Penulis: Silry Qurrota Aini*
Joko Pinurbo merupakan salah satu penyair terkemuka di Tanah Air Indonesia. Pria kelahiran Jogja ini memiliki puisi-puisi yang berbeda dari kebanyakan puisi yang ada.
Sebelum ia menjadi penyair yang terkenal di mata dan telinga masyarakat, seorang Jokpin yang sifatnya terkesan sangat sederhana ini ternyata pernah membakar ratusan puisinya. Mengapa? Hal ini disebabkan rasa kekecewaannya akibat rasa ketidakpercayaan dirinya serta saat dimana tulisannnya ditolak oleh beberapa penerbit.
(Baca juga:Jejak Ibnu Sina Ulama Saintis Penulis Produktif Muslim Mendunia)
Hebatnya, lelaki kelahiran 11 Mei 1962 ini tidak pernah mengenal kata lelah untuk berusaha. Hingga akhirnya di tahun-tahun yang mendatang ia berhasil menerbitkan bukunya yang berjudul “celana”. Kabarnya ia lolos proyek Adikarya IKAP. Pria berzodiak Taurus itu merasa sangat senang. Kesabaran alumnus Sastra Indonesia IKIP Sanata Dharma tersebut berbuah baik. Bukunya yang berjudul celana tersebut, tersohor hingga kini.
Puisi gubahannya berbeda dengan gaya yang dilahirkan para penyair lain. Memang tiap-tiap penulis memiliki karakteristik tersendiri. Namun beberapa puisi Jokpin terkenal berbentuk sebuah cerpen mini. Temanya juga tak selalu berada dalam satu garis benang merah. Ia mengakui hal itu. Meski demikian, justru inilah yang menjadi ciri khasnya.
(Baca juga: Habiburrahman El Shirazy Tokoh Islam Menjadi Inspirasi Pemuda Indonesia)
Melihat perjalanannya yang penuh lika-liku untuk menjadi seorang penulis, ia meminta agar para penyair-penyair tak mudah putus asa. Ia menyatakan bahwa setiap keberhasilan membutuhkan proses yang tidak mudah.
“Jangan mudah menyerah. Saya ingat, momentum yang tepat itu tibanya tidak jelas. Maka, tiap penulis pasti diuji dengan kesabaran,” tuturnya.
Karya pertama seorang penyair atau penulis yang dibukukan sungguh menunjukkan jati dirinya. Gaya penulis yang murni dan sangat orisinal muncul mana kala buku pertamanya lahir.
Di beberapa kesempatan, buku-buku pertama penulis ternama yang sudah tak dicetak ulang itu dilelang dengan harga yang fantastis. Fenomena ini muncul akibat budaya literasi pembaca Indonesia yang sedikit eksentrik. Mereka enggan mengoleksi buku pertama penulis saat nama penulis itu baru muncul.
Namun, buku pertama ini bakal dicari-cari pada saat nama penulis mulai naik daun dan buku pertamanya tak diterbitkan serta tak lagi dijual di pasaran.
Untuk itu, ia mengimbau para penikmat sastra untuk mengoleksi buku para penulis muda yang belakangan bermunculan.
Penulis merupakan siswa kelas XI IPA MA Unggulan Nuris yang aktif di ektrakurikuler jurnalistik