Penulis: Abd. Halim W.H.*
Setiap orang yang menjalin hubungan suami istri, sudah bisa dipastikan ingin mempunyai keturunan (anak-cucu). Karena salah satu dari tujuan pernikahan adalah adanya keberlangsungan kehidupan yang dibuktikan dengan lahirnya anak-cucu dari jalinan hubungan suami istri itu sendiri.
Setidaknya, ada 4 (empat) tipe anak dalam kehidupan kita:
Pertama: Anak-anak sebagai Musuh (Melawan dan Mengancam Kita)
Allah Swt. berfirman;[1]
يَاأَيُّهَا الَّذِيْنَ ءَامَنُوْا إِنَّ مِنْ أَزْوَاجِكُمْ وَأَوْلَادِكُمْ عَدُوًّا لَّكُمْ فَاحْذَرُوْهُمْ . وَإِنْ تَعْفُوْا وَتَصْفَحُوْا وَتَغْفِرُوْا فَإِنَّ اللهَ غَفُوْرٌ رَّحِيْمٌ .
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya diantara istri-istrimu dan anak-anakmu ada yang menjadi musuh bagimu, maka berhati-hatilah kamu terhadap mereka. Dan jika kamu maafkandan kamu santuni serta ampuni (mereka), maka sungguh, Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang.”
Kedua: Sebagai Fitnah (Sumber Musibah, Ujian)
Allah Swt. Berfirman;[2]
إِنَّمَا أَمْوَالُكُمْ وَأَوْلَادُكُمْ فِتْنَةٌ وَاللهُ عِنْدَهُ أَجْرٌ عَظِيْمٌ
Artinya: “Sesungguhnyahartamu dan anak-anakmu hanyalah cobaan (bagimu) dan di sisi Allah pahala yang besar.”
Ketiga: Hiasan (Hiasan Keluarga, Tetangga, Bangsa dan Agama)
Allah Swt. berfirman;[3]
اَلْمَالُ وَالْبَنُوْنَ زِيْنَةُ الْحَيٰوةِ الدُّنْيَا وَالْبٰقيٰتُ الصَّالِحٰتُ خَيْرٌ عِنْدَ رَبِّكَ ثَوَابًا وَخَيْرٌ أَمَلًا.
Artinya; “Harta dan anak-anak adalah perhiasan kehidupan dunia tetapi amal kebajikan yang terus-menerus adalah lebih baik pahalanya di sisi Tuhanmu serta lebih baik untuk menjadi harapan.”
Keempat: Qurrata A’yun (Menyejukkan Hati)
Allah SWT. berfirman;[4]
وَالَّذِيْنَ يَقُوْلُوْنَ رَبَّنَا هَبْ لَنَا مِنْ أَزْوَاجِنَا وَذُرِّ يّٰتِنَاقُرَّةَ أَعْيُنٍ وَاجْعَلْنَا لِلْمُتَّقِيْنَ إِمَامًا
Artinya; “Dan orang-orang yang berkata, “Ya Tuhan kami, anugerahkanlah kepada kami pasangan kami dan keturunan kami sebagai penyenang hati (kami), dan jadikanlah kami pemimpin bagi orang-orang yang bertakwa.”
(baca juga: Retorika Alqur’an dan Pensyariatan Puasa)
Adapun tahapan kehidupan dunia (termasuk anak-anak kita) menurut al-Qur’an[5] antara lain:
Lihat QS. Al-Hadîd (57): 20;
إِعْلَمُوْا أَنَّمَا الْحَيٰوةُ الدُّنْيَا لَعِبٌ وَلَهْوٌ وَزِيْنَةٌ وَتَفَاخُرٌ بَيْنَكُمْ وَتَكَاثُرٌ فِى الْأَمْوَالِ وَالْأَوْلَادِ…….
Artinya: “Ketahuilah, sesungguhnya kehidupan dunia itu hanyalah permainan dan senda gurau, perhiasan dan saling berbangga diantara kamu serta berlomba dalam kekayaan dan anak keturunan………”
Pertama: Main-main (La’ib)
Masa anak-anak adalah masa bermain. Anak-anak biasanya tidak suka dibebani yang berat-berat. Maunya yang instan, terutama yang berbau permainan. Tugas orang tua / guru adalah mengarahkan mereka kepada permainan yang bersifat mendidik dan mengandung pelajaran.
Kedua: Melakukan Hal Sia-sia (Lahw)
Sepintas, hidup dan bergaul dengan anak-anak hanya melakukan hal sia-sia dan main-main. Akan tetapi, jika diniatkan mendidik dan mengarahkan pada hal-hal yang positif, maka akan bernilai ibadah.
Ketiga: Berhias (Zînah)
Anak-anak yang sudah menginjak remaja (bâligh), akan senang berhias diri (terutama kaum wanita). Ini fitrah. Karena mereka sudah mengerti keindahan, baik dan buruk, pantas dan tidak pantas, dan sebagainya. Mereka sudah ingin diperhatikan (sehingga harus berhias diri), apalagi terhadap lawan jenis.
(baca juga: Seri ke-3, Ngaji Risalah Aswaja; Siapakah As Sawadul Azham)
Keempat: Saling Merasa Bangga/Berbangga Diri (Tafâkhur)
Ketika sudah remaja, mereka akan merasa bangga / berbangga diri dengan hal-hal yang berkaitan dengan mereka, antara lain dalam hal garis keturunan, harta, pangkat, dan seterusnya.
Kelima: Memperbanyak Harta & Anak (Takâtsur Fil Amwâl Wal Aulâd)
Selain berbangga diri, mereka juga akan berlomba-lomba memperbanyak harta dan anak keturunan. Karena bagaimanapun, banyaknya harta dan keturunan merupakan kebanggaan tersendiri bagi kebanyakan orang.
Selanjutnya, tinggal bagaimana kita sebagai orang tua / guru ingin mencetak mereka menjadi apa dan seperti apa. Karena hakikatnya, setiap anak yang terlahir terlahir ke dunia ini adalah bersih (firtah), putih, bening (Kullu maulûdin yûladu ‘alâ fithratil islâm………………….).
►Diadaptasi dari pengajian rutin Kamis (07/03/2019) siang untuk para Fasilitator dan Karyawan PTQ Anak & Balita Nuris yang diasuh oleh Syaikhul Ma’had KH. Muhyiddin Abdussomad, NURIS Jember.
*Penulis adalah Khâdim di PTQ Anak & Balita, MTs Unggulan, dan MA Unggulan Program Tahfidz Nuris, Jember
[1]. QS. At-Taghâbun (64): 14
[2]. QS. At-Taghâbun (64): 15
[3]. QS. Al-Kahfi (18): 46
[4]. QS. Al-Furqân (25): 74
[5]. Lihat QS. Al-Hadîd (57): 20;