Ibu Mengukir Bahasa dan Lim Merajut Cerita

Ibu Mengukir Bahasa dan Lim Merajut Cerita

Penulis: Muhammad Qorib Hamdani*

Kamar mandi itu tak pernah terbuka, entah sampai kapan celana Lim terus basah di depannya. Mungkin kelak setelah aku menanggung beban hidup seseorang perempuan, maka perempuan itulah yang akan menggantikan celanaku.

***

Lim sungguh malu dengan celana yang terus basah. Lim memang masih seperantaran dengan anak kecil pada umumnya, seperti kencing di halaman sampai kencing berlari karena serunya mengencingi teman-temannya. Atau kadang peluncuran jauh-jauhan, siapa yang jauh dialah pemenangnya.

Bukannya Lim takut pada ibunya, memang dia malu untuk melakuannya. Sukar menemukan anak kecil yang seperti Lim. Dulu sebelum menemukan kesadarannya, Lim melakukan sesuatu yang biasa dimainkan anak kecil salah satunya membungkus kencingnya dengan plastik. Mereka membungkusnya dan selanjutnya melemparkan ke teman-temannya, parahnya lagi kadang mereka membungkusnya dengan kantok plastik es dan memberi es batu yang lengkap dengan sedotannnya, maka jadilah minuman es kencing.

Itu dulu, tapi sekarang dia paham dengan bahasa ibunya yang selalu menyindir dirinya. Pernah Lim menggoda ibunya saat dia pulang bermain bersama teman-temannya, waktu itu Lim membawa minuman es kencing ke rumahnya, keadaan itu sangat pas dengan ibunya yang sangat haus setelah pulang dari sawah.

“Lama Ibu tak minum es lima ratusan.”

Medengar itu Lim langsung menghampiri ibunya di depan teras, “Ibu mau minuman es rasa jeruk?”

“Kalau nak Lim mau memberikannya pada Ibuk!”

“Ini Buk ambil, lagian hausnya Lim sudah hilang.”

Lim menyodorkan es dan bergegas pergi ke kamar mandi karena kencingnya sudah mencapai puncak yang bersebelahan dengan dapur. Sambil menepuk jidat Lim berkata, “rasain itu Buk, minuman es kencing ala Lim.”

(baca juga: Tentang Pilihan Sederhana Berlumut atau Berjamur)

Masih tetap dengan Ibu Lim yang masih ragu dengan anaknya, biasanya Lim tidak sebaik ini pada ibunya, tapi kenapa dia sekarang memberikan minuman es nya kepada ibunya. Dengan rasa penasaran dilamat-lamatnya es tersebut dan sepertinya Ibu Lim mengendus sesuatu yang jorok, sepertinya…

***

Meskipun anak kecil Lim paham bahwa apa yang dikatakan oleh ibunya hanyalah sebuah dongeng masa kecil ibunya dulu. “Mana ada orang menahan kencing?” Ucap dia dalam hatinya. Tapi Lim percaya jika orang itu membaca mantra maka hal itu akan terjadi, jika memang ingin membaca mantra maka harus membacanya dengan benar.

Sekarang pikiran Lim benar-benar kacau dan langsung beranjak kepada ibunya memastikan apakah memang benar yang dikatakan ibunya. Terlihat ibunya sedang menjahit baju Lim yang terdapat banyak kisah dari Lim, dirinya dan suaminya, seperti merajut kisah dari serpihan artefak yang berkeliaran di angan.

“Buk, kata Ibuk kalau ingin menahan kencing dan cara yang dilakukan oleh orang-orang dulu sambil membaca mantra?”

“Iya Le terus kenapa?”

“Itu hanya dongeng atau bagaimana Buk?”

“Loh ngawor kamu Le, itu bukan dongeng tapi NYATA,” sambil mengeja kata nyata dengan keras.

“Lim tetap gak pecaya!”

Tiba-tiba ibunya melihat Lim sedang gelisah seperti menyimpan sesuatu, perlahan kedua tangannya memegang tititnya, dengan jurus langkah seribu yang dipakainya Lim lari dengan terbirit-birit sambil memegang tititnya yang hampir meluncurkan sesuatu.

Sedangkan ibunya pergi ke dapur untuk menyiapkan makan siang bersama. Ibunya tiba di dapur dan melihat Lim di depan kamar mandi yang sedang menahan kencingnya. Ibunya melihat Lim sambil tertawa terpingkal-pingkal melihat wajah anaknya yang sedang menahan kencingnya.

“Cepetan yang di dalam!” Sambil memegang tititnya yang tinggal bebera detik lagi akan keluar.

“Sebentar Le, ayah masih mules.”

Selama Lim hidup tidak pernah kamar mandinya terbuka, selalu saja ada orangnya entah sampai kapan terus begini. Mungkin kelak setelah aku menanggung beban hidup seseorang perempuan, maka perempuan itulah yang akan menggantikan celanaku.

“Dibilangi gak percaya kamu Lim, coba ikuti apa kata Ibu.”

“Ya sudah Buk Lim nurut, cepetan bagaimana caranya.”

“Pertama, silangkan kakimu

Kedua , pegang tititnya

Ketiga, meloncat-loncat

Terakhir bacalah mantra ngelabur jagad ngelabur segoro, kencing minggato minggato sing adoh.

Maka Lim pun langsung melakukan apa yang telah dikatakan oleh ibunya. Ibunya memang tau bahwa hal konyol itu tidak akan berhasil dan mencari alasan agar ketika Lim bocor ibunya akan mengatakan alasan itu. Melihat Lim yang sedang bertingkah konyol ibunya tertawa terpingkal-pingkal.

“Le Le, percaya aja kamu sama dongeng orang dulu,, sekarang sudah masuk zaman modern.”

Lim tetap berusaha mencoba apa yang dikatakan oleh ibunya, dan pikirannya melangkah ke kata-kata ustadznya di sebelah rumahnya, ‘sing penting yakin’. Lim tidak mempedulikan apa yang ibunya bicarakan, pikirannya penuh dengan kata-kata ustadznya. Sambil melakukakn cara dari ibunya, Lim juga menyelipkan kata yakin dalam hatinya dengan memejamkan kedua matanya.

Pikiran dan hatinya Lim berusaha untuk dipadukan seperi melukiskan asa dalam rekah cahaya, matanya masih tetap terjaga terpejam, hatinya menyenandungkan mantra milik ustadnya ‘yakin’, sedangkan , sedangkan mulutnya berkomat-kamit melafadzkan mantra milik ngelabur jagad ngelabur segoro, kencing minggato minggato sing adoh.

*Penulis adalah alumnus MA Unggulan Nuris, kini studi sarjana di UIN KHas Jember

Related Post