥٣)

Ketika sahabat ‘Umar dimandikan dan dikafani, Sayyidina ‘Ali RA masuk, lalu berkata,”Tidak ada sukai untuk bertemu Allah SWT dengan membawa buku catatan selain dari yang terbentang di tengah-tengah kalian ini(yakni jenazah Sayyidina ‘Umar).” (AL-syi’ah Minhum Alaihim,53)

Sikap Sayidina Ali RA ini merupakan ekspresi spontan dari lubuk hati terdalam bahwa di dalam hati beliau benar-benar tertanam jalinan kasih dan tambatan sayang kepada sayyidina Umar RA, sebab pada waktu itu Sayyidina Umar RA telah meninggal dunia.

Begitu pula sebaliknya. Para sahabat adalah orang-orang sangat mencintai keluarga Nabi Muhammad SAW. Terbukti dari ucapan Sayyidina Abu Bakr RA:

عَنْ عاَئِشَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهاَ .قَالَ اَبُو بَكْرٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ لَقَرَابَةُ رَسُوْ لِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمْ أَ حَبُّ إِلَيَّ اَنْ أَصِلَ مِنْ قَرَا بَتِيْ. (صحيح البخاري، رقم . ٣٧٣)

“Dari ‘Aisyah RA, sesungguhnya Abu Bakr RA berkata “Sungguh kerabat Rasulullah SAW lebih aku cintai dari pada keluargaku sendiri.”(Shahih Bukhari,[3730])

Pada kesempatan yang lain, sayyidina Abu Bakr RA berkata:

عَنِ ابْنِ عُمَرَ عَنْ أَبِي بَكْرٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمْ قَالَ ارْقُبُوْا مُحَمَّدًا صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي أهْلِ بَيْتِهِ . (صحيح البخاري ، رقم ٣٤٣٦)

Dari ‘Aisyah RA, sesungguhnya Abu Bakr RA ia berkata, “Perhatikan Nabi Muhammad SAW terhadap ahli baitnya.”(Shahih al-Bukhori[3436])

Tidak hanya sampai disitu, kecintaan dan persaudaraan itu berlansung terus hingga anak keturunan mereka. bahkan kecintaan yang mendalam di anatara para sahabat dengan keluarga Nabi Muhammad SAW tidak cukup dengan pernyataan semata, tetapi sampai pada pembuktianyang nyata seperti memberikan nama putra  mereka dengan nama para sahabat besar itu. misalnya Sayyidina ‘Ali RA, di antara 33 putra putri beliau ada yang diberi nama dengan Abu Bakar, Umar dan Utsman (Imam ‘Ali bin Abi Thalib,9). Sayyidina Hasan dan Husain juga memberi nama dua putranya ‘Umar dan Abu Bakr.

Siapapun tahu bahwa orang yang meberikan nama pada anaknya, tentu dipilih nama yang paling disukai, sembari tersirat sebuah harapan semoga anak yang dimaksud dapat meneladani dan memiliki kualitas individu sebagaimana orang yang ditiru namanya.

Bahkan lebih jauh, kecintaan antara para sahabat dan keluarga Nabi Muhammad SAW tidak hanya terbatas pada penmberian nama pada puta-putranya saja, tetapi berlanjut sampai tingkatan perbesanan. Misalnya sayyidina ‘Umar RA menikah dengan Ummi Kultsum RA putri Sayyidina ‘Ali RA, Zaid bin ‘Amr bin Utsman bin ‘Affan RA menikah dengan Sukainah binti Al-Husain bin ‘Ali bin Abi Tahlib. Muhammad bin ‘Abdullah bin Amr bin Utsman bin ‘Affan menikah dengan Fathimah binti Al-Husain bin ‘Ali bin Abi Thalib. (Nasabu Quraisy li Al-Zubairi. Juz 4, hal 120 dan 114).

Sudah pasti, hal tersebut tidak akan terjadi bilamana di hati mereka ada permusuhan dan dendam kesumat. Ini sebagai bukti bahwa Allah SWT melindungi para sahabat dan keluarga Nabi Muhammad SAW dari berbagai penyakit hati.

Begitu pula sikap yang dicontohkan oleh imam ja’far Al-Shiddiq ketika beliau ditanya tentang sikapnya kepada sahabat Abu Bakr dan Umar. Dalam suatu riwayat yang disampaikan al-Qodhi al-Imam Nurullah AL-Syusyturi disebutkan:

اَنَّ رَجُلاً سَأَلَ الأِمَامِالصَّدِقِ عَلَيْهِ الْسَلاَمُ ، فَقاَلَ ياَبْنَ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ! ماَ تَقُولُوْا فِى حَقِّ اَبِيْ بَكْرٍ وَعُمَرَ؟ فَقاَلَ عَلَيْهِ السَّلَمُ: اِمَامَانِ عاَدِلاَنِ قاَسِطاَنِ ، كَانَا عَلَى الْحَقِّ ، وَمَاتَا عَلَيْهِ، فَعَلَيْهِمَا رَحْمَةُ اللهِ اِلَى يَوْمِ الْقِياَمَةِ (احقاق الحق للشو شتري ، ج ا ص ١٦)

“Sesungguhnya seorang laki-laki bertanya kepada Imam Ja’far al-Shadiq, “Wahai cucu Rasulullah SAW! Bagaimanakah sikap anda kepada sahabat Abu Bakr dan ‘Umar? “ Abeliau menjawab, “Keduanya adalah pemimpi yang adil dan bijaksana. Keduanya berada di jalan yang benar dan mati dengan membawa kebenaran. Mudah-mudahan rahmat Allah SWT selalu dilimpahkan kpeada keduanya  hingga hari kiamat”.(Ihqaq al-Haq li al-syusyturi,Juz 1, hal 16)

Dalam konteks ini pula Imam Ja’far al-Shadiq RA berkata:

وَلَدَنِيْ اَبُوْبَكْرٍ مَرَّتَيْنِ (رواه الدار قطنى)

“Aku telah dilahirkan oleh Abu Bakr dua kali”.(Al-Daruquthni)

Silsilah yang pertama dari ibunya, yang bernama Ummu Farwah Binti al-Qasim bin Muhammad bin Abu Bakr al-Shiddiq. Dan kedua dari neneknya yakni  istri Al-Qasim yang bernama Asma’ binti ‘Abdurrahman bin Abu Bakr al-Shiddiq. (Fathimah al-Thahirah, RA, 113).

Ketulusan keluarga dan keturunan Nabi Muhammad SAW sungguh sangat sesuai dengan kesuciannya. Salah seorang tokoh Bani Hasyim, al-Imam Abdullah yang bergelar al-madh, beliau adalah orang pertama yang mempertemukan keturunan (jalinan darah) Sayyidina Hasan RA dan Sayyidina Husain RA, menyatakan:

فَعُمَرُ خَيْرٌمِنِّي وَمِلْءِاْلأَرْضِ مِثْلِى ، فَقِيْلَ لَهُ : هَذَا تَقِيَّةً ، وَقَالَ : نَحْنُ بَيْنَ الْقَبْرِ . اللَّهُمَّ هَذَا قَوْلِى فِى السِّرِّوَاْلعَلاَنِيَّةِ ، فَلاَتَسْمَعْ قَوْلَ اَحَدٍبَعْدِى اَخْرَجَهُ الدَّارُقُطْنَى . (الصواعق المحرقة ، ٧٨)

”Umar lebih baik dariku dan seisi bumi yang seperti aku. Beliau ditanyakan , “Apakah ini taqiyah(pura-pura)?”Beliau menjawb, “Kami sedan berada di antara makam dan mimbar Nabi SAW (kami tak akan bohong). Sungguh ini adlah ucapanku di tempat yang sunyi maupun di tempat terbuka. Maka janngan dengarkan ucapan siapapun sesudahku (yang memaki para sahabat).”  (Al-Shawa’iq al-Muhriqah,78)

Jika kita benar-benar mencintai keluarga dan keturunan Nabi Muhammad SAW, tentu kita wajib mencontoh sikap santun dan keendahan hati mereka. sebab sebagai keluarga suci, hati dan lidah merka jauh dari hal-hal yang mengotori semisal umpatan dan caci maki. Apalagi hasut dan dengki, tentu jauh dari merka, sejauh panggang dari api.

(Baca juga: Hujjah Aswaja : Al-Barzanji Pengarang Sholawat Al-Barzanji)

Kesimpulannya, antara sahabat Abu Bakr RA, ‘Umar RA dan sahabat yang lainnya, dengan Sayyidina Ali RA besrta segenap ahlul bait, terjalin hubungan persaudaraan yang sangat harmonis, bahkan terus berlanjut hingga anak cucu mereka. coontoh terbaik akhlak mulia yang patut diteladani.

Sumber: KH Muhyiddin Abdusshomad. 2010. Fiqih Tradisionalis. Surabaya: Khalista.

Related Post