Mengabadikan Diri Lewat Tulisan

Penulis: Handini Fatihatun Nabila*

Menulis memang bukan suatu pekerjaan yang mudah.  Menulis merupakan suatu pekerjaan abadi yang berarti dengan menulis sama halnya kita sedang  mengabadikan diri kita sendiri. seperti halnya seorang alumni SMA Nuris Jember ini yang telah berhasil mengabadikan namanya dalam sebuah buku antalogi cerpen “ Gandrung Melarung Mendung”. Ya, beliau adalah Ayu Novita Sari.

Dalam buku antalogi cerpen tersebut, terdiri atas tiga fragmen yang memiliki makna berbeda-beda. Diantaranya terdiri dari fragmen Gandrung, Melarung dan Mendung. . Dari fragmen “Gandrung”, ternyata kata “Gandrung” memiliki sebuah filosofi kota Banyuwangi yang mengisahkan tentang impian, sebuah cita-cita yang harus digapai. Tetapi kata gandrung yang telah mendunia itu harus tetap kembali dengan suatu kebudayaan yang telah mencetuskannya.

(Baca juga: Fisofi Lampu Dalam Kehidupan)

Kata “Melarung” sebagai fragmen kedua dari judul antalogi cerpennya juga memiliki makna suatu yang harus digenggam, diapit, dan suatu yang harus kita dalami. Karena dengan kita mewujudkan makna tersebut kita  akan bisa menggapai impian dan cita-cita kita.

fragmen “Mendung” dalam judul antalogi tersebut juga mempunyai makan tersendiri. Mendung merupakan satu fenomena alam yang harus hadir sebelum hujan. Tapi pertanyaannya apakah setelah hujan akan ada pelangi yang menambahkan indahnya suasana langit?. Belum tentu juga bukan?. Jadi dalam makna judul ini kita harus bisa bersusah susah dahulu dan setelah itu baru melukiskan kebahagiaan pada diri kita sendiri.

Dari ketiga fragmen tersebut, satu fragmen terdiri dari beberapa antalogi cerpen  yang mengisahkan mulai dari kisah nyata, inspiratif, hingga kisah imaji. Kisah tersebut telah dikemas dengan kata-kata yang menambah pembaca berantusias saat membacanya.

Menurut pembedah buku Gandrung Melarung Mendung yakni Bapak Siswanto S.Pd M.A. buku tersebut memiliki kelebihan yang sangat menarik. Beberapa contohnya seperti  mengangkat mitos-mitos kebudayaan dari gandrung yang sudah harus menggunakan teropong untuk melihatnya di zaman sekarang. Kemudian dalam buku tersbeut juga membahas tiga topic ide yang sangat besar . diantaranya ialah ide yang mengandung realisme majis, paska moderalisme, serta  sastra pesantren.  

(Baca juga: Filosofi Payung)

Tak hanya itu, dibalik kelebihannya ternyata buku tersebut juga memiliki kelemahan yang sedikit kurang menonjol. Seperti akrobatik kebahasaannya yang masih belum murni dari penulis sendiri. akrobatik kebahasannya masih didominasi oleh guru pembimbing yakni Ibnu Wicaksono. Serta dalam fragmen gandrung masih ada salah satu cerita yang  masih terjadi dua keracuan dalam menafsirkan kebahasaannya.

Dari buku antalogi cerpen Gandrung Melarung Mendung ini kita dapat mengambil hikmah bahwa  impian akan tumbuh dengan dua pilihan. Kita sendiri yang akan menanam dan memetiknya kelak atau mungkin juga orang lain yang akan menanam dan memetiknya kelak. Oleh karena itu, kita harus yakin dan selalu berusahan untuk terus menggapit serta menggapai impian kita hingga terwujud nanti.

Penulis merupakan siswa kelas XI IPA SMA Nuris Jember yang aktif di ekstrakurikuler jurnalistik

Related Post