Belajar dari Santri Senior; Khidmat kepada Guru Kunci Kesuksesanmu

Penulis: Ali Maulana Akbar*

Kesuksesan merupakan salah satu dari tujuan hidup setiap orang. Sebagaimana hal yang lumrah terjadi di kehidupan kita, sejak kecil kita sudah dididik orang tua dan guru untuk memperoleh ilmu guna meraih kesuksesan di masa depan.  Namun dalam meraih kesuksesan tersebut nyatanya tidak semudah membalikkan tangan, banyak lika-liku dalam proses kehidupan untuk meraihnya. Kadangkala realita tidak sesuai dengan ekspetasi yang sudah lama terangan-angan.

Dalam meraih kesuksesan dan keberhasilan yang kita impikan tentunya ada pengaruh besar dari keridhoan guru, sebagaimana murid harus taat dan hormat kepada guru agar memperoleh keridhoannya. Hal ini telah disebutkan dalam kitab Ta’limul Muta’alim  karangan Syekh Az-Zarnuji : “Ketahuilah, sesungguhnya orang yang mencari ilmu tidak akan memperoleh ilmu dan kemanfaatannya, kecuali dengan memuliakan ilmu beserta ahlinya, dan menghormati guru”.

Banyak sekali ulama’ terdahulu menjadi ulama’ masyhur dan alim bukan hanya kesungguhan dalam belajar, melainkan dengan lantaran keta’dzimannya kepada guru. Seperti Hadratussyekh KH. Hasyim Asyari yang sangat ta’dzim kepada gurunya yakni Syekhona Kholil Bangkalan sehingga beliau menjadi ulama’ besar sekaligus pendiri Nahdhlatul Ulama’ yang saat ini menjadi organisasi islam tersebar di Indonesia.

(baca juga: Lolos Masuk Kampus Kedinasan STIS, Alumni Nuris ini Pelopornya Coyyy)

Sebagaimana kesuksesan yang diraih oleh bapak Dr. Muhammad Faisol S.S., M.Ag. dengan title gelar yang diraihnya tidak semudah seperti menulisnya dengan pena. Sebagai santri Nurul Islam tentunya kita sudah mengetahui beliau alumni Nurul Islam periode tahun 1995. Bapak Faisol lahir di Jember pada tanggal 9 Juni 1977. Riwayat pendidikan formal dimulai dibangku sekolah dasar di MIMA Condro selesai tahun 1989 kemudian melanjutkan pendidikannya SMP hingga SMA di PP Nurul Islam pada tahun 1989 sampai 1995.  Seusai tamat SMA melanjutkan studi perguruan tinggi S1 dan S2 di Yogyakarta tepatnya Universitas Gadjah Mada lulus tahun 2000 dan UIN Sunan Kalijaga lulus tahun 2003. Gelar doktoralnya diperoleh di UIN Sultan Syarif Kasim Riau pada tahun 2018.

Sebelum melanjutkan pendidikan di Yogyakarta, beliau diperintahkan Kiyai Muhyiddin untuk meneruskan di UGM, karena menurut kiyai ilmu agama sudah didapat, perlu ada alumni Nuris melanjutkan di Perguruan Tinggi Negeri umum. padahal Bapak Faisol sendiri sejak lama menginginkan kuliah di UIN, akan tetapi karena ini perintah dari kiyai, dengan kerelaan dan ketaatan seorang murid tidak bisa untuk menolak perintah guru, alhasil UGM yang diambil dengan jurusan bahasa Arab.

Selama studi di Yogyakarta beliau mondok di Ponpes Nurul Ummah Kotagede asuhan KH. Asyhari Marzuqi. Karena sudah memiliki bekal agama yang di peroleh sebelumnya di Nurul Islam, sehingga hanya sebentar mengikuti kegiatan diniyah sampai lulus hingga menjadi pengurus. Berkhidmat di pesatren tentunya bukan perkara mudah, disaat disibukkan tugas dari kampus dibarengi dengan mengurusi santri dan berbagai hal di pesantren, ditambah lagi beliau selalu menemani kiyai untuk menelaah berbagai kitab-kitab, karena Almagfurlah KH Asyhari Marzuqi termasuk kiyai yang hobi membaca, kapanpun dimanapun sampai-sampai banyak kiyai lain mengatakan istri pertamanya kitab. Hal inilah yang menjadi kegiatan yang menyibukkan bagi bapak Faisol.

Dengan ketlatenan dan khidmatnya hingga beliau memperoleh beasiswa S2 dari kemenang di UIN Sunan Kalijaga sesusai dengan yang dicita-citakan dahulu, salah satu pesaingnya merupakan kakak senior sendiri yang sama-sama santri dari Nurul Ummah. Selain memperoleh beasiswa keberhasilannya bisa mempersunting seorang hafidzah yang juga alumni Nurul Ummah Yogyakarta.

(baca juga: Jadi Bidan, Alumni Ini Abdikan Diri di Bidang Kesehatan)

Setelah menyelesaikan pendidikan S2 beliau kembali ke Pesantren Nuris, tidak seperti yang lainnya setelah lulus perguruan tinggi untuk mencari kerja yang mapan, beliau lebih memilih berkhidmat kembali kepada sang kiyai. Menurutnya “sejatinya santri tak pernah menjadi alumni, jadi takkan pernah putus hubungan santri dan kiyai”.  Sehari-hari beliau ikut mengurusi pesantren Nuris, apapun yang menjadi perintah kiyai, beliau selalu taat dan panuh. Belum lagi ada keluarga juga yang harus diperhatikan dan diurusi. Hingga beliau pernah didapuk sebagai kepala sekolah SMA Nuris sebelum Gus Robith yang saat ini meneruskannya. Karena begitu taatnya kepada kiyai, serta kiyai begitu cocok dengan beliau, sampai-sampai bapak Faisol tidak bisa melepaskan pesantren hingga menunggu Gus Robith kembali dari Mesir.

Masih teringat apa yang pernah dikatakan beliau saat Nurfata bersilaturahim “hal terpenting dalam hidup selalui sami’na waatho’na dengan kiyai, pasti keberkahan akan kalian dapatkan, seperti halnya saya ini yang sama sekali tidak membayangkan sekolah hingga S3 dan diangkat menjadi Wakil Dekan Fakultas Syariah IAIN Jember, padahal bukan dari anak orang punya, tapi pengabdian kepada kiyai itulah yang membuat saya bisa seperti sekarang”. Seperti apa menjadi pernyataannya, beliau berhasil mendapatkan gelar S3 dengan program beasiswa 5000 doktor  di tahun 2018, serta diangkat menjadi pejabat strategis di kampus yakni Wakil Dekan Fakultas Syari’ah IAIN Jember.

Apa yang diperoleh Bapak Faisol tentunya tidak secara instan, berbagai proses telah dilalui hingga bisa sukses. Kunci dari kesuksesan beliau diraih karena ketaatannya terhadap kiyai. Dengan meneladani kisah beliau yang penuh inspiratif, seharusnya kita sama-sama sebagai santri alumni Nurul Islam lebih mempererat hubungan silaturahim dengan beliau, menggali ilmu yang dimilikinya dan menjadikan motivasi pada diri kita untuk menuju kesuksesan di masa depan.[Ali]

Nama              : Muhammad Faisol

Lembaga        : SMP dan SMA Nuris Jember, tahun 1995

Kuliah                        : S-1 UGM, S-2 UIN Suka Yogyakarta, S-3 UIN Sultan Syarif Kasim Riau

Karier             : Dosen di IAIN Jember

*penulis adalah alumni MA Unggulan Nuris tahun 2016

Related Post