Memaknai Idul Adha melalui Sejarah

Penulis: Nabila Hilmiah*

Selain hari raya Idulfitri, umat Islam juga memiliki hari raya Iduladha. Hari raya Iduladha dilaksanakan pada tanggal 10 Dzulhijjah, tepat 70 hari setelah perayaan Idul Fitri. Selain itu, hari raya Idul Adha juga dikenal dengan “Hari Raya Haji”, karena umat muslim yang  menunaikan ibadah haji sedang melakukan ibadah yang utama yaitu wukuf di Arafah.

Hari raya Iduladha juga disebut “Idul Qurban”, karena  umat muslim yang belum mampu menunaikan ibadah haji diberi kesempatan untuk berkurban dengan menyembelih hewan qurban sebagai simbol ketakwaan dan kecintaan kepada Allah Swt.

Iduladha dekat sekali dengan peristiwa qurban, yaitu ketika nabi Ibrahim mengorbankan putranya Ismail untuk Allah Swt, kemudian digantikan oleh-Nya dengan domba. Sama halnya dengan Idulfitri, di hari raya Iduladha, umat Islam berkumpul dan melakukan shalat Ied berjamaah.

Biasanya setelah shalat dilakukan penyembelihan hewan qurban, guna memperingati perintah Allah kepada Nabi Ibrahim yang menyembelih domba sebagai  pengganti putranya.

(baca juga: Yuk Lakukan Sunnah Ketika Berbuka Puasa!)

Hari raya Iduladha menyadarkan kita makna pengorbanan. Kepasrahan, ketaatan, dan kecintaan Nabi Ibrahim kepada Allah Swt seharusnya menjadi tauladan bagi umat Islam. Apabila dianalogikan dengan keadaan saat ini, simbolisasi Ismail sebagai suatu benda yang sangat dicintai adalah rumah mewah, uang yang melimpah, perhiasan yang indah, jabatan yang tinggi, dan lain-lain.

Momen Iduladha memberikan pelajaran kepada kita untuk selalu berbagi dengan orang yang membutuhkan. Tujuannya adalah untuk mendekatkan diri dan mencapai ketaqwaan kepada Allah Swt, serta mengikis sifat-sifat pelit, kikir, serakah, tamak, dan lain-lain. Semua yang kita miliki saat ini adalah titipan Allah Swt yang sewaktu-waktu bisa diambil.[]

*penulis merupakan alumni MA Unggulan Nuris

Related Post