Judul Buku : Nukilan Sastra di Karya Santri
Judul Karya : Dibalik Awan Hitam
Penulis : Alisya Qoritafiyta
Penerbit : AE Publishing
Tahun Terbit : Cetakan Pertama, Maret 2021
Halaman Karya : 7 halaman
ISBN : 978-623-306-530-6
Peresensi : Putri Utami Octaviya, S.Pd
Sinopsis:
Seorang gadis yang masih duduk dibangku SMP berhasil melahirkan sebuah karya berbentuk cerita pendek. Ia bernama Alisya Qoritafiyta, salah satu peserta didik berbakat SMP Nuris Jember. Karya cerita pendek hasil tangan ajaibnya ini tertuang dalam sebuah antologi yang berjudul Nukilan Sastra di Karya Santri.
Cerita ini mengangkat kisah seorang anak pondok pesantren yang digambarkan sebagai tokoh “aku”, yang harus berjuang melalui masa-masa sulit ketika pandemi Covid-19 menghantam Indonesia. Pondok pesantren tempatnya belajar juga tak lepas dari dampak pandemi. Seiring dengan keputusan pemerintah yang mengharuskan pembelajaran dilakukan secara daring, ia harus menghadapi banyak kesulitan. Tidak hanya masalah teknis seperti keterbatasan akses internet, tetapi juga beban mental yang semakin berat.
Setiap saat hati dan pikirannya gelisah. Selalu memikirkan bagaimana keadaan keluarga di kampungnya. Ia tak mempunyai akses untuk bertanya kabar setiap saat. Sesekali pihak pondok memberinya akses untuk menghubungi keluarganya. Tetapi tak banyak waktu yang diberikan untuk berkomunikasi melalui HP. Sehingga ia mengobati luka rindunya dengan lantunan doa. Iya yakin seberapa pun perpisahan jarak, doa akan tetap sampai kepada pemiliknya. Tak hanya itu, shalat wajib dan sunah selalu ia kerjakan. Hal itulah yang membuat meredanya perasaan rindu dan khawatir kepada keluarga.
(Baca juga: Bedah Buku Karya Santri MTs Unggulan Nuris : Selaksa Dzikir)
Di tengah-tengah perjuangan tersebut, muncul konflik dengan beberapa teman sekamar di pondok. Salah satu temannya yang bernama Yasmin. Kurangnya komunikasi yang terjalin antara dirinya dan teman kamarnya membuat konflik ini tak terselesaikan. Sebagai anak yang introvert dan hanya sibuk dengan kegiatan ibadah, membuatnya tak menggubris percikan api yang menjadi awal mula konflik ini.
Hingga suatu hari Yasmin mengalami demam yang cukup tinggi. Tak ada siapa pun di kamarnya kecuali aku. Yasmin membuang jauh rasa ego dalam dirinya. Ia mulai meminta bantuan dan menanyakan persediaan obat kepadaku. Melihat kondisinya yang lemah, aku pun merasa iba. Sehingga aku tolong Yasmin dengan memberikan obat penurun panas yang kupunya. Keesokannya tubuh Yasmin mulai pulih. Setiap hari ia meminum obat pemberianku hingga tubuhnya benar-benar sembuh total. Dari kejadian itu Yasmin berterima kasih kepadaku dan meminta maaf atas perbuatan buruknya yang menyebabkan konflik batin di antara kita berdua. Dengan kelapangan hati aku pun memaafkan Yasmin. Mulai detik itu semua menjadi hangat. Aku merasakan suasana kekeluargaan yang sangat nyaman karena semua teman kamarku termasuk Yasmin mulai menyayangiku.
Kelebihan:
Cerita ini sangat relevan dan menyentuh, mengangkat tema yang banyak dialami oleh anak-anak pondok pesantren di masa pandemi. Penulis berhasil menggambarkan dengan jelas perasaan tokoh “aku”. Bahkan konflik dalam cerita sering juga terjadi di dalam pondok. Cerita ini sangat cocok untuk pembaca yang ingin mendapatkan perspektif tentang bagaimana ketabahan, komunikasi, dan pertemanan diuji dalam kondisi yang penuh ketidakpastian seperti pandemi Covid-19.
Kelemahan:
Beberapa karakter pendukung seperti Yasmin dan teman lainnya bisa lebih diperkenalkan lebih dalam agar pembaca dapat lebih memahami sisi mereka. Selain itu munculnya konflik cerita kurang digambarkan secara jelas dan proses penyelesaian masalah terlalu cepat serta mudah ditebak.