Hukum Berdiri Saat Mahallul Qiyam

Penulis: M. Fuad Abdul Wafi*

Pembaca pasti pernah melihat atau ikut dalam suatu majelis yang khusus memperingati hari kelahiran Nabi Muhammad SAW. di mana saat pembacaa diba’ atau pujian-pujian kepada Rasulullah tersebut ada bacaan mahallul qiyam yang serentak jamaah turut serta berdiri sambil mengucapkan shalawat dengan penuh khidmat nan semangat. Nah, bagaimana hukukmnya atas perbuatan tersebut? Mari lanjutkan membaca untuk memahaminya.

فائدة) جرت العادة أن الناس إذا سمعوا ذكر وضعه صلى الله عليه وسلم يقومون تعظيما له صلى الله عليه وسلم وهذا القيام مستحسن لما فيه من تعظيم النبي صلى الله عليه وسلم ، وقد فعل ذلك كثير من علماء الامة الذين يقتدى بهم. قال الحلبي في السيرة فقد حكى بعضهم أن الامام السبكي اجتمع عنده كثير من علماء عصره فأنشد منشده قول الصرصري في مدحه صلى الله عليه وسلم: قليل لمدح المصطفى الخط بالذهب على ورق من خط أحسن من كتب وأن تنهض الاشراف عند سماعه قياما صفوفا أو جثيا على الركب فعند ذلك قام الامام السبكي وجميع من بالمجلس، فحصل أنس كبير في ذلك المجلس وعمل المولد. واجتماع الناس له كذلك مستحسن.

Artinya, “Sudah menjadi tradisi bahwa ketika mendengar kelahiran Nabi Muhammad SAW disebut-sebut, orang-orang akan berdiri sebagai bentuk penghormatan bagi rasul akhir zaman. Berdiri seperti itu didasarkan pada istihsan (anggapan baik) sebagai bentuk penghormatan bagi Rasulullah SAW. Hal ini dilakukan banyak ulama terkemuka panutan umat Islam.

(Baca juga: doa agar mudah hafal tidak pelupa dan cepat paham)

Al-Halabi dalam Sirah-nya mengutip sejumlah ulama yang menceritakan bahwa ketika majelis Imam As-Subki dihadiri para ulama di zamannya,  Imam As-Subki membaca syair pujian untuk Rasulullah SAW dengan suara lantang.

‘Sedikit pujian untuk Rasulullah SAW oleh tinta emas//di atas mata uang dibanding goresan indah di buku-buku

Orang-orang mulia terkemuka bangkit saat mendengar namanya//berdiri berbaris atau bersimpuh di atas lutut’

Selesai membaca syair Imam As-Subki berdiri yang kemudian diikuti oleh para ulama yang hadir. Kebahagiaan muncul di majelis tersebut dan maulid Rasulullah SAW diperingati di dalamnya.

(baca juga: hukum mencium tangan seorang guru atau ulama)

Pertemuan umat Islam demi kelahiran Rasulullah SAW juga didasarkan pada istihsan,” (Lihat Sayid Bakri bin Sayid Muhammad Syatha Ad-Dimyathi, I‘anatut Thalibin, Darul Fikr, Beirut, Libanon, tahun 2005 M/1425-1426 H, juz III, halaman 414).

Dari keterangan di atas kita dapat menarik kesimpulan bahwa berdiri saat pembacaan rawi berlangsung bukan dilatarbelakangi oleh sebuah perintah wajib di dalam Al-Quran atau hadits. Aktivitas berdiri ketika itu lebih didorong oleh akhlak umat terhadap nabinya. Para ulama memandang bahwa berdiri untuk menghormati Rasulullah SAW adalah sesuatu yang baik (istihsan).[AF.Red]

sumber gambar: Khazanah assalaf.id

*penulis adalah alumnus Pondok Pesantren Sidogiri

Related Post