Logawa, Saksi Bisu Kebahagiaan Mudik Alumni Nuris di Kota Metropolitan
Jakarta– Mudik merupakan tradisi menjelang lebaran yang mendarah daging bagi masyarakat perantau Indonesia dan menjadi hal yang sangat istimewa, bagaimana tidak menjadi hal istimewa jika dengan mudik semua rasa rindu dengan keluarga, teman, sahabat dalam sekejap akan terobati.
(Baca juga: Menjadi Santri Di Kota Intelektual)
Tanggal 22 Juni 2016 jam 22.30 WIB adalah jadwal pemberangkatan Kereta Progo dari Stasiun Pasar Senen menuju Stasiun Lempuyangan. Tanggal 22 Juni 2016 Sorepun saya bergegas menuju Stasiun Bogor. Setelah sampainya di Stasiun Bogor harus berlari lumayan kencang agar tidak ketinggalan Commuter Line jurusan Stasiun Manggarai (Stasiun Transit menuju Stasiun Jatinegera dan Stasiun Pasar Senen). Dua jam berada di commuter line kegiatan saya hanya scroll sosial media dan tak sengaja melihat beranda facebook terdapat status anggota Pemanutan yang kuliah di UIN Syarief Hidayatullah yang akan mudik lebaran hari ini, dengan melihat status tersebut saya pun langsung dengan sigap menghubungi via WA menanyakan jadwal dan nama kereta yang di pakai, setelah mencocokkan jadwal dan nama kereta yang dipakai akhirnya kami tidak menyangka bahwa jadwal dan kereta yang kita pakai memiliki jadwal yang sama. Bagi kami ini adalah hadiah dari Tuhan setelah beberapa kali ingin mengadakan kumpul tapi belum juga terlaksana karena memiliki kesibukan masing-masing dan jarak Bogor-Ciputat yang lumayan jauh (yaaahhhh sekitar 2 jam an lah kalau jalannya “lancar” alias kagak macet). Melalui chat WA kami memtuskan untuk meet up di ruang tunggu Stasiun Pasar Senen.
Sesampainya di Stasiun Pasar Senen cepat-cepat bergegas mencari santapan untuk buka puasa, setelah berbuka puasa usai akhirnya saya bergegas mencari tempat kumpul dan mendapatkan tempat kumpul di emperan stasiun (Ruang tunggunya udah penuh haha). Berjam-jam menunggu di emperan Stasiun teman-teman Pemanutan UIN Syarief Hidayatullah belum juga tiba di Stasiun Pasar Senen, akhirnya saya memutuskan untuk menunggu di dalam tepatnya di ruang tunggu pemberangkatan. Setengah jam menunggu di ruang tunggu pemberangkatan akhirnya mereka baru tiba di Stasiun Pasar Senen sekitar 15 menit sebelum pemberangkatan (untung keretanya belum berangkat haha). Akhirnya kami memtutuskan untuk bertemu di dalam Kereta Progo. Lagi dan lagi Kereta Progopun tak mengijinkan kami bertemu untuk bertegur sapa lantaran gerbong kami terpisah jauh (saya berada di gerbong 2 dan mereka berada di gerbong 8, jadi harus melewati 5 gerbong penumpang dan 1 gerbong makan), selain itu suara langkah kaki tak ingin mengganggu penumpang lain yang sudah terlelap tidur. Kamipun memutuskan untuk bertemu ke esokan harinya di Kereta Logawa (kereta transit dari Stasiun Lempuyangan menuju Stasiun Jember). Dan saat ini saya sangat berharap Kereta Logawa tak memberikan harapan kosong pada kami.
Harapan kami pada Kereta Logawa pun di jawab dengan senyuman oleh Tuhan, Alhamdulillah akhirnya kami bertemu di Kereta Logawa Gerbong 1. Dengan santainya saat melihat mereka saya langsung bertegur sapa dengan ucapan “perasaan kayak yang kenal” dan merekapun menjawab dengan tawa “hahahaha”. Kereta logawa menjadi saksi bisu perjalanan mudik dan cerita bahagia kami, baik cerita pengalaman di kampus berupa pengalaman organisasi maupun akademik bahkan cerita liburan di tempat wisatadi sekitar Jabodetabek.
(Baca juga: Himpunan Mahasiswa Malang Nuris)
Menilik sebutir cerita selama perjalanan tak sedikit cerita bahwa Alumni Nuris di Megapolitan mampu bersaing dengan para mahasiswa lain yang notabennya berasal SMA/MA Negeri dan favorit. Mereka diantaranya Analisa Putri (Alumni SMA Nuris 2015 / UIN Syarief Hidayatullah) yang aktif di HMI (Himpunan Mahasiswa Islam) dan PMII (Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia), Ahmad Sya’roni (Alumni SMA Nuris 2015 / UIN Syarief Hidayatullah) menjadi pengurus di sebuah masjid sekitar UIN Syarief Hidayatullah dan pendakwah aswaja bagi penduduk sekitar, Wildan Muhammad (Alumni SMA Nuris 2013 / IPB) yang aktif di UKF IPB (Uni Konservasi Fauna IPB), Avan (Alumni SMA Nuris 2008 / IPB) sebagai akademisi pascasarjana IPB, Fajrul Falah (Alumni MA Unggulan Nuris 2014 / UIN Syarief Hidayatullah) yang aktif di PMII (Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia), Muhammad Khoirul Mufid (Alumni SMA Nuris 2011 / Alumni IPB) yang aktif di CSS MoRA IPB (Community Santri Scholars of Ministry of Religious Affairs IPB), FMSC (Forest Management Students Club), Kelompok Studi Poleksos (Politik Ekonomi Sosial Kehutanan), CSS SPORT IPB dll dan sekarang menunggu wisuda yang insyaAllah akan dilaksanakan pada bulan September 2016.
Perjalanan ini kami tak hanya berbagi cerita pengalaman namun kami merencanakan untuk mengadakan Makrab (Malam keakraban) agar dengan kegiatan ini anggota Pemanutan saling mengenal lebih akrab antara satu anggota dengan yang lainnya dan dengan kegiatan makrab ini kami bisa berdiskusi tentang kontribusi apa yang akan diberikan untuk Nuris selanjutnya.
Mendengar cerita di Kereta Logawa saat kami dalam perjalanan mudik, bagi saya:
Santri bukan lagi kaum kudikan yang bisa dipandang sebelah mata,
Santri bukan lagi kaum sarungan yang ketinggalan jaman,
Santri bukan lagi kaum berkopyah yang tak mampu bersaing,
Santri bukan lagi kaum kitab kuning yang tak tahu globalisasi,
Santri bukan lagi kaum nunduk yang apatis terhadap negeri ini,
Santri bukan lagi kaum marginal yang tak mampu memajukan negeri ini.
Kami bangga dengan identitas kami sebagai santri yang hidup di hiruk pikuknya kota besar. Kami yakin bahwa santri mampu menjadi pembeda di lingkungannya. [Khoirul M]