Penulis: M. Irfan Maulana*
Jikalau mereka ingat
Aku akan ceritakan muslihat
Yang tampak seperti amanat
Tapi ternyata mencetak banyak mayat
Kala itu aku masih muda
Bisanya mendengarkan ribuan cerita
Juga menangis dan tertawa
Tak lain hanya menghias Negara
Kakekku bercerita tentang kasih
Tersenyum dan sedikit berdalih
Walau nafasnya begitu lirih
Kisahnya tak beranjak dari pedih
(Baca juga: Corak Nusantara)
Pilar-pilarku telah kaku
Diantonimkan oleh kupu-kupu
Lalu, bagaimanakah pilar negaraku
Akankah utuh atau layu?
Kakekku hanya seorang petani
Yang takut akan predikat mati
Demi apa yang dia cintai
Ia gerus berbagai macam bentu besi
Tenaganya berhamburan
Kakinya tak lagi mau berjala
Aura-auranya tak berpendirian
Jadilah ia diam di kuburan
Dia berpesan dengan hasil
Berupa nama yang terpanggil
Oleh orang-orang yang menggigil
Yang bersembunyi di bawah kuil
Nafasku semakin meluap
Melihat para yang terperangkap
Di balik undang-undang yang menancap
Yang menjadikan suara rakyat gagap
Mungkin kakekku akan marah
Jika meliha tanah kembali merah
Oleh saudara sendiri yang tak bersalah
Yang kini telah menjadi petuah
(Baca juga: Percikan hujan)
Kini, sisalah aku yang tegang
Melihat norma-norma ditentang
Menjadikan kacau tak kepalang
Dengan lontarkan kata-kata malang
Juga kini, apa kabar Negara?
Masihkah akan tetap setia
Dengan saudara-saudara kita
Yang sepihak maupun selawan mata
Penulis merupakan siswa kelas XI PK MA Unggulan Nuris yang aktif di ekstrakurikuler jurnalistik