Bisnis Cepat Kaya*
“Aku ingin jadi pebisnis,” yang mendengar tak punya kata untuk merespon.
Mungkin sudah ratusan kali ia ucapkan kalimat itu di depan teman-temannya. Zaman ini katanya zaman peralihan dimana dulunya banyak orang berebut peluang untuk menjadi pegawai, terutama pegawai negeri karena penghasilan pasti, hidup terjamin meski kerja tak semangat, walaupun hidupnya tidak bebas. Di zaman ini kebebasan seakan-akan menjadi satu-satunya tolak ukur kesuksesan. Semua orang mendambakannya, karena itulah saat ini tidak sedikit orang yang suka menjadi pegawai negeri, bahkan mengolok-olok profesi sebagai pegawai negeri yang terkenal dengan penghasilan pastinya.
(Baca juga: Beliaupun Berceletuk “JELEK”)
“Mau ke mana lagi, Rud?” tanya Alif sambil menerjemah kitab kuning.
“Ikut mas.”
“Ke mana?”
“Biasa, seminar. Motivasi.”
Sejak kakaknya kuliah dan sering mengajak Rudi keluar asrama, Rudi menjadi lebih bersemangat. Sikapnya berbeda dengan santri pada umumnya. Ia gemar berolah raga dan membaca buku motivasi. Sejak lulus dari pesantren, kakaknya memutuskan untuk tidak tinggal di pesantren. Padahal teman-temannya banyak yang menetap di pesantren, membantu ngurus santri. Menurutnya, hidup di pesantren itu tidak produktif. Lemari Rudi ditempeli stiker-stiker bertuliskan kata-kata motivasi. Ada gambar rumah mewahh dan mobil mewah juga.
“Semangat, semangat, semangat…!!” sahut Ridho dari dalam selimutnya.
Rudi tertawa. “Kamu, Dho…!! Hampir semua orang kaya itu pebisnis, dan pebisnis itu tidak suka tidur,” katanya.
“Tetanggaku bangunnya siang, sawahnya luas, punya mobil enam,” sahutnya sambil menyingkap selimutnya sedikit, melihat ke Rudi, lalu ditutup lagi. Alif tersenyum. Tapi Rudi sudah keburu keluar. Ia singkap lagi selimutnya. “Sudah berangkat, Lif?” tanyanya sambil tertawa. Ia memang suka mengejek Rudi.
“Sudah.”
“Temannya mbakku ada yang kayak dia, ikut seminar ke mana-mana. Ngomongnya bisnis melulu. Katanya nasib itu kita sendiri yang merubahnya.” Alif hanya tersenyum, tak begitu memperhatikan. Dia baru separuh halaman menerjemah kitab kuning, tugas dari ustadznya. “Padahal, tidak semua orang jadi kaya meski sudah berusaha keras.”
“Bisa-bisa gila nanti,” Alfan yang lagi menghafal Quran berhenti dan ikut menanggapi.
“Bisa jadi,” Ridho tampak bersemangat. “Hidup kayak yang cuma ngejar kekayaan.”
***
“Kakakku buka usaha. Dia memutuskan untuk cuti kuliah,” Rudi bercerita pada teman-temannya usai pengajian di masjid. “Sebenarnya dia ingin berhenti saja, tapi takut dimarahi bapak. Kalau dipikir-pikir, orang sukses itu memang banyak yang tidak kuliah.”
Topik seperti itu memang terdengar asing di lingkungan pesantren. Teman-temannya mendengarkan saja. Rudi merasa banyak memberi pencerahan melihat antusias teman-temannya mendengarkan ceramahnya. “Kalau teman-teman buka internet, di situ ada penyedia blog bernama Tumblr. Nah, itu penciptanya anak muda yang memutuskan untuk berhenti sekolah karena menurutnya sekolah itu hanya menghambat kesuksesannya. Waktu itu dia di sekolah menengah atas. Kalian tahu berapa harga jual Tumblr buatannya? Yahoo membelinya senilai US$ 1,1 miliar. Coba berapa kalau dirupiahkan itu?” Adik kelasnya yang turut mendengarkannya tertarik dengan cerita Rudi.
“Kakakmu usaha apa, Rud?” tanya Ridho.
“Sekarang dia memulai usaha Pet Shop.”
“Apa itu?”
“Pet shop aja nggak tahu. Toko binatang peliharaan.”
“Ow. Dari mana modalnya?”
“Dia pinjam ke bank dengan jaminan sertifikat tanah.”
“Tanah milik orang tuamu?”
“Iya.”
“Kalau kamu? ingin usaha apa?”
“Saya lebih suka kuliner.”
“Apa itu?”
“Bisnis makanan.”
“Buka warung?!”
“Iya, benar. Bisnis kuliner itu penghasilannya jutaan. Kelihatannya aja yang kampungan.”
Rahman menghampiri mereka. “Di masjid jangan bicara urusan dunia,“ katanya. Dia memang terkenal kolot.
***
“Tidak ikut seminar, Rud? Tumben sebulan ini kamu tidak ijin pulang?” tanya Ridho.
Akhir-akhir ini sikap Rudi berubah. Teman-temannya menduga ia sudah tidak kerasan di pondok. Mungkin ingin segera memulai usahanya. Ia bahkan sering terlambat bangun. Padahal sebelumnya, tahajjud rutin 11 rakaat, duha rutin 12 rakaat. Sekarang ia lebih malas dari teman-temannya.
“Tidak,” jawabnya, tidak semangat.
Beberapa bulan kemudian kakaknya Rudi datang ke pondok bersama orang tuanya. “Kakakmu, Rud?” tanya Ridho. Rudi menjelaskan bahwa ia disuruh kembali oleh orang tuanya. Katanya usahanya bangkrut. Modal besar yang sudah dikeluarkannya ludes dan menyisakan hutang. Sekarang giliran orang tuanya yang harus putar otak untuk melunasinya. Padahal, dulu ia selalu bilang bahwa hidup itu penuh risiko dan harus berani ambil risiko. Sekarang ia sudah mendapatkan risiko itu, tapi ternyata orang tuanyalah yang harus menanggungnya.
“Allah memberi rezeki kepada hamba-Nya yang ia kehendaki,” nasehat Ustaz Ghofir. Ridho mendengar sekilas. Kamar ustaz memang juga berada satu ruangan dengan kamar santri, hanya diberi skat. “To succeed is not like chasing a running mouse. You need to control your emotion to find the best strategy. Sukses itu tidak seperti mengejar tikus, perlu dengan hati tenang mencari strategi. Ia kalau tikusnya larinya lurus, kalau masuk lubang kecil? Harus ditunggu kan?” Ustaz Ghofir cukup pengalaman dalam urusan bisnis. “Banyak motivator yang ngawur bicara. Memang dengan begitu mereka dapat banyak uang dari peserta seminar.” Ridho pura-pura tidur, tapi nguping nasehat Ustaz Ghofir. “Modal utama yang perlu disiapkan pebisnis itu adalah mental. Mental orang sukses itu … … tak mudah dibangun, dan butuh waktu yang tak sebentar. Dan yang perlu kamu pahami, nasib itu bukan kita yang menentukan. Itu pemahaman yang keliru. Pebisnis itu pekerja keras, pebisnis itu terus belajar. Tak sedikit pebisnis yang sukses itu dulunya ikut orang, kerja ke orang lain dulu, hingga akhirnya merintis usaha sendiri. Bukan hanya bermodal ikut seminar.”
Orang tua Rudi memang beberapa kali curhat sama Ustaz Ghofir. Beliau tidak setuju dengan apa yang dilakukan oleh anak pertamanya itu, terlebih tindakannya sering mengajak Rudi keluar asrama. Ia ingin anaknya fokus belajar agama. Rizki itu urusan Allah.
“Tapi beberapa teman saya sukses, Ustaz…”
Ustaz Ghofir tersenyum. “Kehendak Allah. Banyak orang kaya harta, tapi kehidupan keluarganya tak bahagia. Tak sedikit orang kaya harta, tapi keluarga berantakan, atau penyakit datang bertubi-tubi. Sabarlah. Lanjutkan kuliahmu. Bukan karena berhenti kuliah orang langsung sukses, tapi karena proses yang dilalui. David Karb yang membuat Tumblr itu memang menekuni bidang komputer sejak kecil. Di usianya yang baru 16 tahun dia sudah membuat situs sendiri. Dia membuat Tumblr di usia 20 tahun kan? Kalau di usia 16 tahun sudah bisa membuat situs sendiri, berarti sebelumnya dia memang sudahh lama belajarnya. Itulah proses. Sukses tak bisa didapat dalam sekejap mata. Meskipun itu mungkin saja, kalau Allah menghendaki.”
Biodata Penulis
Nama : Sunardi*
Alamat : Jl. Pangandaran Antirogo Sumbersari Jember
Status : – Aktif dalam kepengurusan di PP. NURIS JEMBER
Hp : 081578729803