Penulis: M. Risal Hidayatullah*
Mbah Moen atau KH Maimun Zubair adalah seorang ulama tersohor karena kesederhanaan dan sifatnya yang merakyat. Aipda sutrisno menceritakan pengalamannya bersama Mbah Moen karena kesederhanaannya hingga bisa membuat orang kagum, K.h maimun lebih memilih naik mobil pathwal dari pada naik mobil alphard. kejadian tersebut terjadi ketika sutrisno mengemudi mobil pathwal untuk menghadiri acara di jakarta, yang di kawal dari rembang menuju semarang oleh polres rembang. Mbah Moen adalah ulama’ yang mempunyai sifat Faqih, Muharrik, dan Cinta tanah air.
Faqih adalah seseorang yang ahli dalam ilmu agama terutama di bidang fiqh.
Muharrik adalah penggerak, Artinya beliau adalah Dinamo atau penggerak bagi jaringan yang lainnya, meski beliau ahli atau mahir di dalam bidang keagamaan, mbah Moen juga pernah menjadi DPRD Rembang selama 7 tahun dan utusan MPR RI dari utusan Jawa Tengah.
(Baca juga: Maha Guru Dokter Bedah Sedunia)
Cinta tanah air yakni Mbah Moen pernah menjelaskan bentuk nasionalisme dan cara mencintai bangsa Indonesia.
Mbah Moen, begitu orang-orang memanggilnya, beliau insan yang lahir dari gesekan intan dan permata. ibundanya adalah nyai Mahmudah putri dari Kyai Ahmad bin Syu’aib, ulama’ kharismatik yang teguh dalam memegang pendirian.
Di umur 25 tahun, beliau menikah dan selanjutnya menjadi kepala pasar sarang selama kurun waktu 10 tahun. mbah moen mempunyai sifat yang teguh dan tegas dari ayahandanya dan dari kakeknya beliau meneladani sifat rasa kasih sayang dan kedermawanan, kadang kasih sayang merontokkan ketegasan, dan rendah hati kadang bersebrangan dengan ketegasan.
Namun, di dalam diri mbah moen semua itu bersinergi secara padan dan seimbang di dalam diri mbah moen. begitu juga dengan kerasnya kehidupan di pesisir tidak membuat keras pula sikapnya.
(Baca juga: Sang Motivator Pembangkit Semangat)
Mbah moen adalah gambaran yang santun dan matang, semua itu bukanlah kebetulan, melainkan mbah moen di didik di dalam lingkup pesantren yang di didik langsung oleh ayah dan kakeknya sendiri. beliau membuktikan bahwa ilmu tidak merubah pemiliknya menjadi tinggi hati ataupun eksklusif dibanding yang lainnya, keseharianlah yang menjadi tolak ukur dari semua itu.
Meskipun mbah moen banyak mengenal tokoh-tokoh nasional, beliau tidak menjadikan tercerabut dari basisnya yang semula. dan walaupun mbah moen sering menjadi keluh kesah masyarakat, semua itu tidak membuat mbah moen putus asa dalam menyelami atau mencari informasi-informasi dunia luar, walaupun tidak berhubungan dengan dunia pesantren.
Penulis merupakan siswa kelas XI IPA MA Unggulan Nuris yang aktif di ekstrakurikuler jurnalistik