Penulis: Muhammad Qorib Hamdani*
Puasa merupakan salah satu ajaran yang dibawa oleh nabi Muhammad SAW, dan juga menjadi rukun islam yang ketiga. Puasa bukan hanya tentang tidak bolehnya melakukan hal yang berkaitan dengan nafsu, dahaga, maupun lapar, melainkan juga melatih diri kita sebagai hamba yang kuat dan taat tentang apa yang telah diperintahkan oleh nabi Muhammad SAW.
Berbicara masalah puasa ada pembagiannya sendiri yang pertama puasa wajib dan kedua puasa sunnah. Puasa wajib adalah puasa yang dimana kita diwajibkan untuk berpuasa karena sudah diperintah oleh nabi Muhammad SAW terkait dengan hal itu contohnya seperti berpuasa pada bulan Ramdhan dan puasa karena melanggar sumpah (kafarat). Jika puasa sunnah sendiri adalah puasa yang hanya disunnahkan, tidak diwajibkan, contohnya adalah puasa senin-kamis, daud, puasa Asyura dan lain-lain.
(Baca juga: Sejarah Penetapan Hari Guru Nasional)
Bercerita tentang puasa sunnah yaitu puasa Asyura sangatlah banyak kisah mengenai sejarah puasa ini. Mungkin melihat tentang sejarah dari puasa Asyura rasio kita mungkin ingin menggali lebih dalam lagi tentang beberapa peristiwa yang terjadi pada puasa Asyura. Apakah hal itu ada kaitannya dengan peperangan, ataupun sebagainya, yuk kita ringkus atau menguak hal apa yang terjadi pada puasa Asyura, lebih lanjutnya di bawah ini!
Puasa Asyura adalah puasa yang dilakukan pada salah satu bulan yang mulia yaitu bulan Muharram. Di bulan ini umat Islam dianjurkan untuk berpuasa, mengapa demikian? Apakah ada sesuatu yang sangat rahasia? Yuk baca selengkapnya di bawah ini!
Puasa Asyura memiliki sejarah yang mungkin tidak bisa diungkapkan dengan tulisan yang tak seberapa. Titik awal dari sejarah puasa Asyura ini dilakukan ketika beliau hijrah ke Madinah dan menemukan orang-orang Yahudi berpuasa Asyura, kemudian Nabi bertanya dan memerintahkan untuk berpuasa maka bisa jadi hal tersebut tujuannya untuk meluluhkan hatinya orang-orang Yahudi sebagaimana Nabi meluluhkan hati mereka dalam masalah kiblat mereka, dan bisa jadi karena hal lainnya.
Puasa ini sudah banyak dipraktikan oleh orang dari kalangan Yahudi, namun saat itu Islam masih belum ada. Saat itu nabi hijrah ke madinah dan bertanya tentang mengapa mereka berpuasa? Mereka berpuasa pada Hari Raya Yom Kippur tanggal 10 bulan Tishri atau 10 Muharram karena pada hari itu Allah menyelamatkan Bani Israel dari musuh-musuhnya.
Puasa juga dilakukan oleh nabi Musa sebagai rasa syukur kepada Allah dengan berpuasa pada hari itu, tanggal 10 Muharram. Setelah kejadian itulah puasa Asyura menjadi syariat bagi umat yahudi.
(Baca juga: Sejarah Kamera Menurut Kacamata Ulama)
Dalam Kitab Fatkhul Bari, Al-Qurtuby berkata : “Mungkin orang-orang Qurais dulu menyandarkan puasanya kepada syari’at nabi terdahulu seperti Nabi Ibrahim. Sedangkan puasanya Rasulullah SAW, bisa jadi karena kecocokan kepada mereka sebagaimana dalam masalah haji, atau karena Allah mengizini beliau untuk berpuasa karena itu termasuk pekerjaan yang baik.
Namun intinya, Nabi SAW berpuasa hari Asyuro bukan sebab dimulai oleh umat Yahudi dan kaum Qurais, karena sebelumnya nabi sudah berpuasa Asyuro dan waktu itu adalah waktu disukainya mencocoki ahlul kitab dalam hal-hal yang tidak dilarang”.
Dari ‘Abdullah bin Abbas radhiyallahu ‘anhuma berkata:.
“Nabi shallallalhu ‘alaihi wa salam tiba di Madinah, maka beliau melihat orang-orang Yahudi berpuasa hari ‘Asyura. Beliau bertanya kepada mereka: “Ada apa ini?” Mereka menjawab, “Ini adalah hari yang baik. Pada hari ini Allah menyelamatkan Bani Israil dari musuh mereka. Maka Nabi Musa berpuasa pada hari ini.” Nabi shallallalhu ‘alaihi wa salam bersabda, “Saya lebih layak dengan nabi Musa dibandingkan kalian.”Maka beliau berpuasa ‘Asyura dan memerintahkan para shahabat untuk berpuasa ‘Asyura.” (H.R. Bukhari dan Muslim).
Nabi Muhammad kemudian memerintahkan umat Islam untuk berpuasa pada hari itu; siapa yang sudah makan, maka bisa berpuasa pada sisa hari itu dan siapa yang belum hendaklah berpuasa, maksudnya jangan makan atau minum dan yang menyebabkan kebatalan berpuasa sampai datang waktu adzan Maghrib.
Dengan mengetahui hal tersebut Rasulullah memerintahkan kepada umatnya untuk berpuasa dan tidak diwajibkan (sunnah). Agar tidak menyamai dengan sayriat Yahudi, maka Rasulullah juga memerintahkan untuk berpuasa pada tanggal 9 (hari Tasu’a) dan 11 Muharram.
Dimulainya puasa pada hari itu disampaikan ketika Nabi Muhammad pada awal tahun kedua beliau tinggal di Madinah –Nabi tiba di Madinah pada bulan Rabiu’ul Awwal. Beberapa bulan setelahnya (tujuh bulan setelahnya, atau 18 bulan setelah tinggal di Madinah), Nabi Muhammad menerima wahyu tentang perintah puasa Ramadhan.
Dengan demikian, puasa Asyura dilaksanakan sebagai puasa wajib hanya satu kali saja. “Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa.” (QS. Al-Baqarah: 183)
Setelah turunnya ayat ini dan puasa Ramadhan telah diwajibkan, maka Nabi Muhammad tidak lagi mewajibkan puasa Asyura bagi umat Islam. Mereka boleh berpuasa Asyura dan tidak berpuasa juga boleh.
Namun demikian, Nabi Muhammad sangat mengajurkan berpuasa Asyura. Hal ini bisa dilihat dari hadits riwayat Ibnu Abbas. “Saya tidak mengetahui Rasulullah SAW bersungguh-sungguh untuk berpuasa kecuali pada hari ini, yakni hari Asyura,” kata Ibnu Abbas.
Penulis merupakan siswa kelas XI PK A MA Unggulan Nuris yang aktif di ekstrakurikuler jurnalistik