Tadarus Al-Qur’an

Bulan Ramadhan adalah bulan yang pernah berkah, karena di dalamnya terkandung beribu-ribu kebaikan. Tidak heran, pada bulan ini semua umat Islam berlomba-lomba untuk mencari kebaikan. Berbagai amalan ibadah dilakukan untuk mengisibulan ini. Dari amal yang sunnah sampai yang wajib. Di antara yang sering dilakukan adalah tadarus al-Qur’an.

Pada malam hari bulan Ramadhan, masjid-masjid di seluruh Indonesia marak dengan bacaan-bacaan ayat-ayat suci al-Qur’an. Secara silih berganti mereka melafalkan kalam ilahi. Tidak jarang, bacaan tesebut disambungkan pada pengeras suara. Semua itu dilakukan dengan satu harapan:berkah Ramadhan yang telah dijanjikan Allah SWT akan mereka raih. Bagaimanakah hukum melakukan tadarus tersebut?

Pada bukan Ramadhan, padahal amal kebaikan dilipatgandakan oleh Allah SWT. Karena itu Nabi SAW sangat menganjurkan umatnya umtuk memperbanyak melaksanakan ibadah kepada Allah SWT pada malam hari bulan Ramadhan. Dalam sebuah Hadits, Nabi SAW bersabdah:

عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ مَنْ قَامَ رَمَضَانَ إِيْمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ.(صحيح البخاري، رقم . ١٨٧)

“Dari Abi Hurairah RA bahwa Rasulullah SAW bersabdah, “Barang siapa yang memeriahkan bulan Ramadhan dengan ibadah, (dab dilakukan) dengan penuh keimanan dan keikhlasan, maka akan diampuni segala dosanya yang telah lalu.”(Sahih al-Bukhari,[1870])

Tentang apa yang dimaksud dengan memeriahkan malam bulan Ramadhan yang ada dalam Hadits ini, al-Shan’ani dalam kitabnya Subul al-Salam menjelaskan:

قِيَامُ رَمَضَانَ أَيْ قِيَامُ لَيَالِيْهَا مُصِّلِيًا أَوْ تَالِيًا. (سبل السلام، ج٢ص ١٧٣)

“Yang dimaksud dengan qiyam Ramadhan (dalam Hadits itu adalah) mengisi dan memeriahkan malam bulan Ramadhan dengan melakukan shalat atau membaca al-Qur’an.”(Subul al-Salam, juz II, hal 173)

lebih lanjut, Syaikh al-Manawi, pengarang kitab Faidh al-Qadir Syarh alJAmi’ al-Shagir menjelaskan:

وَيَحْصُلُ بِنَحْوِ تِلاَوَةٍ أَوْ صَلاَةٍ أَوْ ذِكْرٍأَوْ عِلْمٍ شَرْعِيٍّ وَكَذَا كُلُّ أُخْرَوِيٍّ. (فيض القدير، ج ٦، ص١٩١)

“Qiyam Ramadhan itu dapat dilaksanakan dengan membaca al-Qur’an, shalat, dzikir atau mempelajari ilmu agama. Dan juga dapat terwujud dalam setiap bentuk perbuatan baik.”(Faidh al-Qadir, juz VI, hal 191)

Maka sudah jelas, bahwa membaca al-Qur’an pada malam bulan puasa itu sangat dianjurkan oleh agama. Kemuadian bagaimana jika hal itu dilakukan secara bersama-sama. Yang satu membaca al-Qur’an, sedang yang lain mendengarkan serta memperhatikan bacaan tersebut? menjawab pertanyaan ini Syaikh Nawawi al-Bantani mengatakan:

فَمِنَ التَّلَاوَةِ الْمُدَارَسَةُ الْمُعَبَّرُ عَنْهَا بِالْإِدَارَةِ وَ هِيَ أَنْ يَقْرَأَ عَلَى غَيْرِهِ وَيَقْرَأَ غَيْرُهُ عَلَيْهِ وَلَوْ غَيْرَ مَا قَرَأَهُ الْأَوَّلُ . (نهاية الزين ص ١٩٤ – ١٩٥)

“Termasuk membaca al-Qur’an (pada malam bulan Ramadhan) adalah mudarasah, yang sering disebut pula dengan iadarah. Yakni seseorang membaca pada orang lain. Kemudian orang lain itu membaca pada dirinya. (Yang seperti ini tetap sunnah) sekalipun apa yang dibaca (orang tersebut) tidak seperti yang dibaca orang pertama.”(Nihayah al-Zain, 194-195)

Dan ternyata, hal ini pernah dilaksanakan Rasulullah SAW bersama malaikat Jibril. Dalam sebuah Hadits disebutkan:

عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ أَنَّ رَسُوْلَ الله صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كاَنَ مِنْ أَجْوَادِ النَّا سِ وَأَجْوَدُ مَايَكُوْنُ فِيْ رَمَضَانَ حِيْنَ يَلْقَاهُ جِبْرِيْلُ يَلْقَاهُ كُلَّ لَيْلَةٍ يُدَارِسُهُ الْقُرْآنَ فَكَانَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ حِيْنَ يَلقَاهُ جِبْرِيْلُ أَجْوَدَ مِنْ الرِّيْحِ الْمُرْسَلَةِ.(مسند أحمد،رقم ٣٣٥٨

“Dari Ibn ‘Abbas RA bahwa Rasulullah SAW adalah orang yang paling pemurah. Sedangkan saat yang paling pemurah bagi beliau pada bulan Ramadhan adalah pada saat malaikat Jibril mengunjungi beliau. Malaikat jibril selalu mengunjungi Nabi setiap malam bulan Ramadhan, lalu melakukan mudarasah al-Qur’an dengan Nabi. Rasul SAW ketika dikunjungi malaikat Jibril, lebih dermawan dari angin yang berhembus.”(Musnad Ahmad [3358])

(Baca juga: Hujjah Aswaja : Perjamuan Makanan dalam Acara Tahlilan)

Dapat disimpulakan bahwa tadarus yang dilakukan di masjid-masjid atau di mushalla pada bulan Ramadhan tidak bertentangan dengan agama dan merupakan perbuatan yang sangat baik, karena sesuai dengan keperluan dan jangan sampai mengganggu pada lingkungannya. Supaya ajaran syi’ar tersebut bisa diraih.

Sumber: KH.Muhyiddin Abdushomad.2010.Fiqih Tradisionalis.Surabaya: Khalista.

Related Post