Penulis: Regina Qotrun Nada*
Aeshnina Azzahra atau Nina adalah gadis cilik asal Gresik yang diundang untuk berpidato dalam Plastic Health Summit 2021 di Amsterdam, Belanda. Ia berkisah bahwa Indonesia saat ini tidak sedang baik-baik saja karena masalah sampah impor yang diselundupkan oleh negara-negara maju.
Dari data Asosiasi Pulp dan Kertas Indonesia (APKI), Indonesia setiap tahunnya mengimpor limbah kertas sebesar 3,5 juta ton untuk memenuhi pasokan limbah kertas secara teratur industri kertas dalam negeri.
(Baca juga: dari dokter gigi ke beauty vlogger)
Nina berkata bahwa sebagian limbah tersebut dibuang dan dibakar di halaman depan rumah warga di Desa Bangun Jawa Timur Indonesia, sebuah desa yang jaraknya 20 menit dari rumahnya. Mirisnya, warga tidak mengetahui efek yang ditimbulkan dari membakar sampah-sampah tersebut. Alhasil, warga terus menerus melakukan pembakaran sampah sebagai rutinitas sehari-hari.
Ia juga berujar, bahwa sampah impor yang berasal dari Italia, Inggris, Jepang, Belanda, Amerika Serikat, Kanada, dan lebih banyak sampah dibuang dan dibakar di halaman depan rumah warga, lahan pertanian, pinggir jalan dan di sepanjang tepi sungai.
Tak hanya itu, Nina juga mengkritisi daur ulang plastik dari negara maju yang selama ini terus berjalan di tempat tinggalnya. Menurutnya, proses daur ulang plastik telah mencemari Sungai Brantas, yang mana sungai tersebut adalah sumber air minum utama untuk masyarakat Surabaya dan sekitarnya.
Fakta bahaya daur ulang plastik yang dibeberkan oleh Nina juga bukan tanpa alasan. Sebab, jika manusia memakan ikan yang sudah terkontaminasi plastik, dalam jangka panjang bisa menimbulkan dampak kesehatan yang serius atau penyakit, seperti gangguan hormonal, kanker dan cacat lahir.
Lebih lanjut, Nina menegaskan bahwa negara maju harus menghentikan ekspor sampah plastik ke negara berkembang. Sebab, negara-negara berkembang seperti Indonesia tidak memiliki kapasitas untuk menangani masalah sampah tersebut. Sampah impor hanya akan menambah beban dan pencemaran di Indonesia.
(Baca juga: maudy ayunda: lulusan s2 stanford university di dua jurusan sekaligus)
Tak hanya itu, sejak pidatonya tersebut, Nina ikut serta dalam unjuk rasa ke Konsulat Jenderal Amerika Serikat di Surabaya, pada Juli 2019 lalu, yang pada saat itu, sedang ramai pemberitaan sampah plastik impor asal Amerika.
Ia juga menulis surat kepada Presiden Amerika Serikat Donald Trump untuk menghentikan ekspor sampah plastik ke Indonesia dan mendaur ulang sampah mereka sendiri. Dua tahun berikutnya, tepatnya pada Maret 2021, Nina kembali menyurati Presiden AS Joe Bidden. Alhasil ekspor limbah kertas AS turun sekitar 50 persen, dari 900 ribu ton pada 2018 menjadi 400 ribu ton pada 2020.
Hobi menulis Nina tak hanya sampai disitu saja, dia kembali berkirim surat kepada negara-negara lain yang sampahnya masuk Indonesia, seperti Jerman, Kanada, dan Australia. Isinya kurang lebih sama, yakni meminta negara-negara itu tidak lagi mengirim (menyelundupkan) sampah plastik ke Indonesia.
Tak lama berselang, perjuangan Nina disambut baik oleh pihak Global. Nina mendapat kesempatan untuk hadir dalam Konferensi Perubahan Iklim Perserikatan Bangsa-Bangsa (COP26) di Glasgow, Inggris, November mendatang. COP26 merupakan forum tingkat tinggi tahunan negara-negara dunia untuk membicarakan perubahan iklim dan bagaimana menanggulanginya.
Sebelum ke forum COP26 di Inggris, Nina juga mendapat undangan ke Plastic Health Summit 2021 di Amsterdam, Belanda, dimana ia menjadi satu-satunya pembicara paling muda yang berkesempatan berpidato untuk menyuarakan keadilan lingkungan.
Berkirim surat kepada wakil negara-negara pengekspor sampah bukanlah satu-satunya yang dilakukan Nina. Di usia remaja ini, Nina banyak terlibat dalam berbagai kampanye baik dilakukan ECOTON maupun di sekolah.
Luar biasa sekali ya gadis cilik asal Gresik ini, semoga kita bisa turut terinspirasi ya dan memulai dari diri sendiri untuk tidak membuang sampah sembarangan.
Penulis merupakan siswa kelas XI PK MA Unggulan Nuris yang aktif di ekstrakurikuler jurnalistik