Resensi Karya Sastra SMA Nuris Jember : Duit

Judul Buku                : Alif Ba’ Ta’ dan Konferensi Meja Bualan

Judul Karya              : Duit 

Penulis                      : Anggie Anggraeni

Penerbit                    : AE Publishing

Tahun terbit              : Cetakan Pertama, Maret 2021

Halaman Karya        : 7 halaman

ISBN                          : 978-623-306-531-3

Peresensi                 : Putri Utami Octaviya, S.Pd

Sinopsis:

Seorang siswi dengan paras rupawan mampu mengukirkan sepenggal  cerita menarik yang menjadi bumbu penyedap di sebuah tempat menuntut ilmu. Dalam hal menarik yang dituliskannya terdapat kesedihan yang amat mendalam yang mampu membuatnya belajar akan arti ketabahan. Siswi itu bernama Anggie Anggraeni yang pernah menduduki bangku kelas XII IPA 2 di SMA Nuris Jember. Karya perdananya berjudul DUIT dan tercetak dalam sebuah antologi cerpen yang berjudul Alif Ba’ Ta’ dan Konferensi Meja Bualan.

Dalam karyanya menceritakan kejadian yang terjadi pada bulan Februari hingga Mei 2020. Tokoh utama yang ia buat di dalam cerita ini bernama Anggun Pelangi. Digambarkan sebagai sosok yang cantik dan cerdas sehingga ia terpilih menjadi salah satu peserta didik dalam progran NSEP (Nuris Student Excange Progame). Terlihat dari progam sekolahnya, ia menempuh mendidikan di SMA Nuris Jember.

Anggun, adalah nama panggilanku di sekolah. Kemarin saat aku mengukuti pertukaran pelajar mancanegara dan sempat mengunjungi tempat terkenal di negeri 1001 larangan ini, yaitu patung singa besar yang memancurkan air atau dikenal dengan patung marlion. Saat itulah pertama kali aku mengetahui bahwa virus Covid mulai menyebar di negera luar. Tapi Indonesia belum juga menerapkan protokol kesehatan. Sepertinya karena virus ini belum memasuki Indonesia pada saat itu. Waktu terasa cepat berlalu hingga sudah waktunya aku harus kembali pulang ke negaraku tercinta, Indonesia. Tanpa harus melakukan test rapid dan sebagainya akhirnya aku sampai dengan selamat beserta rombongan.

(Baca juga: Resensi Karya Sastra SMA Nuris Jember: Biluh Tafakur)

Hari ini adalah hari penyambutan, yang mana kedatangan kami akan disambut oleh pengasuh, pengurus serta sahabat santri. Sungguh ini adalah momen yang sangat berkesan. Semua terlihat gembira dan saling tegur sapa. Beberapa memberikan pelukan hangat dan berjabat tangan. Semua tampak seperti normal pada umumnya.

“MAKLUMAT PONDOK PESANTREN NURUL ISLAM JEMBER, SATU TIDAK DIPERKENANKAN NYA WALI SANTRI MENJENGUK SANTRI UNTUK SEMENTARA………..” Suara ustadzah terdengar sedang membacakan maklumat dari pengasuh.

Aku bosan mendengar maklumat itu. Selalu menghantui isi kepalaku semenjak virus covid memasuki negara ini dan penerapan protokol kesehatan resmi ditetapkan oleh presiden Indonesia. Aku heran mengapa hanya pesantren ini yang tidak memperbolehkan santrinya pulang. Berbanding terbalik dengan keadaan pondok pesantren di luar sana. Sudah tiga bulan aku dan teman-teman santri lainnya tidak berjumpa dengan orang tua kita masing-masing. Aku dan dua temanku Ara dan Sinta masih terus berfikir kapan virus ini akan musnah dari muka bumi sehingga kita bisa beraktivitas seperti awal.

Obrolanku dan duaa temanku ternyata terdengar oleh ustazah. Hingga ia memberikan nasehat “Peran dan tuas kita hanya empat, yaitu DUIT”. Aku dan teman-temanku masih bingung dengan ucapan ustazah. Sehingga ia kembali melanjutkan dan menjelaskan ucapannya itu. “D” adalah doa. Apa pun bentuknya, bagaimanapun keadaannya harus tetap berdoa terus jangan pernah bosan. “U” adalah usaha. Kalau sudah do’a ya usaha. Kalau kita berdo’a tapi tidak ada usahanya ya sama saja nilainya nol. Kita harus berusaha dengan apa? Ya dengan tetap menjaga protokol kesehatan agar tidak tertular virus corona. “I” adalah ikhtiar, ini sama seperti usaha. Dan yang terakhir “T” adalah tawakal atau berserah diri kepada Allah. Tentunya dengan doa, usaha dan ikhtiar tadi, apa pun hasilnya kita harus menerimanya dengan ikhlas.

Nasehat ustazah itu membuat kami termenung. Benar sekali, peran kita hanya DUIT. Peran ini harus diamalkan dan dipraktekkan agar wabah ini cepat musnah dari bumi. Wallahu’alam Biishowab.

Kelebihan:

Pandemi Covid-19 adalah topik yang sangat aktual, dan banyak orang dapat menghubungkannya dengan pengalaman mereka sendiri. Cerpen ini bisa menarik pembaca dari berbagai kalangan karena menggambarkan tantangan yang nyata dihadapi oleh santri dan masyarakat pada umumnya selama pandemi.

Kelemahan:

Cerpen ini bisa jadi terjebak pada narasi yang terlalu fokus pada satu konflik internal, seperti kesulitan menghadapi pandemi. Hal ini membuat cerita terasa monoton karena tidak ada variasi dalam konflik atau perkembangan cerita yang lebih kompleks.

Related Post