Ketika Sukmaku Kembali

Penulis: Uswatun Hasanah

Gemercik hujan menemani keheningan, sesaat terasa semilir angin berhembus menyatu dengan dinginnya malam. Di sebuah tempat tidur Hill disibukkan dengan hanphone canggihnya. Beda dengan Clara yang setiap hari memahami tentang budaya. Kecintaannya pada budaya membuat ia selalu mencari sesuatu yang terkait dengan budaya. Hill sama sekali tidak tertarik pada budaya,  pertemanan mereka telah tujuh tahun lamanya.

“Sebentar Hill belum siap nih videonya.” Ujar Clara.“Iya iya.” Jawab Hill sambil menganggukkan kepala, Hill mengerti Clara masih melihat-lihat tradisi budaya.“Sini Hill ikutan liat yuk!” Ajak Clara. “Enggak ah.” Jawab Hill tanpa menoleh ke arah Clara, fokus pada barang elektroniknya.Seiring berkembangnya waktu Clara tertarik pada benda yang dimainkan Hill. Aplikasi yang berada di dalamnya membuat Clara lupa akan kewajibannya untuk melestarikan tradisi. Teknologi berkembang pesat.

Hingga suatu ketika….. “Ra, kenapa sekarang kamu jarang kepoin budaya lagi?” Tanya Hill. “Sekarang ku sibuk Hill banyak yang ngefollow akunku, banyak yang ngelike juga lo…”Ujar Clara dengan nada mengejek. “Hem okelah.” Papar Hill mengangguk pelan. Sejak kejadian itu, mereka sibuk dengan urusannya sendiri. Kebersamaan mereka mulai renggang akibat kemajuan teknologi. Mereka fokus akan aplikasi-aplikasi yang terdapat pada Hanphone. Meskipun Clara jarang mencari tau tentang budaya, namun kecintaannya pada budaya tak pernah pudar. “Eh, Ra, tau gak Ra? Ada beberapa tradisi kita, yang diambil oleh negara lain. Tau enggak kenapa bisa jadi begitu? soalnya generasi penerus bangsa tidak pandai dalam melestarikan budayanya sendiri enggan untuk mempelajari budaya sendiri, seakan-akan mereka malu dan lebih ikut pada budaya barat.” Kalimat Hill memecahkan lamunannya.

“Enggak mungkinlah Hill itu terjadi, kan budaya kita sudah banyak yang melestarikan.” Jawab Clara tak percaya akan semua perkataan Hill. “Kenapa tidak? Ini udah ada buktinya bahwa salah satu tradisi kita dipelajari lalu mereka mengambilnya dan menganggapnya sebagai milik mereka.” Jelas Hill sambil menyodorkan hanphone yang di genggamnya. “Situs-situs ini nyata dan baru dimuat tadi pagi lo Ra, berdasar fakta yang ada.” Lanjut Hill.

Clara tidak percaya dengan semua kenyataan tersebut, ia langsung membuka situs webnya mencari fakta yang membuktikan akan hal tersebut. Spontan Clara tidak terima dengan apa yang negara lain lakukan. Informasi terkait hal tersebut benar adanya. Namun ia bingung harus berbuat apa. Clara memikirkan semuanya, salahkah perbuatannya meninggalkan budaya demi barang elektronik yang dia punya. Ia sangat merasa bersalah atas kejadian ini, menyesali apa yang telah ia perbuat. Seakan-akan ia merasa bahwa semua ini karena perbuatannya yang lupa akan budayanya.“Alhamdulillah berkat terobosan ini kita secara tidak langsung dapat melestarikan budaya bangsa.”Papar Clara di depan Bapak Presiden.

Clara membuat semacam aplikasi yang berisi tentang budaya, tradisi, kesenian, makanan khas, dan semua yang berisi tentang budaya Indonesia ada pada aplikasi yang dibuatnya. Aplikasi ini dibuat untuk mempermudah generasi bangsa dalam mengenal dan melestarikan budaya bangsa. Aplikasi ini juga sangat bermanfaat untuk perkembangan budaya. Hingga satu per satu orang menyukai dan tertarik akan adanya aplikasi yang dibuat Clara.“Terimakasih Clara berkat aplikasi yang kamu buat semua orang turut melestarikan budaya kita. Terimakasih Clara.” Kalimat itu terdengar di telinga Clara.Bapak Presiden mengundangnya ke gedung kemerdekaan, tak semua orang dapat masuk kedalamnya. Clara mempunyai kesempatan itu. Clara berhasil membuat semua orang melestarikannya, seakan-akan membangkitkan semangat untuk mendalami budaya dengan cara mudah. Tradisi yang awalnya tidak ada seorangpun yang tahu, kini berkembamg pesat, semakin maju, menuju puncak kejayaan.

Keindahan awan yang menawan, matahari seakan memamerkan cahaya indahnya yang begitu memukau terlihat cerah dengan lukisan indah Tuhan. Namun, beda halnya dengan Hill yang sekarang sedang mempertaruhkan nyawanya di dalam ruang khusus. Sunyi sepi hanya ada suara alat untuk mengukur denyut jantung yang terdengar. Hill tidak mengetahui sejak kapan penyakit itu bersarang di tubuhnya. Akhir-akhir ini Hill sering mengeluarkan darah dari hidungnya, keadaannya sangat lemah hingga terpaksa ia berada di ruangan yang senyap ini, tanpa ada seseorang. Dokter mengatakan bahwa Hill mempunyai penyakit yang terbilang ganas. Leukimia. Sering kali ketika menjalani pengobatan, rambut Hill gugur satu per satu akibat obat-obatan yang dokter berikan pada tubuh Hill. Ia sudah tidak berdaya lagi, Hill rasa tubuhnya tidak kuat untuk menopang semua obat-obatan yang dimasukkan lewat suntikan. Semangat hidup Hill sekarang berkurang Hill tak mampu lagi menderita penyakit yang dideritanya. Namun sahabatnya, Clara selalu memberikan dorongan kepadanya.

“Hill yang sabar ya, kamu kuat kok, kita doa bareng ya untuk kesembuhan penyakit yang kamu alami sekarang. Ku yakin Hill semua pasti berjalan lancar. Percayalah bahwa kuasa Tuhan lebih indah Hill. Ingat kamu pasti sembuh kok, tetap semangat Hill ku yakin kamu bisa menjalani semuanya.” Pesan Clara pada Hill.

Pesan itu selalu berulang-ulang ia katakana pada Hill. Hill tersenyum mendengar perkataan sahabatnya seakan-akan memperlihatkan semangatnya untuk bangun dari penyakit yang dialaminya. Tidak henti-hentinya Clara memberikan dorongan pada Hill, karena menurut Clara, Hill butuh akan dorongan agar dapat kembali semangat dalam menjalani hidupnya. Clara selalu datang menemui sahabatnya, memastikan bahwa keadaannya semakin membaik. Semakin hari kesehatan Hill mulai membaik, Clara sangat bersyukur atas berita tersebut. Clara senang atas semua perkembangan Hill, tubuhnya dapat kembali digerakkan. “Kesembuhan Hill tergantung pada-Mu ya robb, maka berilah kesembuhan pada sahabatku ini, angkatlah penyakitnya agar dia dapat kembali beraktivitas menjalani kehidupan tanpa adanya beban layaknya dulu, ya robb hanya padamu ku meminta pertolongan.” Batin Clara dalam sujud malamnya.

(baca juga: Sabda Lemari Pengucap)

Keadaan Hill mulai membaik seperti sediakala. Hill diperbolehkan menyelesaikan pengobatan dengan satu kali kemoterapi.Kemoterapi telah dilakukan, akhirnya Hill diperbolehkan untuk meninggalkan ruang senyap tersebut. Kepulangan Hill dari rumah sakit membuat keadaan kembali seperti semula. Hari-hari mereka lewati seperti biasa, mereka disibukkan dengan kegiatan masing-masing. Namun Clara sering mengingatkan Hill akan obat-obatan yang harus Hill minum teratur. Clara selalu memberi dorongan akan kesembuhan Hill, agar Hill selalu menjalani hari-harinya dengan semangat tanpa beban yang difikirkan. Hingga hari itu terjadi…“Ra…Clara….Clara….” keringat membasahi tubuh Hill saat ia menyebut nama Clara. Semenjak Clara menghilang satu bulan yang lalu, setiap hari tidur Hill selalu memanggil-manggil nama sahabatnya. Entah kemana Clara pergi, Hill tak mengetahui keberadaannya. Sejak saat Hill sembuh dari penyakitnya, Clara tiba-tiba menghilang, pergi, tak mengetahui kenapa alasan menghilangnya Clara. Hill berusaha untuk mencari dimana keberadaannya. Karena ia rindu akan dorongan yang setiap hari selalu berdendang di telinganya. Setiap saat Clara tak bosan untuk memotivasi, menyemangati, mengbangkitkan dari keterpurukan, yang selalu ada saat Hill dalam keadaan apapun. Hill mencari dan bertanya pada setiap orang yang ditemuinya. Tanpa ada rasa menyerah ia tetap saja mencari walau kemanapun, berjalan tanpa ada arah yang dituju bagai daun yang diterpa angin.

Suatu ketika Hill menemukan alamat ayahnya yang kediamannya tak jauh dari desa yang ditempatinya sekarang. Pencarian Clara sahabatnya tidak akan dihentikannya sampai ia menemukan keberadaan sahabatnya. Sampailah Hill pada suatu perempatan jalan yang terletak di jalan setapak, terdapat beberapa orang berlalu lalang di perempatan tersebut. Perempatan jalan ini adalah tempat yang mengingatkannya akan masa kecil mereka. Hill dan Clara sering menempati perempatan jalan ini untuk mereka bermain, tak luput juga ia sering melihat Clara menari dengan gerakan yang lemah gemulai seperti halnya penari internasional. Clara memang sering menjadikan perempatan ini sebagai alan untuk menyalurkan bakatnya, karena pasti banyak orang yang melihat dan pasti tertarik dengan suatu tradisi budaya. Itulah yang membuat Clara sering berada di peremptan jalan ini. Hill mengingat kembali akan semua kisah masalalu bersama sahabatnya itu. Kebersamaan yang  sudah berapa lama mereka jalani, sekarang Hill kehilangan semua gelak tawa yang seharusnya selalu Hill dengar. Kemana Hill akan menemukan keberadaan Clara,akankah Hill dapat bersenda gurau kembali dengan sahabat kecilnya. Satu per satu peristiwa muncul di ingatannya, namun sepanjang jalan ia tak menemukan tanda-tanda akan keberadaan Clara. Hill bingung apa yang harus ia lakukan sekarang.

“Ya Allah mohon petunjuk-Mu, ku tak mungkin bisa mencari tanpa adanya petunjuk dari-Mu ya robb, hanya pada-Mu ku meminta pertolongan, berikan ku kemudahan untuk menemukan dimana keberadaan sahabat kecilku, karena ku merindukan semua kebersamaan yang telah kita lalui dulu. Ku harus mencarinya kemana lagi ya robb….” di setiap malam Hill lantunkan doa dalam sujudnya untuk mencari petunjuk.“Dimana keberadaanmu Clara …dimana…..”kalimat itu selalu muncul dibenaknya. Namun sampai detik ini tak juga ia temukan sahabatnya. Ia yang selalu memberi semangat padaku. Sekarang ku rindu akan doronganya, semangatnya, sekarang semua itu tak lagi ku dengar.

Hill terus berjalan menembus jalan sepetak tadi hingga sampai pada tempat kediaman ayah Clara. “Assalamualaikum.”kata Hill mengulang-ulang kalimatnya.Seorang pria separuh baya menjawab sambil membukakan pintu untuknya. “waalaikumsalam”“Hill?” Lanjut pria itu.“Iya paman”jawabnya tersenyum.“Apa Claranya ada paman?”sambungnya.“Oalah, sini masuk dulu nanti paman anter ke Clara.”jawab paman sambil merangkul dan membawa Hill masuk.

Hati Hill serasa berada di antara nyiur yang melambai dan desiran ombak dipantai. Akhirnya Hill akan kembali menuai hari-harinya dengan sahabat kecilnya yang telah lama hilang.“Ayo Hill paman akan mengantarmu menemui Clara” ajak paman. Mereka berjalan melewati belakang rumah ayah Clara sampai pada tempat dimana  Clara sekarang berada tak jauh dari kediaman paman. Kesenangan Hill luntur saat Hill mengetahui keberadaan Clara saat ini.

“Paman apa benar dia Clara?” Hill membuka percakapan.“Iya Hill benar itu Clara.” “Tidak paman bukankah Clara ada di kediaman paman? namun kenapa paman mengajakku ke tempat ini, lantas bagaimana bisa ini semua terjadi pada Clara paman…menghilang tanpa jejak, berapa bulan lamanya…”mata Hill mulai berkaca- kaca.“Sebenarnya semenjak Hill sembuh, Clara selalu memberikan dorongan pada kamu agar kamu tetap semangat untuk terus  melanjutkan hidupmu, karena Clara takut kamu seperti Clara, sebenarnya sudah beberapa tahun lalu Clara mempunyai  penyakit ganas yang sudah menggerogoti tubuhnya, namun Clara tak ingin jika kamu mengetauhi yang sebenarnya.”jelas ayah Clara.

Hill tidak dapat membendung air matanya, disamping lekungan tanah Hill menumpahkan semua derita, tetes demi tetes air mata mengalir bagai derasnya air hujan. Hill tidak percaya akan takdir yang telah tuhan berikan, karena menurutnya itu semua mustahil. Keberadaan Clara telah ditemukan, lantas bukan puncak kebahagiaan yang Hill rasakan namun sebaliknya derita yang amat perih dirasa.Hill pulang dengan rasa kecewa, semua perjuangan Hill untuk menemukan sahabat kecilnya terbayarkan dengan akhir kekecewaan yang amat dalam. Hill berusaha menerima takdir yang tuhan berikan padanya.

“Maafkan aku Clara…semoga kamu tenang disisinya, walau kita tak dapat bersama kembali namun setiap doa kan selalu ku sebut namamu sahabat, semua kebersamaan yang kita ukir bersama kan menjadi kenangan bagiku, ku takkan pernah bisa melupakan semua tentangmu, terimakasih sudah hadir di kehidupanku, maafkan aku sahabat kecilku…” batin Hill.

Sejak Hill mengetahui kepergian Clara, Hill ingin melanjutkan tradisi yang telah Clara rangkai. Aplikasi yang Clara buat sudah tidak menarik lagi semenjak kepergian Clara. Kini Hill menginginkan aplikasi tersebut semakin berkembang dan menarik semua orang untuk lebih mengenal budaya. Mungkin dengan trobosan baru yang telah dikembangkan kembali oleh Hill membuat Clara tersenyum bak bidadari syurga. Kesedihan akan segera berlalu ketika fajar terbir serasa tersenyum hangat pada Hill. Ia mengingat keinginan terbesar sahabatnya yakni ingin budaya bangsa tetap dilestarikan oleh generasi penerus bangsa. Jadi Hill berfikir jika Hill melanjutkan misi Clara, pasti jika Clara masih berada disampingnya akan tersenyum melihat usahanya dalam mewujudkan cita-cita Clara, turut melestarikan budaya bangsa, dan bangga akan semua yang akan dilakukannya. Akhirnya Hill juga mencoba menyukai tradisi, budaya, walau sebenarnya ia tak pernah mempelajarinya. Budaya berkembang pesat, Hill pun juga ikut melestarikannya.

Upaya-upaya telah Hill lakukan, Hill mencari informasi terkait budaya-budaya dengan segala cara. Ia mencoba memahami dan mempelajari berbagai macam tradisi. Ia yakin bahwa semua usahanya takkan sia-sia. Mulai membuka lembaran baru, demi bangsa yang maju.“Apa semua orang dapat menarikan tari seblang ini? Atau mungkin hanya orang Banyuwangi saja?” tanya Hill pada penari seblang yang baru saja dilihatnya.“Sebenarnya semua orang dapat menarikan tari seblang ini, namun jika ada acara resmi tidak sembarang orang dapat menarikannya. Karena seblang sendiri merupakan tarian daerah yang turun temurun dari leluhur, juga seblang memiliki keunikan tersendiri yang tak jarang semua orang mengetahuinya. Yakni jika seblang menari itu bukanlah orang aslinya melainkan ada roh masuk ke tubuh si penari, jadi tak sembarang orang bisa menjadi seblang.” Ujar penari asli seblang menjawab pertanyaan Hill.

“Wah… sungguh menarik ya…memang Banyuwangi terkenal dengan mistisnya, terbukti dengan semua adat istiadat dan tradisinya, terimakasih sudah mau menjelaskan kepada saya akan tradisi yang ada di Banyuwangi.” Ucap Hill tersenyum sambil menjabat tangan.“Iya.. pesan saya teruslah lestarikan budaya bangsa ini” pinta seorang penari kepadanya.Puas menelusuri berbagai adat istiadat dan tradisi Banyuwangi, kini Hill menjelajahi kota yang dikenal dengan sebutan Pandalungan. Kota ini terletak tak jauh dari kota Banyuwangi, tepatnya hanya melewati gunung, di kota ini Hill tertarik dengan salah satu organisasi sanggar yang terletak di salah satu pelosok desa di kecamatan Ledokombo (LDO). Terkenal dengan sebutan Tanoker.

Hill tertarik dengan salah satu permainan yang menggunakan bambu, bermainnya butuh keseimbangan tubuh. Ia ingin mencoba permainan yang sering disebut enggrang.“Kakak, apakah kakak ingin mencoba permainan ini?” seorang gadis menyodorkan enggrang miliknya pada Hill.“Boleh…. tapi saya tidak tau cara bermainnya, apa anda bisa membantu saya?” pinta Hill pada seorang gadis tersebut.“Tentu… caranya mudah sekali kak.”

Gadis tersebut membantu Hill mengatur keseimbangannya. Namun tak jarang Hill terjatuh ketika mencoba enggrang. Sesekali mencoba Hill terjatuh, bangkit lagi, jatuh lagi, dan usahanya dalam mencoba berlatih tak sia-sia. Hill terbiasa dan mahir dalam bermain permainan unik ini. Tak hanya enggrang yang terdapat dalam Tanoker namun semua tradisi seperti tari, musik, drama, dan masih banyak lagi yang Hill pelajari disini.Berbagai daerah telah dijelajahinya, berjuta tradisi telah ia pelajari, berbagai budaya  telah ia ketahui. Seluruh kesenian serasa sudah menyatu dalam darahnya, tradisi budaya menyatu dengan tubuhnya. Hill mencoba memprogram kembali aplikasi yang Clara buat. Mencoba memasang semua pengetahuan tentang budaya dari berbagai daerah yang telah ia pelajari selama ini pada aplikasi buatan Clara yang telah lama tidak ada yang memprogramnya. Beberapa kali Hill mencoba dan gagal namun, Hill tetap berusaha untuk membuktikan bahwa usaha akan membuahkan hasil yang indah. Hill terus mencoba memperbaruhi isi dalam aplikasi agar setiap orang yang melihatnya tertarik dan berpartisipasi untuk turut ikut serta melestarikan budaya bangsa.“Kak aplikasinya seru… saya senang dan gak bosan untuk selalu membuka aplikasinya..apalagi saya jadi bisa mengenal budaya leluhur, makasih ya kak..” “Kak bagaimana kakak dapat membuat aplikasi sebagus ini?”“Apa kakak suka tradisi?”“Perbanyak lagi ya kak informasi tentang budaya, saya sangat menyukainya”.

(baca juga: Macan Rondup)

Berbagai macam komentar dari positif hingga ada kenegatifannya diterima dengan lapang dada oleh Hill karena setiap orang memiliki penilaian yang berbeda-beda. Sudah menjadi risiko bagi Hill.  “Selamat atas kerjasama bapak” seseorang menjabat tangan Hill.“Terimakasih, sudah menjadi kewajiban bangsa untuk melestarkan budayanya.” Senyum lebar Hill terlihat saat mengucapkan kalimatnya.

Penulis adalah siswa MA Unggulan Nuris kelas XII IPA A.

Related Post