Resensi Karya Sastra SMA Nuris Jember : Hikayat Bunga Santri

Judul Buku                            : Lemari Pengucap

Judul Karya                          : Hikayat Bunga Santri

Penulis                                    : Afifah

Penerbit                                 : Lovrinz Publishing

Tahun terbit                          : Cetakan Pertama, Desember 2017

Jumlah Halaman Buku        : 95 halaman

Jumlah Halaman Karya      : 8 halaman

ISBN                                       : 978-602-5557-68-2

Peresensi                                : Putri Utami Octaviya, S.Pd

Sinopsis:

Sebuah cerita pendek memiliki akar yang panjang dalam pembelajaran Bahasa Indonesia. SMA Nuris Jember mendobrak permasalahan literasi dengan mengadakan Sayembara Sastra yang bertema Kehidupan di Pondok Pesantren Nurul Islam. Dari tema tersebut, ternyata banyak sekali siswa-siswi yang melahirkan karya terbaik. Salah satunya adalah siswi bernama Afifah. Hal ini merupakan pengalaman perdana bagi dirinya. Meloloskan sebuah karya dari jemari tangannya hingga tercetak menjadi salah satu karya terpilih untuk melengkapi antologi berjudul Lemari Pengucap.

Cerpen ini menceritakan kisah seorang gadis remaja bernama Diana, yang terkenal dengan ulah usilnya sehingga banyak dibenci tetangga. Tak hanya itu, orang tuanya sangat frustasi menghadapi tingkah laku yang selalu saja menimbulkan masalah. Maka memasukkannya ke pondok bisa menjadi jawaban untuk mengubah perangai perempuan itu.

Mengetahui hal itu, Nadia merasa dipaksa dan sangat menentang keputusan orang tuanya. Ia merasa hidup di pesantren sangan keras dan penuh dengan aturan yang membatasi kebebasannya. Pemberontakan itu tidak menciutkan niat orang tua Nadia. Mereka semakin mantap untuk memondokkan anak gadisnya itu.

(Baca juga : Resensi Karya Sastra SMA Nuris Jember : Duit)

Waktu yang ditunggu pun tiba. Mereka bertiga sampai di ruang tamu sebuah pondok pesantren. Calon Ustadzah kamar Nadia menyambut hangat kehadiran mereka. Ia biasa dipanggil Ustadzah Alivia. Berparas anggun dan bersuara sangat lembut. Dengan kesabarannya dia membawa Nadia menuju kamar untuk berkenalan dengan santri lainnya. Ustadzah Alivia mengetahui latar belakang Nadia dimasukkan ke dalam pondok ini. Sehingga ia sudah menyiapkan mental yang lebih luas dalam mendidik Nadia.

Setelah beberapa hari di pondok, ia berjumpa dengan santri bernama Naila. Sosok yang asik untuk diajak bercanda tawa.  Hari demi hari mereka lewati bersama. Naila pun semakin tahu sifat asli Nadia. Hingga suatu malam ketika semua santri sedang melaksanakan sholat isya’ berjamaah, Naila memergoki Nadia sedang membobol lemari santri lain. Melihat hal itu Nadia tidak takut, ia bahkan menantang dan berbicara ketus kepada Naila.

Naila hanya bisa mengelus dada. Ia tak menyangka Nadia akan berlaku seperti itu kepadanya. Tak terasa air mata membasahi pipinya. Ia menutupi tangisannya dan bergegas berlari ke kamar mandi. Belum selesai isak tangisnya terhenti, ia mendengar keributan dari kamarnya. Ternyata salah satu santri melaporkan bahwa lemarinya dibobol dan dompet miliknya hilang. Naila mendekat ke arah kerumunan itu. Ustadzah Alivia sudah berdiri untuk membuktikan kebenaran itu. Hal anehnya, Nadia bersuara dengan lantang yang membuat semua siswi terdiam. Ia menuduh Naila telah mencuri dompet tersebut dan mempersilahkan Ustadzah untuk memeriksa keberadaan dompet itu  di dalam lemari Naila.

Ya benar saja, dompet itu terdapat di dalam lemari Anila. Seluruh santri menyoraki Naila. Meski Naila telah memberi penjelasan kepada Ustadzah dan teman-temanya bahwa bukan ia yang melakukan hal tersebut. Naasnya, tak ada seorang pun yang mempercayainya. Ia sangat kecewa dengan apa yang telah Nadia lakukan. Sungguh kejam Nadia telah memfitnah Naila.

Hingga satu tahun berlalu. Semenjak kejadian itu Naila tak mempunyai teman. Tak ada yang mau mengajaknya bermain. Hidupnya menjadi sunyi, sepi dan hampa. Hingga suatu hari ia terjatuh dan tubuhnya mengeluarkan banyak darah. Nadia yang kebetulan melihat hal itu segera membopong Naila ke ruang UKS. Pihak pondok segera memanggil Ambulance. Kondisi Naila semakin parah. Nadia hanya bisa menangis dan meminta maaf atas kejadian satu tahun yang ia perbuat kepada Naila. Sungguh dengan penuh penyesalan Nadia meminta maaf kepada Nadia. Namun takdir berkata lain. Nyawa Naila tak tertolong. Ia menghembuskan nafas terakhir dalam perjalanan menuju Rumah Sakit.

Tak berapa lama  Alivia datang menghampiri Nadia dan memberikan sebuah buku. Buku itu adalah buku harian Naila. Di dalamnya berisi sebuah rangkaian tulisan betapa ia sangat menyayangi Nadia. Hati Nadia semakin teriris setelah membaca tulisan itu. Ia sangat menyesali perbuatannya. Ia akan berubah menjadi manusia yang baik sesuai harapan Naila dan kedua orang tuanya.

Kelebihan:

Cerpen dengan tema tentang Kehidupan di Pondok Pesantren Nurul Islam dapat menarik perhatian banyak orang. Terutama bagi mereka yang memiliki pengalaman di pesantren atau memiliki pandangan tentang pendidikan agama. Ini bisa menciptakan koneksi emosional yang kuat antara pembaca dan cerita. Salah satu aspek yang sering kali menarik perhatian dalam cerita seperti ini adalah perkembangan karakter utama. Transformasi tokoh dari anak nakal menjadi lebih dewasa dan bertanggung jawab memberikan pesan moral yang positif, yang bisa menginspirasi pembaca untuk melakukan introspeksi atau perubahan dalam kehidupan mereka.

Kelemahan:

Penjabaran beberapa peristiwa dalam cerpen ini kurang rinci. Sehingga membuat pembaca kesulitan dalam mengikuti alur cerita yang ditulis penulis. Selain itu kesan menarik yang timbul pada cerpen ini kurang menarik dan membuat alur menjadi monoton.

Related Post