Penulis: Muhammad Amiruddin*
Si Celurit Emas
atau yang bernama asli D.Zawawi Imron lahir di desa Batang-batang 1 Januari
1945 di ujung timur pulau Madura, mulai terkenal dalam percaturan sastra
Indonesia sejak Temu Penyair 10 Kota di Taman Ismail Marzuki, Jakarta pada
1982.
Setelah tamat Sekolah Rakyat (SR,
setara dengan sekolah dasar) dia melanjutkan pendidikannya di Pesantren
Lambicabbi, Gapura, Semenep. Kumpulan sajaknya Bulan Tertusuk
Ilallang mengilhami Sutradara Garin Nugroho untuk membuat film layar
perak Bulan Tertusuk Ilalang. Kumpulan sajaknya Nenek Moyangku Airmata terpilih
sebagai buku puisi terbaik dengan mendapat hadiah Yayasan Buku Utama pada 1985.
Pada 1990 kumpulan sajak Celurit Emas dan Nenek Moyangku Airmata terpilih menjadi buku puisi di Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa. Juara pertama sayembara menulis puisi AN-teve dalam rangka hari ulang tahun kemerdekaan RI ke-50 pada 1995. Buku puisinya yang lain adalah Berlayar di Pamor Badik (1994), Lautmu Tak Habis Gelombang (1996), Bantalku Ombak Selimutku Angin (1996), Madura, Akulah Darahmu (1999), dan Kujilat Manis Empedu (2003). Beberapa sajaknya telah diterjemahkan ke dalam Bahasa Inggris, Belanda dan Bulgaria.
(Baca juga: Al Farabi tokoh muslim filsuf yang bersandang multi talenta dan bahasa)
Saat ini ia menjadi Anggota Dewan Pengasuh Pesantren Ilmu Giri (Yogyakarta). Zawawi banyak berceramah Agama sekaligus membacakan sajaknya, di Yogyakarta, ITS. Surakarta, UNHAS Makasar, IKIP Malang dan Balai Sidang Senayan Jakarta. Juara pertama menulis puisi di AN-teve. Pembicara Seminar Majelis Bahasa Brunei Indonesia Malaysia (MABBIM) dan Majelis Asia Tenggara (MASTERA) Brunei Darussalam (Maret 2002).
Hingga kini, Zawawi Imron masih tetap setia tinggal di Batang-batang, Madura, tanah kelahirannya sekaligus sumber inspirasi bagi puisi-puisinya.
Penyair yang tidak tamat Sekolah Rakyat ini memenangkan hadiah utama penulisan puisi ANTV (1995).
Bersama Dorothea Rosa Herliany, Joko Pinurbo, dan Ayu Utami, Zawawi pernah tampil dalam acara kesenian Winter Nachten di Belanda (2002).
Beberapa Karya dari D.Zawawi Imron:
• Semerbak Mayang (1977)
• Madura Akulah Lautmu (1978)
• Celurit Emas (1980)
• Bulan Tertusuk Ilalang (1982; yang mengilhami film Garin Nugroho berjudul sama)
• Nenek Moyangku Airmata (1985; mendapat hadiah Yayasan Buku Utama Departemen P & K, 1985)
• Bantalku Ombak Selimutku Angin (1996)
• Lautmu Tak Habis Gelombang (1996)
• Madura Akulah Darahmu (1999).
(Baca juga: Habiburrahman el-shirazy: tokoh islam menjadi inspirasi pemuda indonesia)
Misteri Huruf “D” Kiai Zawawi Imron
VIVA.co.id – D Zawawi Imron membuka orasi budayanya di Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya, Jawa Timur pada Rabu malam, 30 Agustus 2017 dengan mengulas namanya sendiri. Dia menceritakan banyaknya penikmat sastra yang penasaran dengan kepanjangan dari huruf ‘D’ pada namanya itu.
“Mungkin ada yang keliru memahami ‘D titik’ pada nama saya itu adalah gelar doktor. Bukan, bukan itu. Saya bukan sarjana, saya lulusan Sekolah Rakyat 1 Batang-Batang (Kabupaten Sumenep, Madura, Jawa Timur), kalau sekarang SD,” ujar Zawawi.
Setelah lulus SR, cerita Zawawi, dia menimba ilmu agama di sebuah pesantren kecil di Kampung Lambi Cabbi, Desa Gapura Tengah, Kecamatan Gapura, Sumenep. Lambi Cabbi adalah kampung santri yang berada di dataran tinggi dengan pesantren-pesantren kecil dan salaf di dalamnya.
Sekadar catatan, cerita Zawawi saat nyantri di Lambi Cabbi biasa disampaikan banyak guru kepada siswa madrasah-madrasah di era 1990-an di Sumenep, terutama di bagian timur. Diceritakan, Zawawi biasa memungut koran bekas kala berbelanja keperluan makanan pesantren di pasar kecamatan.
Dari koran bekas itulah Zawawi belajar bahasa dan berlatih menulis puisi. Dia lalu mengirimkan karya puisinya ke media massa dan ikut lomba. Menang, itulah asal mula D. Zawawi Imron terkenal sebagai penyair kesohor seperti sekarang ini. Cerita perjalanannya menginspirasi santri-santri Madura untuk berkarya sampai sekarang.
Penyair berjuluk Si Celurit Emas itu mengatakan, Indonesia saat ini dipenuhi orang-orang pintar dengan ijazah dan titel mentereng. Tetapi sedikit yang mampu dan merasakan hidup yang mujur. Bahkan, banyak orang pintar yang kalah mujur dengan orang yang tak pernah mencicipi bangku kuliah.
“Bagaimana caranya mujur? Ialah harus dekat dan meminta kepada pemilik mujur. Siapa dia? Yaitu Allah,” ujar penulis buku kumpulan puisi Rembulan Tertusuk Ilalang itu.
Zawawi melanjutkan orasi budayanya dengan menyampaikan panjang lebar tentang Indonesia dalam kacamata budaya. Soal misteri bertahun-tahun kepanjangan huruf ‘D’ pada namanya, dia ogah mengungkapkan. “‘D’ itu,’Dirahasiakan’,” katanya.
Sumber gambar: twitter.com
Penulis merupakan siswa kelas XI PK MA Unggulan Nuris yang aktif di ekstrakurikuler jurnalistik