Rizki Dinda Mas’adah, Dari Hobi Memasak hingga Menjadi Penghafal Kitab Nahwu
Pesantren Nuris — Dalam dunia pendidikan berbasis pesantren, kemampuan menghafal nadzom-nadzom keilmuan klasik seperti Alfiyyah Ibnu Malik merupakan bentuk pengabdian terhadap ilmu dan warisan ulama salaf. Salah satu santri yang menorehkan prestasi dalam bidang ini adalah Rizki Dinda Mas’adah, siswi kelas XII Agama 1 MA Unggulan Nuris Jember, yang sukses meraih predikat terbaik ketiga dalam Musabaqah Hifdzun Nadhom Alfiyyah 500 bait di Pesantren Nurul Islam Jember.
Dikenal dengan sapaan Dinda, gadis asal Jembrana, Bali ini membuktikan bahwa konsistensi dan kemauan belajar mampu mengantarkan siapa pun pada pencapaian yang tak disangka-sangka. Berasal dari daerah pesisir Bali yang mayoritas non-muslim, kehadiran Dinda di tengah lingkungan pesantren adalah semangat tersendiri. Ia datang dari jauh, membawa tekad besar untuk menimba ilmu agama dan meraih impian menjadi seorang koki profesional dan juga PNS.
Walau dikenal aktif di ekstrakurikuler Paskibra dan memiliki hobi yang unik seperti memasak, membuat kerajinan tangan, dan berenang, Dinda tetap menunjukkan semangat tinggi dalam menekuni hafalan kitab kuning. Keikutsertaannya dalam lomba ini berawal dari keikutsertaannya dalam program hafalan Alfiyyah. “Awalnya saya hanya mengikuti hafalan Alfiyyah saja, lalu ternyata ada lombanya. Jadi saya ikut sekalian untuk mengingat kembali hafalan saya,” ujar Dinda dengan gaya santai yang khas, namun sarat makna.
Meskipun niat awalnya sederhana, hasil yang ia capai luar biasa. Menduduki peringkat ketiga bukanlah hal kecil, terutama mengingat bahwa kitab Alfiyyah Ibnu Malik terdiri dari 1002 bait, dan Dinda telah berhasil menghafal setengahnya, yaitu 500 bait, dalam bentuk nadzom yang tidak mudah diingat tanpa pengulangan yang terus-menerus.
Dari perlombaan ini, Dinda mengaku mendapatkan banyak pelajaran berharga. Salah satunya adalah menyadari bahwa proses menghafal dan mengingat tidak semudah yang dibayangkan. Ia berkata, “Saya jadi tahu bahwa menghafal itu tidak segampang itu. Bahkan saya sering sekali merasa malas untuk muroja’ah. Tapi tetap saya paksakan agar hafalan itu tetap terjaga.” Kejujuran Dinda ini menggambarkan sisi manusiawi perjuangan seorang pelajar: bahwa keberhasilan tidak selalu datang dari kondisi ideal, tapi dari keberanian melawan rasa malas dan konsistensi dalam berproses.
(Baca juga : Cerdas dab Tekun, Ristina Siswi MA Unggulan Nuris Sabet Juara Lewat Prestasi Taqrib)
Salah satu persiapan penting menjelang lomba adalah dengan muroja’ah hafalan secara berkala, terutama saat mendekati hari H. Dinda memanfaatkan waktu-waktu kosong di tengah jadwal padat pondok untuk terus mengulang nadzom-nadzom yang telah dihafalnya. Ia percaya bahwa istiqomah adalah kunci, dan bahwa doa, usaha, serta tekad adalah fondasi keberhasilan.
Saat diumumkan sebagai peserta terbaik ketiga, perasaan bahagia pun membuncah. “Saya merasa senang,” katanya singkat, namun penuh makna. Di balik kesederhanaan pernyataan itu, tersimpan rasa syukur dan kebanggaan atas usaha yang tidak sia-sia. Prestasi ini menjadi pengingat bahwa setiap usaha, sekecil apa pun, akan berbuah manis jika dilakukan dengan kesungguhan hati.
Dalam pesan dan kesannya, Dinda menuturkan hal yang sangat dalam: “Semoga saya mendapat barokah dari hafalan saya. Dan saya menjadi tahu bahwa ternyata ilmu nahwu itu lebih seru saat dipelajari melalui hafalan nadzom.” Pandangannya ini menunjukkan bahwa Dinda tidak hanya mengejar hasil, tetapi juga menghargai proses dan menikmati perjalanan belajar, meskipun penuh tantangan.
Harapan terbesar Dinda ke depan adalah agar ia bisa terus mengingat dan muroja’ah bait-bait Alfiyyah, tidak hanya demi mempertahankan hafalan, tapi juga agar ilmu tersebut benar-benar melekat dan bisa diamalkan di kemudian hari. Ia memahami bahwa hafalan bukanlah untuk lomba semata, melainkan bekal ilmu dalam kehidupan dan sebagai bagian dari tradisi keilmuan Islam yang harus dilestarikan.
Keberhasilan Dinda tentu menjadi kebanggaan tersendiri bagi para guru dan teman-teman di MA Unggulan Nuris. Apalagi melihat latar belakang Dinda yang berasal dari luar Jawa, perjuangannya menyesuaikan diri dengan lingkungan pesantren, menghafal kitab kuning dalam Bahasa Arab klasik, dan tetap aktif di kegiatan non-akademik seperti Paskibra, menjadikannya sebagai teladan bagi para pelajar lainnya.
Dari seorang gadis Bali yang hobi memasak dan berenang, kini Rizki Dinda Mas’adah menjelma menjadi penghafal bait-bait Alfiyyah Ibnu Malik, kitab yang tidak semua pelajar mampu menaklukkannya. Ia membuktikan bahwa santri bisa multitalenta, mampu menjadi pribadi yang seimbang antara akademik, spiritual, dan keterampilan hidup.
Selamat kepada Dinda atas prestasi luar biasa ini. Semoga ilmu yang kamu hafal menjadi barokah, bermanfaat, dan terus bertumbuh hingga 1002 bait. Teruslah belajar dan berproses — karena masa depan milik mereka yang tidak menyerah. Aamiin. [LA.Red]
Nama : Rizki Dinda Mas’adah
Alamat : Jembrana, Bali
Hobi : memasak, membuat kerajinan, berenang
Lembaga : MA Unggulan Nuris Jember
Prestasi : Musabaqoh hifdzun nadhom alfiyyah 500 bait terbaik ke 3