Ada Apa di Bulan Sya’ban? (Bagian 1)

Penulis: Abd. Halim W.H.*

Nama judul tulisan ini diambil dari nama sebuah kitab yang ditulis oleh seorang pakar Ahlussunnah wal Jama’ah dari Mekah, Sayyid Muhammad bin ‘Alawy bin ‘Abbas al-Maliki al-Makki al-Hasani, ulama besar Islam yang lahir pada tahun 1365 H. / tahun 1946 M. di kota Mekah, yaitu kitab Mâdzâ Fî Sya’bân? Beliau berasal dari keluarga yang sangat terkenal yaitu, keluarga al-Maliki al-Hasani. ayah beliau adalah as-Sayyid ‘Alawi yang merupakan ulama terkemuka di Mekah dan merupakan penasihat Raja Arab Saudi.

Tulisan ini nantinya akan menjadi beberapa bagian karena sejatinya memang referensi utamanya adalah kitab susunan Ulama Ahlussunnah yang pertama kali diterbitkan 18 tahun yang silam tersebut. Sebuah kitab yang berisi seputar bulan Sya’ban dan peristiwa-peristiwa penting yang terjadi di bulan Sya’ban dengan didukung beberapa referensi pendukung lainnya.

Bulan Sya’ban adalah bulan kedelapan dari 12 (dua belas) bulan Islam yang dikenal dengan sebutan bulan Hijriah atau kalender yang metode penghitungannya menggunakan standar bulan, bukan matahari. Bulan Sya’ban ini adalah salah satu bulan yang dimuliakan oleh Allah Swt. Ia merupakan bulan yang didalamnya terdapat banyak keberkahan yang telah masyhur dan kebaikan yang melimpah. Dalam sebuah hadis, nabi Saw bersabda:

رَجَبُ شَهْرُ اللهِ , وَشَعْبَانُ شَهْرِيْ , وَرَمَضَانُ شَهْرُ أُمَّتِيْ

Artinya, “Rajab adalah bulannya Allah, Sya’ban adalah bulanku, dan Ramadhan adalah bulan ummatku.

Ulama menjelaskan maksud dari hadis di atas bahwa Rajab adalah bulan istighfar, Sya’ban adalah bulan untuk memperbanyak shalawat dan Ramadan adalah bulan untuk memperbanyak membaca kalam ilahi, al-Qur’an al-Karim.

Apa dan Mengapa dinamakan Sya’ban?

Secara etimologi, kata Sya’ban memiliki arti bercabang. Mengapa? Karena dari sanalah bercabang banyak sekali kebaikan-kebaikan (yatasya’abu minhu khairun katsîrun). Sebagian ulama berpendapat bahwa lafaz Sya’ban adalah terambil dari lafaz Syi’bun (dengan kasrohnya huruf syîn), yaitu jalan di sebuah gunung yaitu, jalan kebaikan.

(baca juga: Dr. Hilmy Muhammad: Mengabdilah Sepenuhnya kepada Nahdlatul Ulama)

Pada setiap bulan Sya’ban, mayoritas muslim di Indonesia melakukan berbagai kegiatan/ritual keagamaan baik secara individu maupun berjamaah. Seperti melaksanakan puasa sunnah, membaca istghfar, menghidupkan malam nishfu sya’ban (pertengahan bulan Sya’ban) dengan melaksanakan salat sunah muthlaq di masjid, membaca surat yasin sebanyak 3 (tiga) kali dengan maksud dan tujuan tertentu, dan lainnya.

Pada bulan Sya’ban terjadi beberapa peristiwa penting yang seyogyanya diketahui oleh orang Islam, yaitu:

1. Perubahan Arah Kiblat

Pada bulan Sya’ban, terjadi peristiwa bersejarah pada masa Rasulullah Saw. yaitu, perubahan arah kiblat dari Baitul Maqdis atau Baitul Muq’addas. Allah Swt. berfirman:[1]

قَدْ نَرَى تَقَلُّبَ وَجْهِكَ فِي السَّمَاءِ فَلَنُوَلِّيَنَّكَ قِبْلَةً تَرْضَىٰهَا فَوَلِّ وَجْهَكَ شَطْرَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ

Artinya, “Sungguh kami (sering) melihat mukamu menengadah ke langit, maka sungguh Kami akan memalingkan kamu ke kiblat yang kamu sukai. Palingkanlah mukamu kearah Masjidil Haram……………

Dalam sebuah riwayat dijelaskan bahwa masalah yang pertama kali dihapus hukumnya di dalam Al-Quran adalah masalah kiblat. Hal itu terjadi ketika Rasulullah Saw. hijrah ke Madinah al-Munawwarah. Pada waktu itu, mayoritas penduduknya adalah Yahudi maka Allah Swt. memerintahkan untuk menghadap ke Baitul Maqdis atau Baitul Muqaddas.

Orang-orang Yahudi pun mereka senang dengan menghadapnya Rasulullah Saw. ke Baitul Maqdis sekitar belasan bulan, padahal beliau sendiri lebih menyukai (untuk menghadap ke) kiblat Nabi Ibrahim As. karena itu, ia berdoa memohon kepada Allah Swt. sambil menengadahkan wajahnya ke langit maka Allah Swt. pun menurunkan ayat ini. Dengan hal ni menyebabkan orang-orang Yahudi menjadi bimbang dan sakit hati.

Imam Abu Hatim berkomentar bahwa orang-orang Islam salat menghadap Baitul Maqdis selama 17 (tujuh belas) bulan 3 (tiga) hari. Perintah perubahan arah kiblat dari Baitul Maqdis ke Baitullah di Mekkah tepat pada hari Selasa pertengahan bulan Sya’ban (Nishfu Sya’ban).[2] [In_Syî_a Bersambung………….]

*penulis adalah khadim Program Tahfizh di Pesantren Nuris Jember


[1] QS. Al-Baqarah (02): 144

[2] Al-Qurthubi dalam al-Jâmi’ Li Ahkâm al-Qur’ân, juz 2, Hal: 150.

Related Post