Judul Buku : Nukilan Sastra di Tangan Santri
Judul Karya : Tirakat Seorang Santri
Penulis : Inggit Kenya K
Penerbit : AE Publishing
Tahun terbit : Cetakan Pertama, November 2021
Jumlah Halaman Buku : 126 halaman
Jumlah Halaman Karya : 6 halaman
ISBN : 978-623-306-530-6
Peresensi : Putri Utami Octaviya, S.Pd
Sinopsis:
Siapa sangka musibah covid yang menggemparkan dunia termasuk masyarakat Indonesia telah membawa pengalaman hidup tersendiri bagi setiap manusia. Inggit Kenya mengambil sisi positif atas musibah yang pernah menimpa dirinya serta keluarganya. Kesan sedih dan bahagia yang telah ia lewati terekam baik dalam memori ingatannya. Tak ingin hanya menjadi pengalaman dalam dirinya, ia kemudiaan menjadikan perjalanan kisah hidupnya itu dalam sebuah karya cerita pendek berjudul Tirakat Seorang Santri. Karya sastranya ini terdapat dalam sebuah antologi cerpen berjudul Nukilan Sastra di Tangan Santri. Bersanding dengan 25 karya lainnya dari tangan siswa-siswi SMP Nuris Jember.
Cerpen ini menceritakan tentang seorang santri bernama Liana yang tetap tinggal di pesantren saat pandemi Covid-19 mulai memasuki Indonesia. Tersiar kabar bahwa diluar sana telah banyak korban berjatuhan karena terpapar virus mematikan ini. Musibah perdana di dunia yang memakan puluhan ribu korban jiwa dalam sekejab. Setiap hari selalu saja ada korban meninggal. Tenaga medis menjadi garda terdepan dalam menanggulangi bencana ini.
Pihak pesantren memberikan peraturan baru demi mengurangi resiko terkena virus corona, yaitu para wali murid atau tamu dari luar dilarang memasuki kawasan pesantren. Jadi para santri tidak akan bertemu dengan kedua orang tua mereka dalam beberapa waktu kedepan. Lama tidaknya peraturan ini tergantung pada menghilangnya virus ini. Tak luput juga seluruh santri dan warga pesantren diharapkan tetap menjaga protokol kesehatan.
Para ustadzah memahami akan banyak santri yang kewa dengan peraturan ini. Tapi mereka menekankan kembali bahwa ini adalah salah satu bentuk tirakat seorang santri. Merekapun mulai menerima takdir ini dengan ikhlas. Tak lama dari itu, Liana mendapatkan kabar bahwa ayahnya terkena Covid sehingga mengharuskan ia pulang walaupun sebentar. Walaupun pulang, ia tak sempat menjenguk ayahnya. Liana menginap di rumah bibi dan berkomunikasi dengan ibu ayah melalui video call. Setelah itu keesokan harinya ia kembali ke pondok. Tak lama ia mendapatkan kabar bahwa ayahnya telah pulih dan terbebas dari virus covid.
Di tengah keterbatasan dan rasa rindu orang tua, Liana tetap istiqamah menjalani kehidupan pesantren dengan semangat spiritual yang tinggi. Ia tidak hanya menjaga protokol kesehatan, tetapi juga memperdalam ilmu agama, berpuasa sunah, dan menjalani malam-malam panjang dengan tahajud. Pandemi bukan penghalang baginya, melainkan jalan untuk mendekat kepada Tuhan. Kisahnya menjadi cerminan bagaimana iman bisa menjadi cahaya di tengah gelapnya ketakutan dan kesendirian.
Kelebihan:
Cerpen ini sarat dengan pesan moral dan nilai keislaman yang menyentuh serta mengangkat isu pandemi yang sangat dekat dengan realitas masyarakat.
Kelemahan:
Kurangnya konflik yang tajam membuat cerpen terasa datar di beberapa bagian. Selain itu gaya bahasa yang digunakan sangat minim sehingga membuat pembaca merasa bosan dalam menikmati karya ini.