Penulis: Indri*
Malam ini mendadak sepi tidak seramai seperti biasanya, awan mulai menutupi bulan dan bintang sehingga tak terlihat sedikitpun. Angin bertiup sangat sangat kencang sehinga membuat daun-daun beterbangan, angin malam membuatku kedinginan, bergegas aku beranjak dari tempat duduk, aku melangkahkan kaki ku untuk menutup pintu jendela kamarku karena menurutku angin malam ini sedikit mengganggu konsentrasi belajarku.
(Baca juga: Kala Petang)
Saat hendak meraih gagang jendela aku melihat adik kecil perempuan ku tengah duduk di teras depan rumah sambal menatap jalanan yang sepi, yang selalu adikku lakukan setiap selesai sholat isya’ adalah menuju teras rumah menunggu kedatangan ayah yang selalu pulang malam sebab macetnya jalanan di kota. Aku menuju ke depan rumah dengan membawakan selimut untuk adikku yang mulai terlihat kedinginan. Adikku selalu memandangi jalanan itu dan terkadang mengusap air matanya yang mulai mengalir sebab rindu. Aku gunakan selimut yang kugunakan tadi untuk menghangatkan tubuh adikku ku bawa adikku dalam dekapan ku agar dia sedikit tenang dan menyadarkannya bahwa dia masih mempunyai seorang kakak yang selalu di sampingnya.
Masih dalam dekapan ku adikku mulai terlelap, dan aku bawa adikku menuju kamarnya, setelah selesai membawa adikku kedalam kamarnya, sesekali aku melihat keluar rumah memastikan ayah akan segera pulang, dengan membawakan kita martabak yang selalu ayah bawakan untuk kita berdua. Keinginan itu terwujud aku melihat sebuah mobil sedan tua yang aku sudah mengira bahwa itu adalah ayah, ayah keluar dari mobil dengan membawa bungkusan yang aku harap itu adalah martabak.
“Tiya kamu belum tidur ?” sapa ayahku yang baru saja datang dari pekerjaannya.
“Belum yahh “ kataku sambal mencium punggung tangan ayahku.
“Oh, iya, Liya dimana? Biasanya dia semangat kalo ayah bawa martabak “ ucap ayahku.
“Liya tidur….” ucapanku terpotong saat aku melihat adikku keluar dari kamarnya menuju ayah.
“Ayahhhhhhhhhhhh Liya mau peluk ayahhh, Liya kangen ayah” ucap liya.aku hanya bisa tersenyum saat melihat Liya masih bisa memeluk ayah, karna Liya tak pernah merasakan bagaimana rasanya pelukan seorang ibu, ya… ibuku menghembuskan nafas terakhirnya saat melahirkan Liya, karna itu ayahku menjadi ayah sekaligus ibu untuk kedua putrinya.
(Baca juga: Tak Tahu Lagi)
“Sudah sudah, ayo makan martabaknya, mumpung masih anget” ucap ayahku sambil membuka bungkusan martabak yang ayah bawa sepulang kerja tadi.
Keesokan harinya , aku dan adikku Liya sudah bersiap siap untuk pergi ke taman, seperti janji ayah malam itu. Liya terliaht sangat imut dengan jaket yang sangat tebal dikarnakan cuaca yang sangat dingin. Aku melihat ayahku yang sudah siap dengan style ke ayah-ayahan. Ayah menggunakan sweater yang aku tau itu couple dengan ibu saat aku masih seumuran Liya, sekitar 5-6 tahunan, dan sekarang usiaku sudah 17 tahun, saat ayah menggunakan sweater itu wajah ayah sangat bahagia hari ini.
“Emang masih muat yah?” tanyaku sambal menggenggam tangan adiku.
“Masihlah kan ayah gak tambah gemuk” jawab ayahku menahan tawa, padahal setauku dulu ayah tidak seberisi sekarang,. Begitulah ayahku pria humoris tanpa terlihat bahwa dia adalah seorang suami yang harus merawat kedua putrinya tanpa adanya seorang istri.
Sesampainya di taman, aku,adiku, dan juga ayah bermain tangkap ikan di kolam, setelah itu kita bertiga berpindah menuju pedagang permen kapas untuk membelinya, berpindah lagi pada pedagang balon yang selalu aku datangi saat masih SD dulu, saat aku dan adikku membeli satu balon gajah dan satu balon panda, ayahku melihat seorang anak kecil menangis karena permennya terjatuh kedalam kolam ikan kecil didepannya, ayahku langsung bergegas menghampirinya dan memberikan sebuah permen berbentuk Bunga sebagai gantinya. Melihat itu adikku Liya menangis karena melihat ayah memberikan permen kepada orang lain, sekilas aku teringat pada cerita temanku, kalau dia pernah cemburu melihat pacarnya memberikan suatu barang yang terlihat seperti hadiah kepada teman perempuannya.
Cerita lain dari adikku yang cemburu melihat ayah memberikan sebuah permen berbentuk Bunga kepada orang lain. Melihat adikku menangis ayahku langsung beranjak menghampiri aku dan adikku sambal mengeluarkan sebuah permen berbentk hati dan memberikannya kepada kita berdua. Adikku merentangkan tangannya sambil meminta untuk di gendong, melihat tingkah laku adikku ayah langsung mengangkat adikku dan menggendongnya dengan tangan kirinya, tak lupa ayahku menggenggam tangan ku dengan tangan kanannya.
“Ayo pulang” ucap ayahku sambal berjalan menuju rumah.
Penulis merupakan siswa MA Unggulan Nuris