Judul Buku : Lemari Pengucap
Judul Karya : Penjara Suci
Penulis : Alfi Maisatul
Penerbit : Lovrinz Publishing
Tahun terbit : Cetakan Pertama, Desember 2017
Jumlah Halaman Buku : 95 halaman
Jumlah Halaman Karya : 5 halaman
ISBN : 978-602-5557-68-2
Peresensi : Putri Utami Octaviya, S.Pd
Sinopsis:
Cerita pendek berjudul Penjara Suci atau pengibaratan sebuah tempat pondok biasanya mengangkat kehidupan di dalam lembaga pendidikan agama yang berfungsi seperti sebuah penjara secara simbolis. Dalam konteks ini pondok pesantren digambarkans ebagai tempat yang penuh dengan kedisiplinan yang ketat, pembelajaran spiritual, dan kedalam makna kehidupan yang kadang terasa membatasi kebebasan pribadi. Hal itulah yang penulis curahkan dalam karya abadinya ini. Alfi Maisatul namanya. Siswi SMA Nuris Jember yang telah berhasil mencetak karya begitu menarik dengan latar belakang kehidupan seorang santri.
Cerpen ini mengisahkan seorang remaja yang dipaksa orang tuanya untuk menuntut ilmu di sebuah pondok pesantren. Jauh dari kebebasan yang selama ini dinikmatinya. Di sana, ia merasa seperti terjebak dalam penjara. Terkungkung oleh aturan yang ketat, rutinitas yang menjemukan serta interaksi sosial yang terbatas. Namun, seiring berjalannya waktu, ia mulai menyadari makna kehidupan di pondok. Meskipun terasa keras dan membatasi, sebenarnya memberikan banyak pembelajaran tentang kehidupan, keimanan, dan kedisiplinan. Ia mulai menemukan makna dari apa yang selama ini dianggapnya sebagai penjara.
Sebelum mencapai arti kehidupan seorang santri. Banyak rintangan serta duka mendalam yang membekas dalam lubuk hatinya. Setelah tiga bulan lamanya ia berada di pondok, ayah dan ibu belum kembali lagi menjenguknya. Usut punya usut kemudian ia diantarkan kembali ke rumahnya oleh ibu dari Saidah sahabatnya.
(Baca juga : Resensi Karya Sastra SMA Nuris Jember : Hikayat Bunga Santri)
Akhirnya hal yang ditunggu pun tiba. Perasaannya lega setelah sekian lama ia tak menginjakkan kaki di teras rumahnya. Tampak neneknya sedang menunggu kedatangannya. Pelukan hangat ia berikan untuk neneknya. Setelah itu ia mencari ibu dan ayahnya. Tampak sepi sekali rumah ini. Neneknya tak bereaksi apa pun. Kemudian dalam keheningan itu, sang nenek menjelaskan bahwa kedua orang tua cucu kesayangannya itu telah meninggal dunia dalam perjalanan menuju pondok pesantren.
Tak bisa berkata apa pun. Saat itu serasa dunia telah runtuh. Jantungnya berdegup kencang. Tak terasa air mata membasahi pipinya. Ia menangis sesegukan dalam pelukan neneknya. Neneknya tak berani cerita sejak kematian kedua orang tuanya, ia hanya bisa mengirim uang setiap bulan. Sebab takut jika cucunya itu tak fokus dalam kegiatan pondok.
Setelah mengunjungi makan kedua orang tuanya, ia kembali ke pondok dengan keadaan masih berduka. Kejadian itu membuat Saidah dan Aida kebingungan. Kedua sahabatnya itu bersih keras untuk mengsuport dan memotivasi agar dirinya tak putus sekolah karena hal itu. sampai akhirnya ia tersadar dan mulai kembali bangkit. Ia bertekat akan mewujudkan mimpi ibu dan ayahnya untuk menjadi seorang santri yang membanggakan dan bisa memberikan mahkota kepada mereka di surga nanti.
Kelebihan:
Cerpen bertema kehidupan seorang santri sering menampilkan karakter yang berkembang seiring waktu. Pembaca bisa melihat karakter tokoh utama yang awalnya merasa tertekan, namun melalui proses pembelajaran di pondok, ia berkembang menjadi lebih bijaksana, yang dapat menjadi inspirasi.
Kekurangan:
Sebagian besar isi cerpen ini menggambarkan sisi “berat” dari kehidupan pesantren tanpa menonjolkan keindahan atau kebahagiaan yang juga ada dalam lingkungan tersebut. Ini bisa menyebabkan kesan yang tidak adil terhadap kehidupan di pondok serta mengabaikan sisi positif yang banyak ditemukan dalam kehidupan pesantren.