Together We Got Peace

Oleh: Kinar Tantri Emeraldin Purwanendra*

Namanya Bintang Surga. Umurnya lima belas tahun. Ia bersekolah di Sekolah Seni Arthepatient. Sejak ia mencium aroma sekolahnya, ia sudah menyukai nya. Ya, ia harus. Sekarang, ia duduk di kelas 9. Jurusan yang dipilihnya adalah jurusan teater. Memilih jurusan teater adalah permintaan ibunya sebelum wafat. Bintang pun melaksanakannya sejak kelas tujuh. Meninggalkan bidang formal yang selama ini mengurungnya, dan berpaling pada bidang seni yang mengasyikkan, yang selama ini diincarnya. Sekolah seni asrama.

Di samping itu, dia memiliki seorang sahabat bernama Kirana. Kirana adalah seseorang yang sulit dibaca. Bintang, yang selama ini bersahabat dengannya sejak taman kanak-kanak saja tidak tau seperti apa Kirana sebenarnya. Itu karena Kirana terlalu pendiam dan jarang bicara. Dulu, waktu sekolah dasar, Bintang pernah berpisah dengan Kirana, karna Kirana pindah ke sekolah kota. Bintang berusaha mengejar sahabatnya. Maka dari itu , ia berusaha keras belajar segala hal tentang seni agar bisa menyusul Kirana ke kota . Mendengar Kirana sekolah seni  di Arthepatient, Bintang semakin bersemangat, dan berhasil mendapat beasiswa ke sekolah itu. Bintang berhasil mempersatukan kembali persahabatannya dengan Kirana. Ia akan berusaha untuk selalu mempertahankan persahabatannya dengan Kirana.

Selama bersahabat dengan Kirana, Bintang bertemu teman teman akrab lainnya. Yaitu, Fithra dan Nanda. Mereka juga sepesang sahabat. Akhirnya, keempatnya menjadi satu, dengan ciri khas masing- masing. Fithra, adalah putra dari seorang musisi, yang dirinya juga seorang musisi di sekolahnya. Maka itu, ia memilih jurusan seni musik. Nanda, adalah putra tunggal dari sepasang perngajin tanah liat. Orang tuanya bekerja di perusahaan keramik dn patung milik keluarga kaya. Merekalah yang membiayai Nanda untuk sekolah seni rupa. Maka dari itu, ia memilih jurusan seni rupa, dan giat belajar.

Saat ini, keempatnya sedang sedikit renggang, dikarenakan jurusan seni mereka yang berbeda. Jurusan seni rupa, seni musik, seni tari, seni teater. Keempatnya adalah hal-hal yang saling berbenturan. Hal inilah yang menjadikan Bintang sulit  menyatukan teman-temannya. Ditambah lagi, keempat jurusan itu memang sudah bermusuhan sejak awal.

Pertama kali konflik terjadi, salah satu teman Fithra sedang asyik bermusik di gor tempat biasanya para penari menyegarkan diri. Bukan untuk mengganggu, melainkan memang titah kepala sekolah untuk berlatih disana, karena tempat latihan mereka sedang renovasi. Saat murid seni tari datang, mereka langsung saja membentak, memprotes anak kelas seni musik.

“Hai, anak musik! Kalau punya tempat sendiri, tidak usah mengambil tempat orang lain, lah! Pakai itu punya sendiri! Masih ngambil punya kita, lagi! PERAMPAS!!!” bentak Alea, anak tari.

“Eh, anak tari! Kalau ini bukan titah kepala sekolah, kita juga nggak mau berada disini! Iuh, jijik! Bau keringat!” balas Erva balik membentak.

“Hei, jaga mulut kalian! Kalian ingin kami habisi sekarang?”

“Coba kalau berani!”

Dan sejak itu, mulailah pertengkaran. Tak ada lagi yang namanya teman diantara murid musik dan murid tari. Itu artinya, Fithra dan Nanda tak lagi bersahabat. Bintang tak mau jadi orang berikutnya. Ia tidak mau nanti persahabatannya dengan Kirana jadi ikut rusak. Baginya, Kirana adalah sahabatnya yang paling berharga. Kirana selalu saja merelakan sesuatu demi hal yang dibutuhkan Bintang. Maka dari itu, Bintang tidak ingin kehilangan Kirana.

(baca juga: Setitik Hujan Inspirasi Kehidupan)

Namun, di samping usahanya itu, Bintang bimbang. Apa ia harus melanjutkan usahanya atau tidak. Karena menurutnya, usahanya selama ini, bukanlah mempertahankan Kirana, melainkan membuat Kirana terkucilkan dari timnya. Jika ia berhenti, sedikit demi sedikit ia akan kehilangan Kirana. Jika ia lanjut, maka ia akan menyusahkan hidup Kirana. Bintang benar-benar bimbang. Jika keduanya dilakukan, resikonya sama, kehilangan Kirana. Apapun dan bagaimanapun, akhirnya ia memilih untuk melanjutkan usahanya. Setidaknya, Bintang masih bisa memiliki Kirana sebelum Kirana hilang dari dekapannya.

^^

Berlama-lama dengan keadaan itu, membuat Kirana mulai sedikit bertanya-tanya akan kelakuan sahabat tercintanya ini. Bintang bingung ingin menjawabnya dengan kata apa. Semakin lama dengan hal membingungkan itu, Kirana pun lelah dan ia terpaksa harus menginterogasi sahabatnya, Bintang. Diam-diam ia bertanya.

“Bintang, boleh aku bertanya sesuatu, kali ini ?” tanyanya pada Bintang.

“Boleh. Apa saja. Silakan bertanya.” Jawab Bintang.

“Mengapa kau tidak membiarkanku bersama orang lain sedikitpun? dengan hal itu, aku merasa duniaku begitu sepi.”

“Eh, itu, karena,…aku takut kau tidak akan bersamaku lagi. Kau pernah hilang sebelumnya. Dan aku tak ingin itu terjadi lagi. Jadi, kumohon maaf jika aku begitu sempit buatmu,”

“Maaf juga, Bintang. Aku juga ingin berteman dengan yang lain. Dan, sekarang ini, semua anak seni tari merasa bahwa aku tak boleh berteman denganmu. Aku berusaha menolak kata-kata itu. Namun, apa yang ingin kutolak ternyata berbeda kesimpulan. Maaf, Bintang. Lingkungan pun tak mendukung. Kurasa kita memang tak bisa bersahabat lagi.”

Sekali lagi, Bintang kehilangan sahabatnya. Bintang tidak menyesal. Karena ia tau itu akan terjadi, apapun yang bakal dilakukannya. Justru, yang sedang dipikirkannya ialah bagaimana membuat sekolahnya kembali bersatu, tidak ada sekat dari berbagai bidang keilmuan, bebas.

Ia terus memutar otak, namun alhasil nihil. Di saat ia merenung, Bu Paradita datang membantunya. Bu Paradita mengusulkan, agar membuat sesuatu yang membuat hati para murid bergerak. Setelah itu, ia terbayang sebuah pentas seni teater dan sendra tari. Di mana di seni teater, semua bidang seni masuk dan berpadu di dalam satu tema. Musik sebagai pengiringnya, seni rupa sebagai properti penampilan, tari, juga seni teater sendiri yang akan mengatur alur dari drama tersebut. Bu Paradita setuju akan hal itu, dan menunjuk Bintang sebagai ketua panitianya.

Pencarian anggota telah dilaksanakan. Ya, memang saat itu, para peserta selalu saja mendukung kelompok seni mereka sendiri. Bintang membiarkan itu terjadi. Ia sudah melatih mental untuk hal ini, bahkan siap akan apa yang terjadi saat latihan berlangsung. Awalnya memang tidak biasa. Setelah banyak kesalahan dilalui, barulah sedikit demi sedikit mereka mau bekerja sama.

Latihan dan persiapan yang lainnya telah terlaksana. Tinggal pelaksaan teater tersebut. Namun, sebelum pelaksanaan, terjadi sedikit perselisihan. Soal itu bisa dia tenangkan. Tetap saja, Bintang khawatir.  

Dan yang satu ini. Bintang tak sabar mendengarnya. Bagaimana tanggapan siswa- siswa lain terhadap apa yang ia adakan hari itu. Jantungnya berdegup kencang. Begitu drama dimulai, hatinya mulai tenang, terus mengikuti drama tersebut. Karena, mereka semua tampak damai, hingga selesai acara. Di akhir acara, sesuatu membuat Bintang tersenyum bahagia. Seluruh teman-temannya mengucapkan salam terima kasih untuknya. Ini pertanda, bahwa ia berhasil mempersatukan orang-orang di seluruh sekolahnya. Bintang begitu bangga. Namun, satu hal yang membuat ia muram kembali. Sejak acara berakhir, ia tak lagi melihat sosok sahabatnya itu.[]

*penulis merupakan alumni Nuris Jember, SMP Nuris Jember dan berprestasi bidang literasi nasional  

Related Post