Presiden Indonesia ke-7 gak Bisa Bahasa Inggris?

Oleh: Bangkit Nugroho, S.Sos*

Gak tahu kenapa rasanya salah banget kalo saya gak sharing ilmu kritik sosiologi, ok lets to the point

Baru-baru ini bapak presiden kita melakukan persentasi pada konferensi APEC dengan menggunakan bahasa Inggris. Dan bagaimana respon masyarakat Indonesia kemudian? Di dunia sosmed maupun broadcast, beragam komentar terlontar dari masing individu-individu, baik pro dan kontra, (khususnya mengenai penggunaan bahasa). Dan entah kenapa komentar kontra lebih dominan menjadi wacana masyarakat dari pada komentar pro. Dan dampaknya adalah citra bapak presiden terkesan kurang pintar dalam berbahasa inggris. (CMIIW)*

Memang Bahasa Inggris ada aturannya kalo memang mau digunakan, gak cuma grammar and pronouncation  aja, ada conversation, public speaking and so on.  Dan satu lagi bapak presiden kita bukan native speaker (pemilik bahasa/bule). Jadi fine-fine aja menurut saya kalo presiden kita gak sama persis bahasa Inggrisnya dengan seorang native speaker. Sempat juga beberapa pertanyaan di kepala saya:

  1. Emang belajar bahasa Inggris itu harus bener persis bule?
  2. Terus kalo udah pinter bahasa Inggris, bedanya orang indonesia sama bule apa? kan sama-sama pinter bahasa Inggris.
  3. Lha terus kita harus belajar bahasa inggris sesempurna itu, sebenarnya kita ini orang indonesia apa orang Inggris sih?

Kalo dari sudut pandang sosiologi (interaksionisme simbolik), bahasa merupakan aktualisasi dari pemikiran-pemikiran individu, artinya bahasa merupakan simbol segala hal yang ada dipikiran kita dan ingin kita sampaikan kepada individu maupun sekelompok individu, dan kedua belah pihak harus sama-sama memahami bahasa yang digunakan, bagaimana kita menggunakan bahasa yang tepat? Kita lihat lawan bicara kita dari budaya mana, masa kita gunakan bahasa Jawa di lingkungan orang-orang Papua. Tetapi kita bisa gunakan bahasa yang lebih universal di Indonesia, yakni bahasa Indonesia

Kalo ditanya, kenapa ada bahasa Jawa, Manado,Ppapua? Bahasa itu produk budaya, kalo gak punya ciri khas, kita kesulitan membedakan mana orang Jawa, mana orang Papua, dan itu identitas mereka. Kembali pada kasus di atas, kalo dari sudut pandang etika dalam berbahasa Inggris, mungkin kurang benar (soalnya saya gak di lokasi pada saat pak presiden presentasi). Tapi tujuan pak presiden kan berinteraksi dengan audiens, selama audiens dapat memahami apa yang ingin disampaikan pak presiden, tidak ada masalah menurut mimin. Toh kalo memang logat bahasa inggrisnya tidak sesuai etika berbahasa Inggris, audiens dapat membedakan yang mana presiden indonesia. Sekadar info,  audiens konferensi dihadiri orang-orang dari berbagai negara, dan tentu saja logat mereka beragam, dan pakaian yang mereka gunakan juga serupa.

Nah, itu yang mimin pikirkan selama ini, gak ada maksud provokasi, harapan mimin kalo punya pemikiran yang serupa, kalian jadi lebih bijak dalam menilai fenomena atau suatu kejadian. Kan kasihan pak presiden, niatnya memajukan negara sendiri malah dinilai ini-itu dsb.

Yah itulah seluit analisa saya mudah-mudahan berguna, boleh-boleh saja jadikan ini panutan, tapi saran saya, jadikan ini referensi aja guys, karena ini dari sudut pandang sosiologi, sudut pandang itu gak cuma sosiologi, ada hukum misalnya, dan sudut pandang yang lain….so be wise guys…^

 

sumber referensi:

buku identity theory Peter J. Burke

buku The Structure of Sociological Theory, Johnatan Turner

teks didiskusikan dalam forum Sociology of Jember dalam menanggapi pro-kontra pidato Jokowi kala penyambutan APEC 2016

 

*Staff Pengajar Sosiologi di SMA Nuris Jember

Related Post