Ahmad Tohari: Satrawan Indonesia yang Cinta Budaya

Penulis: Muhammad Qorib Hamdani*

 “Berkarya lewat sastra dengan sejuta kata lalu merangkai untaian mutiara cerita. Dia bercerita dengan setapak kebudayaan masyarakat diselingi sastra yang akan memberi kejutan kepada se-antero bumi.” 

Salah satu novelis Indonesia Ahmad Tohari pengarang novel “Ronggeng Dukuh Paruk” telah menunjukkan nama dan karangannya sampai ke mancanegara. Bukan hanya sampai di mancanegara saja akan tetapi novel tersebut banyak diterjemah ke dalam beberapa bahasa asing. Novel yang dikarang selalu ada kaitannya dengan budaya maka dari itu selain dia dijuluki sebagai sastrawan juga dijuluki sebagai budayawan.

(Baca juga: Habiburrahman El Shirazy: tokoh Islam menjadi inspirasi pemuda Indonesia)

Pri berkelahiran Jawa Tengah ini mulai menapakkan kakinya di bumi pada tanggal 13 Juni 148. Latar belakang keluarganya diketahui ayahnya seorang yang kiai dan bekerja sebagai pegawai KUA di kantor agama dan ibunya bekerja sebagai seorang pedagang kain. Ahmad Tohari ini memiliki seorang istri bernama Syamsiah. Kini keluarganya tinggal bersama di desa kecil Jatilarang, Banyumas, Jawa Tengah.

Riwayat pendidikan beliau bahwa dia dikenal sebagai sastrawan sekaigus budayawan, namun sayangnya beliau menempuh pendidikannya sangat bertolak belakang dengan pekerjaannya. Beliau pernah menempuh pendidikannya di Ibnu Khaldun sebagai mahasiswa Kedokteran pada tahun 1967.

Setelah menamatkan kuliahnya di jurusan kedokteran beliau merasa tak puas dengan ilmu yang didapatkannya. Kemudia beliau melanjtkan kuliah di Fakultas Ekonomi sekaligus Fakultas Ilmu Sosial dan Politik di Universitas Jendral Soedirman.

Beliau menjadi hobi menulis sejak menapakkanya di perkuliahan. Tulisan yang dikarang bukan dikemas dengan bentuk cerpen melainkan dalam bantuk tulisan layaknya artikel atau opini yang ada relasi dengan kebudayaan. Karangannya tersebut di beliau kirim ke media cetak dan akhirnya banyak dari tulisan Ahmad Tohari yang menarik hati masyarakat hingga menjadi idola masyarakat. Dengan tulisannya yang menarik pembaca untuk lebih mengenal kebudayaan dia pun masuk menjadi staf di harian Merdeka, sejak itulah dunia jurnalisnya semakin menajam.

(Baca juga: Sujiwo Tejo: Sosok multi talenta dari tanah pandalungan)

Hal itu pulalah yang menjadikan Ahmad Tohari masuk menjadi staf di harian Merdeka. Sejak saat itu, karir Ahmad Tohari di dunia jurnalistik semakin meningkat tajam.

Tak puas dengan tulisannya yang hanya berbentuk artikel dan opini dia meluncurkan dirinya sebagai penulis. Dia mengarang sebuah novel yang isinya mengenai sindiran pada otriter. Salah satu karangannya adalah “Ronggeng Dukuh Paruk” yang membuat dirinya hampi rmasuk penjara karena buku ini karena mengandung sindiran pada pemerintah komunis. Namun ada baiknya juga dia mengarang novel sindiran yaitu dialih bahasakan di beberapa negara yang masih terkenal sampai sekarang.

Karya Ahmad Tohari menjadikannya banyak meraih penghargaan seperti  Jasa-Jasa Buat Sanwirya, Ronggeng Dukuh Paruk, Lintang Kemukus Dini Hari, Jentera Biang Lala, dan Di Kaki Bukit Cibalalak dan Kubah. Beberapa novel tersebut sudah banyak dialih bahasakan seperti Jerman, Inggris dan lain-lain.

Sumber gambar: kompassiana.com

Penulis merupakan siswa kelas XI PK MA Unggulan Nuris yang aktif di ekstrakurikuler jurnalistik

Related Post