Agus Iswanto: Perpustakaan bukan Gudang Buku, Butuh Sentuhan Inovasi agar Dikunjungi

Perpustakaan adalah Simbol Kemajuan Literasi, Perlu Inovasi agar Manfaatnya dapat Dirasakan

Pesantren Nuris – Pemaparan hasil penelitian yang dilakukan oleh Agus Iswanto, peneliti Balai Litbang Agama Semarang, menyebutkan model literasi santri memiliki kekhasan dalam menghadapi era revolusi industri 4.0 dewasa ini.

Pada kesempatan agenda Diseminasi Hasil Penelitian dan Pengembangan Bidang Lektur, Khazanah Keagamaan, dan Manajemen Organisasi di Hotel Royan, pada hari Selasa, 11 Februari 2020 kemarin, dia menyatakan MA Unggulan Nuris sebagai sampel madrasah berbasis pesantren yang diteliti memiliki upaya manajemen tersendiri dalam mengelola media informasi.

“Perkembangan literasi di MA Unggulan Nuris sudah cukup bagus, mereka sudah mampu mengelola website pesantrennuris.net, facebook, instagram, dan twitter juga. Ini sebagai upaya memproduksi karya-karya yang bagus dalam meramaikan arus informasi yang bergentayangan di media sosial.” Ungkap Agus.

“Bahkan setiap semester mereka menerbitkan Majalah Nuris sebagai media cetak. Tentu juga kreasi mading dan buletin bulanan juga memang sering diproduksi. Ini menunjukkan bahwa kegiatan literasi madrasah di pesantren juga tak kalah dengan sekolah umum yang notabene bebas mengakses internet.”

(baca juga: Ikuti Seminar Motivasi, Siswa MA Unggulan Nuris Rancang Karier dan Raih Masa Depan Gemilang)

Namun, kegiatan literasi di MA Unggulan Nuris, menurut catatan Agus Iswanto dalam hasil amatan yang dilakukannya pada tahun 2018 lalu, ada yang perlu dibenahi agar lebih meningkat dan tersebar ke semua siswa.

“MA Unggulan Nuris terdapat ekstrakurikuler yang mendukung kegiatan literasi seperti jurnalistik website, penulisan kreatif sastra, dan karya ilmiah remaja. Sementara ini hanya mereka yang lebih banyak mendapat kesempatan untuk mengakses itu.”

Barangkali dengan waktu pengaksesan internet yang memang terbatas, bukan masalah, namun kualitas mereka dalam menggali informasi yang perlu digalakkan. Melalui eksistensi ekstrakurikuler tersebut, mereka harus membentuk peer group agar segala informasi dan kebiasaan literasi ini perlahan dapat merata ke semua siswa.

“Satu hal yang perlu dukungan sentral dan ini perlu diperhatikan oleh pemerintah yakni kondisi perpustakaan. Saya lihat perpustakaan di madrasah ini perlu diperkaya, butuh sentuhan inovasi, agar menjadi pusat belajar, pusat literasi.”

Dia juga ingin menegaskan bahwa perpustakaan itu bukan gudang buku, tetapi tempat berdialektika. Apalagi siswa di madrasah berbasis pesantren dengan tradisi keilmuwan yang memang kuat perlu mendapat fasilitas yang baik dan perhatian pemerintah.

Santri-santri inilah yang nantinya mampu meramaikan gelombang informasi yang positif, moderat, dan sesuai dengan visi negara kessatuan Republik Indonesia. Catatan tentang perpustakaan ini yang disampaikan oleh Agus Iswanto kepada segenap peserta guru-guru MA Unggulan Nuris, pengawas madrasah, dan Kepala Kemenag Jember.[AF.Red]

Related Post