Bogor- Toga merupakan benda yang sangat diimpikan oleh banyak orang khususnya mahasiswa, memakainya merupakan sebuah kebanggan, memakainya akan memberi candu senyum bahagia dan memakainya akan membuat hati berbunga-bunga, tidak mengherankan jika sebuah toga bisa disebut benda pengukir senyum kebahagiaan dan tentunya benda pengukir sejarah hidup seseorang. Begitulah rasa bahagia yang dirasakan oleh 750 mahasiswa sarjana, magister dan doktor IPB yang di Wisuda Tahap I tanggal 21 September 2016 di Gedung Graha Widya Wisuda IPB. Rasa bahagia ini tentunya juga dirasakan oleh saya sendiri, Muhammad Khoirul Mufid, seorang yang berasal dari desa kecil dengan bangga mempersembahkan sebuah kebahagiaan kecil untuk kedua orang tuanya.
Panjang perjalanan untuk bisa memindahkan tali toga dari samping kiri ke samping kanan, setiap perjuangan tentunya akan memberikan suka ataupun duka bagi yang memperjuangkannya termasuk oleh saya sendiri. Suka yang saya rasakan tentunya memiliki banyak teman yang berbeda-beda baik teman yang berasal dari berbagai daerah di Indonesia maupun teman yang berasal dari berbagai negara seperti Malaysia, Kamboja, Thailand, Jepang, India, Afrika dan lain sebagainya. Dengan memiliki teman yang lumayan banyak tentunya akan memberikan wawasan dan pengetahuan yang lebih mengenai budaya yang mereka miliki dan tentunya membuka pikiran untuk lebih bisa menghargai perbedaan. Selain memiliki teman yang berbeda-beda suka yang saya rasakan ialah ketika saya berdiskusi dalam kelas, disana saya melihat orang-orang yang cerdas saling bertukar pendapat satu sama lain. Tidak hanya itu suka yang saya rasakan, ketika berorganisasi (baik organisasi intra maupun ekstra kampus) dalam rapatnya maupun ketika mengadakan kegiatan acara dan saya terlibat didalamnya membuat saya mendapatkan pengalaman baru dalam hidup saya, tentunya pengalaman baru yang takan terlupakan. Ngopi bersama teman-teman komunitas baik komunitas olahraga (futsal dan renang) dan komunitas daerah (yang berisikan orang-orang daerahnya terutama satu suku) juga memberikan warna dalam hidup, disamping kami berdiskusi tentang rencana-rencana tiap anggota komunitas kedepannya juga mampu bercanda hingga membuat saya tertawa hingga terbahak-bahak. Banyak suka yang saya rasakan ketika saya mengais ilmu di IPB, takkan cukup lembaran-lembaran ini mengisahkan kisah suka atau bahagia saya di kota hujan ini.
Setiap kisah hidup jika terdapat kisah suka atau bahagia tentunya akan ada kisah duka, jika dibandingkan dengan kisah suka, kisah duka hidup di kota hujan hanya bisa dihitung dengan jari, kisah duka yang berat tentunya jauh dari orang tua tapi karena sudah terbiasa jauh dari orang tua sejak lulus SD hal ini bukan halangan yang cukup berarti buat saya. Selain jauh dari orang tua terlambatnya LC (Living Cost/biaya hidup) beberapa bulan membuat saya terkadang ngelus dada dan berkata sabar, bagaimana tidak ngelus dada kalau biaya hidup saya di Bogor kebanyakan mengandalkan Living Cost dari pihak sponsor beasiswa (haha). Tidak hanya itu kisah duka saya menuntut ilmu di kota kujang ialah dikejar-kejar deadline tugas yang menumpuk yang tiap harinya pasti ada tugas, baik tugas individu maupun kelompok, dari banyaknya tugas sering istirahanya setelah larut malam bahkan pernah tidak istirahat selama 48 jam full. Saya bersyukur dengan kisah duka yang pernah saya jalani, dengan kisah duka ini saya bisa lebih survive dalam menjalani hidup.
Sekarang Alhamdulillah saya sudah di wisuda, sudah melewati suka dan duka dalam perjalan ini, bahkan pernah terbesit dalam benak ini ingin mengulang kisah hidup diatas karena proses hidup diatas terlalu indah hanya untuk dijadikan sebuah kenangan. Bagi saya, toga yang sudah saya kenakan merupakan pengukir senyum kebahagiaan dan sejarah hidup saya.
Oleh : M. Khoirul Mufid
*Alumni SMA NURIS JEMBER 2011/2012