Sebuah Portal Sihir di Hari ke Tujuh Belas Bulan Lima

Penulis: Ayu Novita Sari*

“Hidup yang berkaki kuat adalah hidup yang menyejarah. Namun bagaimana kita bisa tahu sejarah, jika kita tidak membaca? Hidup yang berkaki kuat adalah hidup yang tidak sempit dan berani menjelajah. Namun bagaimana kita tahu akan luas dan inspirasi untuk penjelajahan, jika kita tidak membaca?” Shindhunata, budayawan.

Hantaran kalimat-kalimat di atas semoga dapat membuka sebuah portal sihir (buku) yang mungkin sudah lama kita tutup dan mungkin saja sudah berdebu di dalam rak buku. Kenapa saya sebut buku sebagai portal sihir? Seperti yang dikatakan Stephen King seorang penulis buku kontemporer, karena ketika kita membaca buku kita tidak hanya akan terhanyut dalam dunia yang bisa kita jangkau menggunakan alat transportasi saja tetapi kita dapat berada di seluruh pelosok dunia hanya dengan buku yang kita baca. Tidak berlebihan bukan?.

Adanya hari Buku Nasional ini adalah sebuah bentuk penghargaan bagi para manusia pencipta, penerbit, pencetak, bahkan pencinta buku yang ada di tanah air Indonesia ini. Kita tidak hanya bisa menumpang pada dunia yang memeringati hari Buku Sedunia setiap 23 April, tetapi kita sudah mempunyai tanggal istimewa sendiri pada 17 Mei.

Kenapa tanggal 17 Mei? Pemilihan tanggal 17 Mei sebagai hari Buku Nasional sangat lengket dengan Perpustakaan Nasional. Sejarahnya, gedung pertama Perpustakaan Nasional berdiri pada tanggal 17 Mei 1980. Waktu itu, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Daoed Joesoef memproklamasikan berdirinya Perpustakaan pertama di Indonesia yang berlokasi di Jakarta. Sejarah ini menginspirasi Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Kabinet Gotong Royong, Abdul Malik Fahar pada tahun 2002 untuk mencetuskan hari Buku Nasional.

(baca juga: Seri ke-1, Ngaji Aswaja; Antara Sunah dan Bid’ah)

Hari Buku Nasional ini juga diharapkan memacu tingkat literasi mambaca masyarakat di tanah air agar jumlah penduduk melek huruf dapat seimbang dengan kemampuan minat baca masyarakat. Nyatanya masih menjadi sebuah perjuangan saat ini. Menumbuhkan cinta kepada setiap individu memang tidak mudah dan membutuhkan proses, sama halnya menumbuhkan kecintaan untuk mencintai buku di setiap individu, menjadi sebuah tantangan tersendiri. Namun dengan adanya peringatan hari Buku Nasional ini diharapkan mampu membawa dampak positif dalam membuka pikiran masyarakat tentang pentingnya buku.

Mencintai buku bahkan memiliki buku merupakan sebuah harta yang melimpah yang kita miliki daripada yang di dapat perampok di Pulau Harta. Kalimat ini dicetuskan oleh Walt Disney sebagai produser film, sutradara, animator, dan bahkan pengisi suara berkebangsaan Amerika Serikat. Betapa pentingnya buku untuk hidup kita sekarang, esok dan nanti.

Buku juga berkaitan erat dengan literasi membaca di Indonesia. Budaya baca yang terbilang rendah membuat pemerintah memutar otak seperti mengimplementasikan gemar membaca dalam bentuk Gerakan Literasi Sekolah (GLS), Gerakan Literasi Masyarakat (GLM) dan Gerakan Literasi Bangsa (GLB). Untuk menyeimbangkan program pemerintah tersebut kita sebagai warga negara tidak hanya bisa menuntut kepada pemerintah tetapi mendukung dan menjalankan dengan cinta program ini.

(baca juga: Anak-anak; Antara Ujian dan Penyejuk Hati)

Meskipun tertatih dalam menumbuhkan budaya baca di kalangan masyarakat, kegiatan dan dukungan budaya baca penting di gencarkan mengingat buku dan membaca merupakan dasar bagi seseorang memperoleh pengetahuan, keterampilan dan pembentukan sikap. Sebelum mengakhiri kata dalam tulisan ini, kita sebagai generasi literat memiliki tujuan menjadi masyarakat kritis dan peduli. Orang akan mengetahui dan mengenal diri kita hanya dengan apa bahan bacaan yang dibaca kita. Semangat berliterasi dan semangat menjadi generasi emas, Indonesia butuh anak muda kalau bukan kita siapa lagi pemegang tahtah tanah Nusantara?. Salam Literasi.[]

sumber foto sampul: telisik.id

*Penulis adalah alumni SMA Nuris Jember tahun 2019, kini sedang melanjutkan studi sarjana di FIB UNEJ

Related Post