Judul Buku : Alif Ba’ Ta’ dan Konferensi Meja Bualan
Judul Karya : Pikiran
Penulis : Desi Safiratus Saidah
Penerbit : AE Publishing
Tahun terbit : Cetakan Pertama, Maret 2021
Jumlah halaman karya : 10 halaman
Jumlah halaman buku : 197 halaman
ISBN : 978-623-306-531-3
Peresensi : Putri Utami Octaviya, S.Pd
Sinopsis:
Cerpen berjudul “Pikiran” karya Desi Safiratus Saidah ini mengangkat kisah sederhana namun sarat makna tentang persahabatan, perasaan batin, dan konflik dalam diri seorang remaja. Tokoh utama, Indah, digambarkan sebagai seorang siswi yang sedang menghadapi gejolak dalam pikirannya sendiri, tetapi tetap didampingi oleh sahabat setianya, Ina. Cerita ini tidak hanya menyajikan dinamika emosi yang khas remaja, tetapi juga menunjukkan pentingnya kehadiran seorang sahabat dalam menghadapi permasalahan hidup.
Dikisahkan dalam seorang gadis sedang menempuh mendidikan di pondok pesantren. Idah namanya, penulis menggambarkan Idah sebagai seorang gadis yang yang memiliki postur tubuh kurus tinggi dengan warna kulit langsat dihiasi pipi yang mengembang serta bolongan di pipinya yang muncul ketika ia tersenyum. Serta tak luput dari gigi gingsulnya yang terlihat ingin keluar ketika ia tersenyum tipis. Ia sangat mirip dengan uminya. Bulu mata lentiknya turunan dari uminya.
Pandemi yang menyebar hingga masuk ke Indonesia sangat merugikan seluruh masyarakat. Termasuk para santri di pondok. Sudah 6 bulan terakhir ini pondoknya menutup pengiriman dari orang tua maupun kerabat terdekat santri. Pihak pondok tak menerima alasan apapun jika ada orang tua yang ingin menjenguk anaknya. Kebijakan ini dilakukan untuk memutus penyebaran virus corona. Kabar baiknya adalah mulai saat ini podok kembali membuka pengiriman. Tapi tetap dengan aturan dan kebijakan yang berlaku, yaitu hanya diperbolehkan mengirim satu bulan sekali. Pengiriman ini dibuka karena kondisi penyebaran virus corona semakin berkurang dan keadaan Indonesia semakin membaik.
(Baca juga : Resensi Karya Sastra SMA Nuris Jember : Berkibar Walau Pandemi)
Idah memiliki sahabat yang sangat menyayanginya, namanya Ina. Mereka berdua bagaikan perangko dan amplop yang terus menempel. Banyak aktivitas yang selalu dilakukan berdua. Mereka saling bertukar cerita hingga ke masalah pribadi. Tak ada kecurigaan pengkhianatan karena telah tumbuh kepercayaan dalam benak merka masing-masing. Pagi itu ketika akan mengambil sarapan di pondok, Idah menceritakan kepada Ina bahwa orang tuanya akan mengirimnya dalam waaktu dekat ini. Ina yang mendengar hal itu tentunya juga ikut gembira. Karena kebahagiaan sahabatnya bisa membuat dirinya tenang.
Suatu hari Kiai dawuh di masjid, menyampaikan nasihat agar seluruh para santri tetap saling menjaga jarak dan selalu mencuci tangan guna menghindari tertularnya virus corona. Tak hanya dengan sesama teman di pondok tetapi juga dengan kerabat yang berada di luar area pondok. Karena bisa jadi dengan kedatangan mereka ke sini malah membawa virus mematikan itu. Kiai juga memotivasi bahwasanya kerinduan bisa diredamkan dengan doa yang tulus untuk kesehatan kerabat kita bahkan orang tua kita yang sedang berada jauh.
Mendengar hal itu Idah jadi tak rela jika orang tuanya akan ke pondok untk menjenguknya. Satu hal yang dipikirkannya yaitu kesehatan keluarganya lebih berharga dari apapun. Jangan sampai hanya karena mereka memaksa menjenguk Idah, pulang malah membawa penyakit. Berdeba dengan kondisi Idah yang sedang bahagia. Kini Ina sedang sedih karena mamanya belum bisa menjenguknya karena di daerah rumah mamanya sedang ada yang terkena virus corona. Takutya ketika keluarga Ina ke pondok mlah menularkan virus. Mendengar hal itu Idah langsung memotivasi dan memeluk sahabatnya. Ida berusaha menguatkan kembali sahabatnya agar tetap bahagia meskipun belum bisa bertemu keluarga.
Di pagi yang cerah, terdengar mikrofon pondok berbunyi. Informasi itu ditujukan kepada Ina bahwa kakaknya sedang menelepon. Ia akan segera dijemput kakanya karena mama Ina sedang kritis di Rumah Sakit akibat terkena virus corona. Ia bergegas menyiapkan diri untuk pulang sejenak. Tak disangka setelah kepulangannya itu Idah juga pulang. Kabar duka menyelimuti Idah. Umi Idah tutup usia akibat terkena covid. Ina yang mengetahui hal ini langsung meluncur ke rumah duka. Ketika melihat Idah, Ina langsung memeluk erat sahabatnya itu. Mereka berdua saling melepas rindu dan menguatkan satu sama lain.
Saat terpuruk dalam hidup mereka kini telah berlalu. Mama Ina kembali sehat dan kondisi Idah kini telah ikhlas melepas kepergian sang umi tercinta. Keduanya kembali ke pondok menjalani lembaran baru kehidupan masing-masing.
Kelebihan:
Konflik batin seperti rindu, rasa bersalah, atau ketakutan kehilangan orang tua tergambar jelas dan menyentuh hati pembaca. Pesan moral dalam cerpen ini mengajarkan pentingnya doa, tawakal, dan saling mendukung antarsesama santri dalam menghadapi musibah.
Kelemahan:
Jika tokoh hanya digambarkan menangis atau bersedih tanpa eksplorasi emosi yang lebih mendalam, tokoh terasa datar. Selain itu terdapat kesalahan penulisan nama tokoh, hal ini dianggap fatal karena membuat pembaca kebingungan dalam mendalami isi cerita.