Penulis: Abd. Halim W.H.*
Dalam sebuah hadis diriwayatkan[1], bahwa suatu ketika ada seorang laki-laki dari golongan Anshâr (Muslimin Madinah yang menolong orang-orang Mekah yang hijrah ke Madinah) datang menghadap Rasulullah Saw. Ia mengadu perihal dirinya, bahwa ia sudah lama menikah dan belum dikaruniai anak (padahal ia sangat menginginkannya). Nabi pun menyarankan agar ia memperbanyak membaca istigfar dan sering bersedekah agar dikaruniai keturunan.
Waktupun berlalu. Sahabat Anshâr tersebut “mengamalkan” saran dari Nabi. Ia memperbanyak istigfâr dan sering bersedekah. Kata sahabat Jabir (perawi hadis ini), “Sahabat Anshâr tersebut pada akhirnya dikaruniai keturunan hingga mencapai 9 (Sembilan) anak yang semuanya laki-laki.”
Ada beberapa hal yang dapat kita petik dari hadis Nabi Saw. di atas, antara lain:
(baca juga: Seri ke-1 Ngaji Risalah Aswaja; Antara Sunah dan Bidah)
Satu: Cara mengobati kemandulan bagi perempuan yang sudah lama menikah dan belum dikaruniai anak (sebagaimana diajarkan Nabi Saw) adalah dengan memperbanyak membaca istigfâr (memohon ampunan Allah Swt) dan sering bersedekah. Kaifiyyah (tata cara) bacaan istighfar ini adalah dibaca dengan istiqâmah setiap selesai salat fardhu 5 (lima) waktu sebanyak 70x (tujuh puluh kali) atau 100x (seratus kali). Adapun redaksi istigfarnya bisa dengan:
أَسْتَغْفِرُ اللهَ الْعَظِيْمَ , أَسْتَغْفِرُ اللهَ الْعَظِيْمَ وَأَتُوْبُ إِلَيْهِ , atau dengan Sayyidul Istighfâr:
اَللّٰهُمَّ أَنْتَ رَبِّيْ لَاإِلهَ إِلَّا أَنْتَ خَلَقْتَنِيْ وَأَنَا عَبْدُكَ وَأَنَا عَلَى عَهْدِكَ وَوَعْدِكَ مَااسْتَطَعْتُ أَعُوْذُ بِكَ مِنْ شَرِّ مَا صَنَعْتُ أَبُوْءُ لَكَ بِنِعْمَتِكَ عَلَيَّ وَأَبُوْءُ بِذَنْبِيْ فَاغْفِرْ لِيْ فَإِنَّهُ لَا يَغْفِرُ الذُّنُوْبَ إِلَّا أَنْتَ.
Dua: Orang yang memperbanyak istigfâr akan dihilangkan segala duka, dilapangkan segala sesak dan kesempitan, dan akan dianugerahi rejeki yang tanpa disangka-sangka datangnya[2].
Tiga: Besarnya keinginan seseorang yang ingin dikaruniai keturunan jangan sampai melupakan kewajiban terhadap anak-anaknya di kemudian hari nanti. Disamping kewajiban memberi nama yang baik (an yuhsina ismahû), mengajari ilmu agama (an yu’allimahû al-Kitâb) dan menikahkan (an yuzawwijahû), tak kalah pentingnya juga menjaga kebersambungan hubungan dan batin dari sejak dalam kandungan hingga masuk liang lahat. Ini sangat penting. Karena sentuhan kasih sayang orang tua sangat berpengaruh terhadap kepribadian dan karakter anak nantinya.
Imam al-‘Allâmah Alî al-Qârî mengomentari hadis di atas, “Barangkali hadis tersebut diadaptasi dari hikâyah Nabi Nûh alaihissalâm yang diabadikan dalam al-Qur’an QS. Nuh (71): 10-12.
sumber foto sampul: metropolis.id
►Diadaptasi dari pengajian rutin Kamis (21/03/2019) siang untuk para Fasilitator dan Karyawan PTQ Anak & Balita Nuris yang diasuh oleh Syaikhul Ma’had KH. Muhyiddin Abdussomad, NURIS Jember.
*Penulis adalah khâdim di PTQ Anak & Balita, MTs Unggulan, dan MA Unggulan Nuris Program Tahfidz, Jember
1 . روى أبو حنيفة في مسنده عن جابر ابن عبد الله رضي الله تعالى عنهما: أنّه جاء رجل من الأنصار إلى النّبي صلّى الله عليه وسلّم فقال : يا رسول الله ! مَا رُزِقْتُ ولدًا قط, ولا وُلِدَ لي , قال صلّى الله عليه وسلّم : ((فأينَ أنتَ من كثرة الإستغفار, وكثرة الصّدقة, تُرْزَقُ بها )) قال : فكان الرّجل يُكْثر الصّدقة, ويكثر الإستغفار, قال جابر: فولد له تسعة ذكور.
[2]. HR. Imam Ahmad dan Al Hâkim dari Imam Ibn Abbâs ra.