Resensi Karya Sastra SMA Nuris Jember : Surat Singkat Bulan

Judul Buku                            : Sembah Kidung Sri Tanjung

Judul Karya                          : Surat Singkat Bulan

Penulis                                    : Putri Hanim Elizavira

Penerbit                                  : AE Publishing

Tahun terbit                          : Cetakan pertama, Maret 2021

Jumlah halaman karya         : 6 halaman

Jumlah halaman buku          : 177 halaman

ISBN                                       : 978-623-306-287-9

Peresensi                                : Putri Utami Octaviya, S.Pd

Sinopsis:

Surat Singkat Bulan menjadi salah satu cerita pendek yang tak kalah menarik bersanding dengan 23 karya siswa-siswi SMA Nuris Jember dalam sebuah antologi cerpen berjudul Sembah Kidung Sri Tanjung. Gadis remaja kelahiran Muara Bungo, 5 September 2005 berhasil menuangkan sebuah kisah yang sangat menarik.

Cerpen ini menceritakan seorang gadis berumur 8 tahun yang masih duduk di bangku sekolah dasar. Namanya adalah Aisyah Apriliani kerap dipanggil Aisyah. Ia tinggal di rumah bersama ibunya yang mengidap tuna wicara. Malaikat tanpa sayanya itu bernama Aminah.  Ibunya selalu menggunakan bahasa isyarat ketika berkomunikasi dengan Aisyah. Namun sayangnya ia tidak mengerti dengan gerakan isyarat jari jemari lentik ibunya. Entah mengapa, dalam jangka waktu belasan tahun itu ia masih saja tak mengerti ilmu tentang bahasa isyarat. Kesulitannya menjalani hidup tak hanya berhenti di situ saja. Aisyah juga sering mendapat hinaan dari teman-temannya. Mereka sering mengolok-olok ibu Aisyah karena bisu. Hal ini sudah menjadi makanan sehari-hari baginya. Dimulai dengan sakit hati hingga mulai terbiasa dengan kalimat hinaan yang terlontar dari mulut teman-temannya. Tapi Aisyah tak memedulikannya. Semua hinaan itu hanya melintas sekilas, masuk telinga kanan dan langsung keluar dari telinga kiri.

Aminah sangat menyangi putri yang ia lahirkan dari rahimnya. Dua bulan terakhir Aminah divonis penyakit jantung yang sewaktu-waktu dapat merenggut nyawanya. Ibunya menutup rapat rahasia penyakitnya ini. Tak ada seorangpun yang tahu. Ia menjalani hari dengan menikmati penyakit ituyag kadang kambuh. Tubuhnya sebisa mungkin terlihat biasa saja. Padahal kesakitan yang kadang muncul itu ia tahan sekuat tenaga dengan mengandalkan sebuah senyuman. Ibunya tak ingin Aisyah sedih jika mengatahui hal ini. Dunia putrinya harus berwarna dan bahagia. Karena kebahagiaan Aisyah menjadi kunci utama ketenangan batin ibunya.

(Baca juga : Latihan Vokal Intensif Antarkan Mutiara Aura Putri Raih Juara Solo Vokal SMP Nuris Jember)

Disuatu pagi yang cerah nampak Aisyah akan berangkat sekolah. Hari itu tak seperti biasanya. Kini penyakit ibunya semakin parah. Tubuhnya tak mampu lagi menyembunyikan kesakitan yang semakin menggerogoti tubuh wanita paruh baya itu. Ibunya tampak pucat dan lemas. Sesekali Aminah memegang dadanya. Penyakit itu seakan mencabik-cabiknya. Kini ia tak mampu lagi menahan kesakitan itu.

Sebelum nyawa Aminah berpulang kepada sang kuasa, ia sempat menulis surat untuk Aisyah yang berisi:

“Untuk putriku. Nak jika ibu tidak disampingmu lagi, yakinlah ibu akan tetap ada dihatimu. Jangan menangis. Kau anak ibu yang kuat. Ibumu.”

Lalu diletakan di meja belajar Aisyah. Sewaktu pulang sekolah tangisan Aisyah pecah ketika membaca surat dari ibunya yang sudah terbaring di lantai. Teriakan Aisyah memenuhi ruangan besar yang berdinding kayu dipadati oleh orang-orang yang mengelilingi jenazah Aminah. Tangisnya semakin menjadi-jadi. Kinni, apapun yang Aisyah lakukan sia-sia. Ibunya tak akan terbangun lagi. Ia bisa ia lakukan adalah ikhlas dan tetap menjalani hari dengan senyuman.

Kelebihan:

Cerpen ini mampu menggugah emosi pembaca dengan penyajian konflik batin antara kasih ibu yang besar dan kondisi fisiknya yang serba terbatas. Selain itu Tokoh ibu digambarkan dengan sangat manusiawi, penuh kelembutan dan kekuatan hati meski berada dalam keterbatasan, sehingga memberi teladan tentang cinta sejati dan ketabahan.

Kelemahan:

Kurangnya tokoh pendung yang muncul dalam cerita ini untuk menghidupkan suasana. Pada akhir cerita terkesan terburu-buru, sehingga klimaks dan emosi yang telah dibangun sebelumnya tidak mendapatkan ruang yang cukup untuk meledak secara maksimal. Selain itu Penyakit kronis yang diderita ibu kurang dijelaskan secara detail, padahal bisa menambah kedalaman cerita dan simpati pembaca.

Related Post