Judul Buku : Alif Ba’ Ta’ dan Konferensi Meja Bualan
Judul Karya : Senja Corona Jingga
Penulis : Sri Agustiningsih
Penerbit : AE Publishing
Tahun terbit : Cetakan Pertama, Maret 2021
Jumlah halaman karya : 6 halaman
Jumlah halaman buku : 197 halaman
ISBN : 978-623-306-531-3
Peresensi : Putri Utami Octaviya, S.Pd
Sinopsis:
Jarang sekali dalam sebuah cerpen menggunakan kata ganti orang kedua. Di tangan Sri Agustinigsih terbitlah sebuah mahakarya yang mampu membawa pembaca masuk dan seolah-olah berperan menjadi pemeran utama dalam cerita tersebut. Karya yang mungkin seseorang pernah merasakan pada masa Covid-19 ini diberi judul Senja Corona Jingga. Menceritakan seseorang yang terpapar virus Covid-19. Menikmati detik demi detik waktu yang tersisa dalam hidupnya. Ia tahu bahwa hidupnya tak akan lama lagi di dunia ini. Senja terakhirnya sangat ia nikmati penuh ketenangan.
Kamu tidak pernah tahu bagaimana bisa tertular wabah yang mematikan ini. Segala upaya telah kamu lakukan agar tidak terkena virus Covid-19. Hal-hal umum yang telah dilakukan seperti mencuci tangan setiap saat, menghindari kerumunan di luar, hingga memakai masker ketika berada diluar ruangan. Segala upaya selalu dilakukan, tapi sepertinya nasib baik tak berpihak padamu. Hari ini di buah rumah sakit, kamu harus melakukan isolasi diri karena dalam tubuhmu telah bersemayam sebbuah virus mematikan. Virus yang kamu takuti selama ini.
Suatu hari kamu bermimpi buruk. Dalam mimpimu, kamu melihat tubuhmu terbujur kaku ddengan balutan plastik lengkap dengan kain kafan. Mereka siap memasukkanmu ke dalam peti dengan seragam hazmat yang digunakan dan segera mengantarkanmu ke kemakaman. Tak ada seorang pelayat yang datang, hamua sejumlah petugas berhazmat itu saja. Mereka menguruk kuburmu dengan cepat tanpa doa dan tanpa taburan kembang. Begitu mengerikannya mati tanpa kesedihan para pelayat.
Begitupun hari-hari selanjutnya, mimpi buruk semakin sering datang. Hingga hari ke tujuh dalam masa isolasi, kamu bermimpi melihat malaikat maut datang menjemputmu. Kemudian malaikat itu berkata bahwa kamu akan mati selepas senja di hari itu. Untungnya mimpi mengerikan itu berakhir. Kamu melihat dua perawat datang mendekat ke arahmu. Dlaam jendela kamar terlihat sinar senja dari langit mulai datang. Kamu teringat dengan perkataan malaikat dalam mimpimu.
Untaian permohonan keluar dari mulutmu. Kamu menginginkan menikmati senja diluar rumah sakit dengan bantuan kedua perawat itu. Mungkin ini adalah senja terakhir dalam hidupmu. Melihat raut wajah mu yang menyedihkan, kedua pewarat mengabulkan permintaanmu. Perlahan ia membawamu ke taman belakang rumah sakit. Suasana yang sangat sejuk dan nyaman. Kamu tak ingin berkedip dan melewatkan cahay jingga yag teduh itu. Senja hampir padam, warna jingga mulai memekat.
Senja berakhir beberapa menit kemudian. Sang jingga menjadi hitam, langit mulai gelap. Kedua perawat mendorong brankarmu embali ke kamar isolaso. Napasmu saat itu kian susah, dadamu terasa sesak. Kamu tahu setelah ini tidak akan melihat senja bersama jingganya lagi. Bahkan kamu tidak akan sempat melihat ruang isolasimu lagi. Untuk semua yang telah terjadi padamu, kamu mencoba tersenyum.
Kelebihan:
Cerita pendek ini menonjolkan perjuangan seseorang dalam menghadapi penyakit yang mematikan. Hal ini bisa menginspirasi empati dan refleksi bagi pembaca. Tak hanya itu, dalam cerita dipaparkan bahwa seseorang yang telah menjaga diri dengan patuh terhadap protokol kesehatan saat pandemi pun juga memungkinkan terkena virus Corona.
Kelemahan:
Bagi sebagian pembaca yang pernah kehilangan orang terdekat karena COVID, kisah ini bisa menjadi pemicu trauma atau kesedihan.