Selembar Sampur dan Cinta Yang Terkubur

*Penulis :Siti Lutfiatul Hasanah

Penulis adalah siswa kelas XI TKJ (Teknik Komputer Jaringan) SMK Nuris Jember.

Meliuk-liuk tubuh seperti fragmen pelangi merekah di cakrawala. Wirasa, wiraga, wirama. Denting saron dan dentang suara kendang menjelma dalam relung paling dalam, nurani seorang penari sejati.

Reyna hanya terdiam di atas kursi, raut wajahnya menampakkan dirinya sedang tak bersemangat untuk latihan. Reyna akhir-akhir ini sangat aneh.

“Kamu kenapa sih, Rey? lagi ada masalah tah?” Tanya Tika sambil berdiri, tubuhnya tergeletak di sebelah Reyna.

“Jujur aja ya Mbak aku tak suka dengan tarian ini, cobak deh mbak. Bikin tarian baru. Perasaan setiap ada acara hanya membawakan tarian ini saja. kita bisa membuat tarian baru yang lebih menakjubkan dari tarian ini,” usulnya dengan suara yang mirip pelayan restoran.

“Hemmm. Ternyata hal itu yang membuatmu tak bersemangat untuk latihan. Kalau seperti itu besok Mbak akan memikirkan tari apa yang akan kita tarikan. Setuju?’’ hibur Tika sambil memnghiburnya dan sembari menggantungkan sampur berwarna merah di leher Reyna.

“Ya benar Mbak, saya setuju.” Sambil menjawab dengan kegirangan.

“ Ya sudah, kalau kamu sudah setuju. Sekarang sudah jam 5 sore.” kata Tika sambil beranjak berdiri dan berjalan menjauh dari bangku tersebut. Reyna kemudian mengikutinya.

langit pucat memberi isyarat bahwa malam adalah peristiwa memulangkan penat. Lagu dangdut berbunyi: Selamat malam, duhai kekasih. Perlahan mata-mata terlelap dengan ragam mimpi.

Keesokan harinya langsung menepati janjinya, Tika langsung menuju sanggar tari Rambipuji. Tempat biasa ia dan Tika latihan, namun ternyata Reyna belum berangkat, padahal Tika selalu lebih awal dari pada yang lain. Tak lama kemudian Tika berlari dari kejauhan. Barangkali ada sesuatu ini, gumamnya. “Reyna ada kabar gembira!!” kata Tika sembari mengatur nafasnya.

“Kabar apa sih mbak..??’’ tanyanya sembari penuh penasaran.

“Aku dengar dengar ada perlombaan tari nasional. Hadiahnya sangat besar, juara pertama mendapatkan hadiah lima juta beserta tropi.“ balas Tika sambil tersenyum bahagia.

“Iya sudah, gimana kalau kita ikuti lomba itu?”

“Kapan lomba itu berlangsung?’’

“ Kapan ya…? aku lupa Rey, tapi sepertinya lombanya masih kurang 1 bulan lagi. Cukup untuk kita latihan koreo baru kita” jawab Tika sambil mengingat koreo yang ia buat.

“Iya mbak. Kita masih punya cukup waktu untuk berlatih koreo baru kita. Mbak apa kita mau menarikan tari tradisional kembali?” tanya Reyna.

“ Iya aku sedang memikirkan hal itu Rey, yasudah kita mulai membuat koreo yang kita pakai.”

“Gimana kalau tari tradisional dipadupadankan dengan tarian modern.” usul Tika sembari mengeluarkan sampur miliknya.

“Sepertinya keren juga, gimana kalau tarian Rama Sinta dipadupadankan dengan gerakan dramanya. Bagian modernnya sebagai kreasi dengan dua orang pemain yaitu Hanoman dan Rahwana. Sepertinya keren deh , gerakan tari modern untuk tokoh Hanoman” usul Reyna dengan wajah yang sangat gembira sekali.

“..Reyna berarti dalam satu kelompok harus terdiri dari tiga atau empat orang .” usul Tika yang pasti membuat Reyna kebingungan mencari penari tambahan yang kita akan ikutkan di koreo ini.”

“ Ya sih mbak , tapi siapa penari tambahan itu mbak…??”

“Rey, apakah kamu mempunyai teman yang bisa menari??”

“Sepertinya sih ada Mbak, namanya Riska, Ayok Mbak kita tanya pada Riska siapa tahu Riska mau bergabung dalam grup tari kita .” usul Reyna.

Mereka berdua langsung bergegas  ke rumah Riska sesampainya di rumah Riska mereka langsung mengetuk pintu rumah Riska. Saat Riska membuka pintu ternyata Riska sedang terburu-buru untuk latihan olahraga.

“ Ada apa Rey..??” Riska langsung bertanya pada Reyna.

“ Aku mau bicara ini sangat penting..”

“ Mau bicara apa sih Rey..???” sembari Riska merapikan barang-barang yang ia mau bawa untuk latihan.

“  Kamu mau nggak gabung dalam grup tari kita berdua..?”

“Waduh, tetapi Maaf banget ya Rey, masalahnya aku sibuk sekali jadi tidak ada waktu buat latihan tari.” Sembari meminta maaf pada Reyna

“Yasudahlah kalau gitu, terima kasih ya Ris,” jawab Reyna sedikit kecewa dan beranjak pulang.

“ Hei.. kok aku lihat-lihat kamu melamun aja, dari mana sore-sore gini?” tanya Risma. Teman satu sekolah Reyna.

“Ehm.. rumah Riska, Ris .” menjawab dengan wajah yang terlihat kecewa.

“Memangnya ada apa?” tanya Risma  lagi.

“Aku lagi mencari seseorang yang bisa menari untuk ikut lomba menari bersama kita. Kukira Riska bisa, ternyata dia super sibuk.” Jawab Reyna pada Risma

“Lomba menari? Kalau aku boleh ikut tidak?” tanya Risma menawarkan diri. Sesaat Reyna dan Tika  saling berpandangan. Setelah Tika mengangguk akhirnya Reyna pun menyetujuinya.

Latihan tari pertama kali hari ini membuat Reyna, Risma dan Tika senang. Mereka bersama-sama membuat gerakan tari, mencari musik yang sesuai dan saling bercanda saat istirahat. Walaupun gerakan tarinya belum seberapa, tetapi mereka sudah sangat bagus membawakan tarinya bersama.

“ Hari ini adalah hari yang sangat membahagiakan bagiku Rey, rasanya aku tak ingin berhenti untuk menari.” Sembari tersenyum bahagia.

“Iya Ris, aku juga senang sekali, ini kesempatan kita untuk menunjukkan bahwa anak muda juga mampu berkreasi dan mengangkat budaya jawa. Dan ini tidak membosankan seperti yang orang pikir.” kata Reyna bersemangat.

“Gimana latihan hari ini? Masih semangat buat kedepannya?” Tika bertanya kepada mereka berdua.

“ Masih dong Mbak..” sembari tersenyum bahagia .

“ Cukup sampai disini ya latihannya karena sudah sore nih..”

“ Iya Mbak..”

Mereka pun langsung menghentikan latihannya karena sudah pukul 5 sore, mereka langsung kembali ke rumah mereka masing masing.

“Kalau Aku besok nggak datang latihan kalian harus tetap latihan demi kesuksesan kelompok tari kita “ ucapnya Tika pada Risma dan Reyna.

“Mbak kenapa sih kok ngomong nya kayak gitu?” protes Reyna ke Mbak Tika. Risma hanya mengangguk dan menggeleng dengan ucapan Reyna.

“Nggak kenapa-kenapa. Aku pulang dulu soalnya sudah sore “ ucap Tika dan berlalu. Hal itu membuat Risma dan Reyna merasa sedikit aneh dengan sikap Tika. Tapi mereka bertiga lagi-lagi membahas masalah itu lagi. Mereka berdua hanya tahu kalau Tika menginginkan mereka berdua mengikuti lomba tersebut dan menjadi pemenang dalam kompetisi tari itu. Malam itu handphone Reyna berdering tampak ada beberapa pesan masuk dari layar handphone layarnya. Sesaat setelah Reyna membaca pesan itu, air mata Reyna tak terbendung lagi, deras sederasnya. Reyna tersungkur di depan rumahnya sembari menangis histeris. Ternyata pesan tersebut dari teman Reyna, yang mengabarkan  bahwa Tika mengalami kecelakaan saat perjalan pulang dari sekolah. Tika mengalami luka berat pada kepala dan tangannya sehingga membuat Tika menghembuskan napas terakhirnya di tempat kejadian.

Bendera putih dikibarkan, keranda dibopong dengan segenap iringan do’a. cinta dan puing-puinh kenangan beterbangan ke udara.

Seseorang yang mereka sayangi kini telah dilapisi oleh kain putih, masih menjadi tangis oleh seluruh keluarga, guru-gurunya dan teman-temannya. Banyak orang yang tak menyangka bahwa Tika akan pergi secepat ini, mereka sangat ingin melihat orang yang mereka sayangi untuk terakhir kalinya. Setelah pemakaman selesai dijalankan, para pelayat mulai pergi karena sinar matahari yang menyengat, Reyna bersama keluarga Tika masih memandangi makam Tika yang bertabur bunga warna-warni dan bermacam-macam. Mereka hanya bisa menangisi kepergian Tika untuk selamanya. Reyna teringat dengan lomba tari yang selalu membuat teringat pula dengan Tika. Namun Reyna tak ingin lagi mengingat tarian itu karena hal itu membuat Reyna mengingat kembali pada Tika. Reyna memutuskan untuk berhenti latihan menari dan untuk mundur dari lomba tersebut. Seketika Reyna sampai di rumah ternyata ada seseorang yang mengetuk pintunya ternyata yang datang Risma.

“ Ada apa risma..?? maaf sepertinya aku tak bisa melanjutkan tari ini.”

“ Kenapa Rey..??? apa kamu gak ingat dengan perjuangan Mbak Tika untuk kita”

“Karena itu aku tak ingin menari kembali setiap aku menari serasa Mbak Tika masih ada di sini bersama kita, jadi ini yang dikatakan Mbak Tika sore itu.?? Sampur yang disampirkan di pundakku itu, apakah artinya..??” ucap Reyna sembari meneteskan air matanya.

“ Apa yang kamu katakan barusan..?? kamu masih tidak mengerti..?? “ tanya Risma tak percaya.

“ Aku serius…” jawab Reyna dengan wajah yang serius

“ Seperti yang kamu bilang perrjuangan kita bersama Mbak Tika yang bela-belain latihan sampai malam, yang kita lakukan bersama, apakah kamu ingat dengan hal itu? Mbak Tika yang selalu memberi semangat saat saat kita lagi down banget dan saat kita mengeluh namun Mbak Tika tetap memberi semangat pada kita, Mbak Tika belain untuk membangkitkan impian kita untuk melestarikan budaya di pulau jawa di gunung kidul ini.” ungkap Teyna sembari terus menerus meneteskan air mata nya.

“ Ya aku ingat..”

“Maka dari itu kamu harus meneruskan perjuangan Mbak Tika.” sembari menyemangati Reyna.

“ Kamu harus tetap menari untuk mewujudkan impian kita dan impian Mbak Tika juga apa kamu nggak pengen membuat almarhum Mbak Tika tersenyum.”

“ Iya kamu benar juga Ris aku harus tetap menari dan kita harus mencoba lagi membujuk Riska kembali untuk bergabung di grup kita.” mereka berdua langsung bergegas pergi ke rumah Riska.

“ Riska aku mohon kamu bergabung ya dengan grup tari sanggar kita..???” sembari memohon terus menerus terhadap Riska.

“ Iya..aku akan bergabung dengan grup sanggar kalian berdua..”

“Benarkah..??” Reyna tersenyum bahagia dan tak percaya dengan hal itu.

“Iya, ini untuk Mbak Tika juga,” jawab Riska.

Mereka kembali berlatih seperti dulu lagi walaupun tanpa ada Tika di tengah-tengah mereka bertiga. Mereka melatih Riska dengan sabar Riska mempelajari koreo yang diajarkan oleh Reyna dan Risma. Riska sudah bisa menguasai tari itu dengan sangat indah dan menarik, tak terasa lomba tari itu sudah akan dilaksanakan esok hari. Lomba yang mereka tunggu tunggu akhirnya tiba, para peserta lomba itu sangatlah beragam, kostum mereka pun beragam dan sangat indah tetapi hal itu tak menyurutkan semangat mereka bertiga. saat mereka mengambil nomor undian ternyata mereka mendapat nomor terakhir, yaitu 24.

Waktunya tiba. Mereka naik ke panggung, Risma sangat gugup dan gerakannya mulai  terpatah-patah namun saat Risma melihat Reyna dan mengingat perjuangan Mbak Tika, ia langsung menganggap bahwa perlombaan ini hanya seperti latihan saja.

Setelah mereka bertiga menyelesaikan tariannya maka mereka pun dipersilahkan   duduk oleh juri di tempat duduk para peserta. Juri langsung mengumumkan para pemenang lomba tari tersebut “ Juara ke-1 diraih oleh nomor undian 15. Selamat para pemenang”. Mereka kecewa dengan keputusan juri. Wajahnya langsung kusut, tubuhnya layu.

Tunggu! Ternyata masih ada satu pemenang lagi yaitu  lomba koreo terfavorit. Dan no undian 24-lah yang disebut, mereka langsung berteriak dan menangis bahagia.

“Keempat juara kita akan di tampilkan pada perayaan HUT GUNUNG KIDUL TAHUN INI.” Ucap salah satu pembawa cara.

Mereka bertiga menuju pemakaman Tika untuk menunjukkan piala koreografi terfavorit mereka.

“Mbak Tika, kita berhasil mendapatkan apa yang Mbak impikan “ kata Reyna sambil meletakan piala di atas tanah yang bercampur dengan bunga yang mulai mengering.

(Baca juga: Cerpen Ini Ada Karena Dihukum)

Tika tersenyum.

Mungkin apa yang kita impikan tidak akan terwujud tanpa perjuangan yang besar. Walaupun bukan yang terbaik tetapi telah menampilkan yang terbaik. Karena sejatinya kebahagiaan adalah dapat membahagiakan orang lain, terutama orang yang kita cintai. selembar sampur itu menjelma cinta, menjelma doa yang dilayangkan sebagai ribuan rindu untuk wajah yang tersenyum di surga.

Related Post