Jember. Jika berbicara soal Aswaja, kurang lengkap rasanya kalau tidak memperbincangkan Pondok Pesantren Nurul Islam (Nuris) Antirogo, Jember, Jawa Timur. Pasalnya, pesantren yang terletak di 5 kilometer ke arah utara Kota Jember ini mengusung komitmen yang kuat untuk menyemai bibit-bibit Aswaja.
Berawal dari sebuah kerisauan yang merajam jiwa KH. Muhyiddin Abdusshomad, pengasuh Pesanten Nuris. Sebagai tokoh NU, ia merasa gundah karena posisi Aswaja (NU) yang moderat semakin lama semakin terjepit oleh dua aliran yang berseberangan. Yang satu adalah aliran liberal.
Dan satunya lagi aliran radikal. Yang disebut terakhir ini, gerakannya cukup massif, dan gampang meraih simpati masyarakat. Tidak hanya itu, mereka juga berani terang-terangan mencaci-maki, mencap amaliah NU sebagai amalan bid’ah, khurarat, bahkan kafir.
Sebagian orang, menilai hal tersebut sebagai persoalan yang remeh-temeh. Namun bagi Kiai Muhyiddin, menjamurnya aliran radikal di Indonesia, termasuk Jember merupakan awal petaka. Sebab, mereka mempunyai kemampuan menyusup dan berbaur di tengah-tengah masyarakat.
Dengan semangat “dakwah” yang militan, didukung oleh finansial yang memadai, sungguh mereka bisa menjadi ancaman serius bagi NU, bahkan bangsa Indonesia. Betul, Islam mungkin tak akan hilang dari bumi Indonesia. Tapi bukan mustahil, NU kelak hanya tinggal papan nama jika agresifitas kelompok radikal dibiarkan leluasa bergerak menebar propaganda palsu.
“Iran asalnya negara Ahlussunnah Waljama’ah. Bahkan Imam Hujjatul Islam Al-Ghozali, Imam Haramain Al-Juwaini dan banyak ulama besar Ahlussunnah lainnya berasal dari Iran. Arab Saudi juga asalnya Negara Ahlussunnah Wal Jama’ah, bahkan ulama pendiri NU belajar di Mekah Madinah, sebelum dikuasai klan Saud. Tapi akhirnya Arab Saudi menjadi negara Wahabi, Iran menjadi Negara Syiah. Golongan Ahlussunnah Waljama’ah di sana saat ini menjadi minoritas bahkan habis sama sekali,” tukas putra Kiai Muhyiddin, Ra Robith Qoshidi kepada NU Online.
Itulah sebabnya, Kiai Muhyiddin mengadakan perlawanan dengan menerbitkan sejumlah buku yang berisi dalil atau argumentasi tentang amaliah warga NU. Sebab, mereka menyerang ajaran atau amaliah NU. Berarti benteng dalilnya harus diperkuat. Di antara bukunya adalah “Fiqih Tradisionalis: Jawaban Pelbagai Persoalan Keagamaan Sehari-hari”, “Tahlil Dalam Perspektif Alqur’an dan As-sunnah (kajian Kitab Kuning)”, dan sebagainya.
Satu lagi kitab “perlawanan” Kiai Muhyiddin berbahasa Arab, yaitu “Al-Hujjaj al-Qath’iyyah lil-Aqaaid wal Amaliyyah an-Nahdliyyah”. Kitab ini bahkan menjadi materi kajian dan dihatamkan di sejumlah pesantren besar seperti Matholi’ul Falah asuhan Kiai Sahal Mahfudz, Pesantren Ngunut, Tulungagung, pesantren Mojogeneng, Mojokerto, pesantren Langitan, Tuban, Pesantren Ilmu Al-Qur’an pimpinan Kiai Bashori Alwi, Malang dan Sekolah Tinggi Agama Islam, Tambak Beras Jombang.
“Masih banyak pesantren besar lain yang bahkan menjadikan buku dan kitab abah sebagai materi pelajaran wajib bagi santrinya,” lanjut Ra Robith.
Gerakan Kiai Muhyiddin ternyata merangsang timbulnya ghirah di kalangan tokoh NU dan pengasuh pesantren. Antusiasme sejumlah pesantren di atas dalam mengkaji kitab dan buku karya Kiai Muhyiddin menjadi petunjuk sahih betapa langkah dan gerakannya dapat menginspirasi “perlawanan” pesantren terhadap aliran kontra NU, dengan cara memperkuat benteng dalil amaliyah NU.
Dalam perkembangan yang sama, Kiai Muhyiddin juga mendorong pendirian Aswaja Center dan memaksimalkan kiprah Lembaga Bahtsul Masail PCNU Jember. Munculnya nama-nama seperti Ustadz Idrus Ramli, Mahmulul Huda, Abdul Haris, Gus Wahab dan lain-lain tak lepas dari besutan tangan dingin Kiai Muhyiddin.
Mereka siap “tempur” untuk mendebat aliran radikal dan liberal dalam kondisi dan situasi apapun. Kiai Muhyiddin sendiri saat itu juga keliling Nusantara memenuhi undangan pelatihan Aswaja.
Pesantren Nuris, tentu saja menjadi ladang subur untuk menyemaikan bibit Aswaja. Karena itu, Kiai Muhyidin lalu mencanangkan tekad bahwa pesantren yang dipimpinnya merupakan kawah candradimuka bagi lahirnya kader-kader Aswaja yang mumpuni. (NU Online/Aryudi A. Razaq/Fathoni)
Sunber: http://www.nu.or.id/post/read/69672/pesantren-nuris-ladang-subur-persemaian-bibit-aswaja-1