Perspektif Ulama Tentang Cara Meminang

Penulis: Muhammad Qorib Hamdani*

 “Sifat cinta adalah relatif atau wacana belaka, jika tak ada pertalian yang menguatkan (nikah), mungkin akan pergi dan hilang dari muka bumi. Namun jika ada sebuah pertalian yang menghalalkannya (nikah) mungkin cinta itu akan abadi.”

Kalimat di atas menyatakan bahwa cinta akan abadi jika dieratkan dengan pertalian nikah. Apa itu nikah? Secara bahasa nikah adalah menghimpun, mengumpulkan, atau bersetubuh. Secara istilah nikah adalah suatu akad yang menghalalkan pergaulan antara seorang laki-laki dan perempuan.

(Baca juga: Gapai sukses melalui birrul walidain)

Itulah pengambaran nikah secara global, namun Islam mendefinisikan nikah lebih dari itu, nikah adalah ikatan atau pertalian yang kuat secara lahir dan batin antara laki-laki sebagai suami dan perempuan sebagai Istri. Tujuan dari nikah yaitu untuk membentuk keluarga yang sakinah mawahdah warahmah sekaligus menjadi sarana atau wadah untuk mendapatkan keturunan, dan juga ada yang mengatakan tujuan menikah adalah untuk menyempurnakan iman.

Penulis disini bukan membahas nikah, akan tetapi membahas hal-hal yang akan dilakukan sebelum nikah, yaitu meng-khitbah atau meminang. Khitbah berasal dari Bahasa Arab yang berarti meminang. Menurut istilah adalah pernyataan seorang laki-laki yang meminta kesediaan seorang perempuan untuk dijadikan istri atau pendamping hidup yang halal.

Lalu bagaimana cara mengajukan pinangan terhadap perempuan dalam pandangan Islam? Cara meminang dibagi menjadi dua yaitu meminang janda atau gadis yang habis masa iddahnya dan yang masih dalam masa iddahnya..

(Baca juga: Anda wajib zakat? yuk baca penjelasan ini)

Pertama, pinangan pada gadis atau janda yang sudah habis masa iddah-nya, yaitu dengan cara berbicara langsung kepadanya. Maksdunya adalah apabila seseorang ingin meminang gadis atau janda yang dalam fase iddah-nya habis, maka diharapkan berbicara langsung kepada orang tuanya atau kepada gadis tersebut untuk dijadikan istri.

Kedua, pinangan kepada janda atau gadis yang masih dalam masa iddah-nya, yaitu pria tidak boleh menyatakan secara terang-terangan, atau bisa dilakukan dengan cara sindiran. Itulah perspektif ulama’ dalam kacamata Islam untuk mengemukakan pendapat tentang seorang laki-laki yang ingin meminang seorang perempuan untuk dijadikan istri yang halal.

Itulah beberapa cara mengajukan pinangan pada gadis atau janda yang sedang dalam fase iddah dan dalam fase iddah. Kesimpulannya adalah jika ingin meminang janda yang sedang dalam fase iddah maka nyatakan secara sirri (sindiran) sedangkan gadis yang dalam fase habis masa iddahnya maka bisa dilakukan dengan terang-terangan.

Sumber gambar: kumparan.com

Penulis merupakan siswa kelas XI PK MA Unggulan Nuris yang aktif di ekstrakurikuler jurnalistik

Related Post