Sudah menjadi kebiasaan bagi kaum muslim khususnya di Indonesia, setelah selesai sholat satu jamaah dengan jamaah lainnya saling bersalaman. Hal tersebut dilaksanakan saat selesai melaksanakan sholat jamaah fardhu lima waktu, maupun sholat jamaah lainnya misalnya tarawih dan lain-lain. Lalu adakah dasarnya?
Bersalaman antar sesama muslim memang sangat dianjurkan oleh Nabi SAW. Hal tersebut dimaksudkan agar persaudaraan Islam semakin kuat dan persatuan umat Islam semakin kokoh. Salah satu bentuknya adalah anjuran untuk bersalaman apabila bertemu. Bahkan jika ada saudara muslim yang datang dari bepergian jauh, misalnya habis melaksanakan ibadah haji, maka disunnahkan juga saling berangkulan (mu’anaqah). Dalam sebuah hadits, Nabi Muhammad SAW bersabda:
“Diriwayatkan dari Al-Barra bin Azib, ia berkata “Rasulullah SAW bersabda “ Tidaklah dua orang laik-laki bertemu, kemudian keduanya bersalaman, kecuali diampuni dosanya sebelum mereka berpisah,” (Sunan Ibn Majah [3693]).
(Baca juga: Menangisi orang yang meninggal dunia)
Berdasarkan hadits inilah ulama Syafiiyyah mengatakan bahwa bersalaman setelah sholat hukumnya sunnah. Kalaupun perbuatan itu dikatakan bid’ah, tetap masuk dalam kategori bid’ah mubahah. Imam Nawawi menganggap bahwa hal itu adalah perbuatan yang baik untuk dilakukan.
“(Soal) apakah berjabat tangan setleh shalat Asyar dan Subuh memeiliki keutamaan atau tidak? (Jawab) berjabat tangan itu sunnah dilakukan ketika bertemu. Adapun orang-orang yang mengkhususkan diri untuk melakukannya setelah dua shalat itu (Asyar dan Subuh) maka dianggap bidah mubahah. (pendapat yang dipilih), sesungguhnya kalau seseorang sudah berkumpul dan bertemu sebelum shalat, maka berjabatan tangan tersebut adalah bid’ah mubahah sebagaimana di atas. Tetapi jika sebelumnya belum pernah bertemu maka sunnah (bersalaman). Karena ketika itu (dianggap) baru bertemu.” (Fatawi al-Imam al-Nawawi, 61)
(Baca juga: Membaca wirid setelah shalat)
Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa hukum bersalaman setelah shalat adalah boleh, bahkan sunnah dilakukan jika sebelum shalat memang belum bertemu. Namun yang harus diperhatikan adalah jangan sampai berjabat tangan itu mengganggu kekhusy’an orang yang sedang wirid dan dzikir. Karena itu dalam ceramahnya pada 1 Mei 2005 di PIQ, KH. Bashori Alwi menjelaskan seyogyanya berjabat tangan itu dilakukan setelah wirit and doa, agar tidak mengganggu kekhusyu;an orang yang sedang membaca dzikir dan doa.
Sumber: KH Muhyiddin Abdusshomad. 2010. Fiqih Tradisionalis. Surabaya: Khalista.